Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong agar kampus-kampus menjadi pencetak pengusaha baru dengan menyediakan ekosistem kewirausahaan.

"Indonesia bisa maju kalau jumlah pengusahanya lebih banyak. Itu sebabnya butuh peran perguruan tinggi untuk mencetak pengusaha baru bukan hanya pencari kerja," ujar Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Ismunandar di Jakarta, Kamis.

Ismunandar menjelaskan sejumlah negara-negara maju seperti Singapura jumlah pengusahanya mencapai tujuh persen. Kemudian Malaysia mencapai lima persen. Sementara Jepang dan Amerika Serikat lebih dari 10 persen penduduknya jadi pengusaha. Sedangkan Indonesia, jumlah penduduknya yang menjadi pengusaha baru tiga persen.

Ia menambahkan, di luar negeri para pengusaha banyak lahir dari kampus. Bahkan di Babson College, Amerika Serikat, begitu lulus kuliah langsung jadi pengusaha. Menurut laporan Financial Times (2015), sebanyak 46 persen dari lulusan program MBA Babson College yang langsung membuka usaha sendiri.

Sementara, sebanyak 34 persen lulusan Stanfords Graduate School of Business juga langsung membuka usaha sendiri. Di Harvard Business School, ada 28 persen lulusannya yang langsung berwirausaha. Sementara di MIT Sloan angkanya mencapai 26 persen.

Di Inggris, ada 27 persen dari lulusan Oxford University yang menjadi pengusaha. Kampus lainnya, London Business School, ada 25 persen lulusannya yang memilih berwirausaha.

"Oleh karena itu, peran kampus menjadi sangat penting dalam mencetak para pengusaha baru," cetus dia.

Dalam rangka mewujudkan hal itu, sebanyak tujuh kampus yakni President University, Universitas Padjajaran, Universitas Negeri Semarang, Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta), Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Brawijaya dan STIE Malangkucecwar, bekerja sama dengan empat perguruan tinggi dari Eropa, yakni University of Gloucestershire (UK), Dublin Institute of Technology (Irlandia), Fachhochschule des Mittelstandes (Jerman) dan University of Innsbruck (Austria).

Kampus-kampus tersebut membentuk konsorsium dan berkolaborasi lewat sebuah proyek kerja sama yang disebut Growing Indonesia-a- Triangular Approach atau GITA. Proyek ini didanai Erasmus, sebuah komisi di Uni Eropa yang mendukung berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan, pelatihan, pemuda dan olahraga di berbagai negara.

Baca juga: Kemristekdikti bina 558 calon perusahaan rintisan di 2019

Baca juga: Indonesia Science Day 2019 dorong pemberdayaan iptek sejak usia dini