Laporan dari Bangkok
ASEAN diminta tegas buat regulasi pelarangan impor loimbah
21 Juni 2019 19:07 WIB
Kendaraan tradisional Thailand Tuk Tuk melintas di depan baliho penyambutan delegasi dan pemimpin negara Asia Tenggara jelang rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-34 di Bangkok, Thailand, Kamis (20/6/2019). KTT ASEAN ke-34 yang dilaksanakan 20-23 Juni 2019 tersebut mengangkat tema Memajukan Kemitraan Untuk Keberlanjutan. (ANTARA)
Bangkok (ANTARA) -
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia harus lebih tegas dalam membuat regulasi pelarangan masuknya sampah-sampah khususnya plastik untuk ke dalam negeri.
"Setelah itu tentu perlu memastikan implementasinya dapat berjalan agar tidak ada lagi celah untuk masuknya sampah asing," kata Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi saat dihubungi di Bangkok, Thailand, Jumat.
Atha tidak ingin Indonesia dan negara ASEAN lainnya dijadikan sebagai tempat sampah oleh negara-negara lain.
Caranya antara lain dengan menerapkan pelarangan impor berbagai jenis sampah, khususnya sampah plastik, termasuk yang dilakukan dengan dalih untuk didaur ulang.
Indonesia, lanjut dia, sebenarnya secara umum telah memiliki regulasi yaitu dengan UU Pengelolaan Sampah dan Permendag sudah ada larangan untuk memasukan sampah dari luar ke dalam Indonesia.
"Walau belum secara spesifik bicara soal impor (limbah) plastik seperti yang terjadi belakangan ini," kata Atha.
Selain itu, dampak penggunaan plastik sekali pakai terhadap bumi ini akan semakin besar dan tidak terbendung, bila tingkat penggunaannya tidak ditekan sekarang juga.
The World Economic Forum memprediksi, produksi dan konsumsi plastik akan meningkat 3,8 persen per tahun hingga 2030.
Berdasarkan laporan tersebut, kecenderungan pemakaian plastik sekali pakai terus meningkat.
Atha mengatakan memproduksi dan menggunakan plastik sekali pakai, maka akan membuat plastik tersebut berada hingga ratusan tahun di alam ini.
Berdasarkan laporan terbaru “Plastic & Climate: The Hidden Costs of a Plastic Planet,” seluruh siklus hidup plastik bisa menghasilkan gas rumah kaca yang begitu besar yang dapat mengancam target masyarakat dunia untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.
Plastik memberikan dampak buruk bagi lingkungan mulai dari proses ekstraksi minyak bumi sebagai bahan bakunya hingga keberadaannya di lingkungan sekitar sebagai sampah tak terurai.
Laporan tersebut menyebutkan, sampah plastik yang berada di pantai, sungai serta di berbagai tempat lain di darat melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah yang tinggi.
Baca juga: Greenpeace desak ASEAN larang impor limbah dari negara-negara maju
Baca juga: Legislator desak pemerintah reekspor limbah
Baca juga: Aktivis sebut Indonesia jadi tujuan limbah plastik impor
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia harus lebih tegas dalam membuat regulasi pelarangan masuknya sampah-sampah khususnya plastik untuk ke dalam negeri.
"Setelah itu tentu perlu memastikan implementasinya dapat berjalan agar tidak ada lagi celah untuk masuknya sampah asing," kata Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi saat dihubungi di Bangkok, Thailand, Jumat.
Atha tidak ingin Indonesia dan negara ASEAN lainnya dijadikan sebagai tempat sampah oleh negara-negara lain.
Caranya antara lain dengan menerapkan pelarangan impor berbagai jenis sampah, khususnya sampah plastik, termasuk yang dilakukan dengan dalih untuk didaur ulang.
Indonesia, lanjut dia, sebenarnya secara umum telah memiliki regulasi yaitu dengan UU Pengelolaan Sampah dan Permendag sudah ada larangan untuk memasukan sampah dari luar ke dalam Indonesia.
"Walau belum secara spesifik bicara soal impor (limbah) plastik seperti yang terjadi belakangan ini," kata Atha.
Selain itu, dampak penggunaan plastik sekali pakai terhadap bumi ini akan semakin besar dan tidak terbendung, bila tingkat penggunaannya tidak ditekan sekarang juga.
The World Economic Forum memprediksi, produksi dan konsumsi plastik akan meningkat 3,8 persen per tahun hingga 2030.
Berdasarkan laporan tersebut, kecenderungan pemakaian plastik sekali pakai terus meningkat.
Atha mengatakan memproduksi dan menggunakan plastik sekali pakai, maka akan membuat plastik tersebut berada hingga ratusan tahun di alam ini.
Berdasarkan laporan terbaru “Plastic & Climate: The Hidden Costs of a Plastic Planet,” seluruh siklus hidup plastik bisa menghasilkan gas rumah kaca yang begitu besar yang dapat mengancam target masyarakat dunia untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.
Plastik memberikan dampak buruk bagi lingkungan mulai dari proses ekstraksi minyak bumi sebagai bahan bakunya hingga keberadaannya di lingkungan sekitar sebagai sampah tak terurai.
Laporan tersebut menyebutkan, sampah plastik yang berada di pantai, sungai serta di berbagai tempat lain di darat melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah yang tinggi.
Baca juga: Greenpeace desak ASEAN larang impor limbah dari negara-negara maju
Baca juga: Legislator desak pemerintah reekspor limbah
Baca juga: Aktivis sebut Indonesia jadi tujuan limbah plastik impor
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019
Tags: