AESI: pemanfaatan energi surya belum maksimal meski berpotensi besar
20 Juni 2019 15:48 WIB
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia Andhika Prastawa memberikan keterangan kepada wartawan di sela-sela acara diskusi manfaat energi surya menurut pengusaha Indonesia yang bertemakan "Atapku Sudah, Atapmu?, Jakarta, Kamis (20/06/2019). (ANTARA News/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia Andhika Prastawa mengatakan pemanfaatan energi surya sebagai sumber listrik masih belum maksimal di Indonesia meski memiliki potensi besar.
"Pemakaian energi surya di Indonesia di sini tercatat hanya 90 Megawatt, sedangkan di Eropa ukurannya sudah ribuan Megawatt, justru yang potensinya sedikit (Eropa) sudah menggunakan energi surya begitu besar, tapi yang potensinya besar (Indonesia) masih menggunakan sedikit," kata Andhika dalam diskusi manfaat energi surya menurut pengusaha Indonesia yang bertemakan "Atapku Sudah, Atapmu?, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan potensi energi surya di Indonesia rata-rata sebesar 1.350 kilowatt per jam per kilowatt peak per tahun, sedangkan potensinya di daratan Eropa hanya sekitar 900 kilowatt per jam per Kilowatt peak per tahun.
"Jadi, potensi di Indonesia jauh lebih besar dari di Eropa, tetapi sayangnya pemanfaatan di Indonesia jauh tertinggal bahkan oleh negara-negara tetangga," ujarnya.
Andhika yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap menuturkan penyediaan listrik memerlukan eksplorasi energi lain tidak bisa selamanya bergantung pada energi fosil seperti batu bara yang lambat laun akan habis pada masanya, sehingga perlu alternatif energi lain, yang salah satunya adalah tenaga surya.
Selain itu, penggunaan energi fosil untuk menghasilkan batu bara terus-menerus akan menyebabkan memperbesar masalah lingkungan, yakni semakin banyaknya polusi dan emisi gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global. Untuk itu, energi surya bisa membantu mengurangi emisi gas rumah kaca karena energi surya bersifat terbarukan dan tidak menyebabkan munculnya emisi karbondioksida.
"Energi surya yang paling sederhana pemanfaatannya, yang selalu terdapat di sekitar kita. Oleh karenanya kita berharap pemanfaatan energi surya ini secara luas," ujarnya.
Dia mengatakan lahan tidak menjadi masalah krusial lagi bagi pemasangan panel surya untuk memanfaatkan energi surya menjadi sumber listrik, karena dapat menggunakan atap gedung baik perumahan, pabrik, perusahaan maupun gedung komersial.
"Saya berharap makin banyak pelaku usaha yang nyata berkomitmen mengadopsi PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) atap untuk masa depan Indonesia yang lebih baik," tuturnya.
Baca juga: Pakar: Air, angin, dan surya jadi sumber listrik masa depan
Baca juga: Pengembangan PLTS masih minim terganjal regulasi
"Pemakaian energi surya di Indonesia di sini tercatat hanya 90 Megawatt, sedangkan di Eropa ukurannya sudah ribuan Megawatt, justru yang potensinya sedikit (Eropa) sudah menggunakan energi surya begitu besar, tapi yang potensinya besar (Indonesia) masih menggunakan sedikit," kata Andhika dalam diskusi manfaat energi surya menurut pengusaha Indonesia yang bertemakan "Atapku Sudah, Atapmu?, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan potensi energi surya di Indonesia rata-rata sebesar 1.350 kilowatt per jam per kilowatt peak per tahun, sedangkan potensinya di daratan Eropa hanya sekitar 900 kilowatt per jam per Kilowatt peak per tahun.
"Jadi, potensi di Indonesia jauh lebih besar dari di Eropa, tetapi sayangnya pemanfaatan di Indonesia jauh tertinggal bahkan oleh negara-negara tetangga," ujarnya.
Andhika yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap menuturkan penyediaan listrik memerlukan eksplorasi energi lain tidak bisa selamanya bergantung pada energi fosil seperti batu bara yang lambat laun akan habis pada masanya, sehingga perlu alternatif energi lain, yang salah satunya adalah tenaga surya.
Selain itu, penggunaan energi fosil untuk menghasilkan batu bara terus-menerus akan menyebabkan memperbesar masalah lingkungan, yakni semakin banyaknya polusi dan emisi gas rumah kaca yang berujung pada pemanasan global. Untuk itu, energi surya bisa membantu mengurangi emisi gas rumah kaca karena energi surya bersifat terbarukan dan tidak menyebabkan munculnya emisi karbondioksida.
"Energi surya yang paling sederhana pemanfaatannya, yang selalu terdapat di sekitar kita. Oleh karenanya kita berharap pemanfaatan energi surya ini secara luas," ujarnya.
Dia mengatakan lahan tidak menjadi masalah krusial lagi bagi pemasangan panel surya untuk memanfaatkan energi surya menjadi sumber listrik, karena dapat menggunakan atap gedung baik perumahan, pabrik, perusahaan maupun gedung komersial.
"Saya berharap makin banyak pelaku usaha yang nyata berkomitmen mengadopsi PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) atap untuk masa depan Indonesia yang lebih baik," tuturnya.
Baca juga: Pakar: Air, angin, dan surya jadi sumber listrik masa depan
Baca juga: Pengembangan PLTS masih minim terganjal regulasi
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: