Menteri perminyakan bantah ketidak-sepakatan dengan Presiden Rouhani
17 Juni 2019 19:44 WIB
Menteri Perminyakan Iran Bija Zangeneh saat menerima kedatangan Menteri Ekonomi Jerman Sigmar Gabriel sebelum pertemuan di Teheran, Iran, Senin (3/10/2016). (REUTERS/Hannibal Hanschke)
London (ANTARA) - Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh pada Senin membantah laporan bahwa ia telah tidak sependapat dengan Presiden Hassan Rouhani mengenai penjualan minyak Iran dalam menghadapi sanksi AS, dan mengatakan ia akan tetap memangku jabatannya.
Saat sanksi diberlakukan, ekspor minyak Iran telah anjlok dari 2,5 juta barel per hari (bpd) pada April tahun lalu jadi sebanyak 400.000 bpd pada Mei.
Pekan lalu, seorang anggota Parlemen Iran mengatakan Zanganeh dan Rouhani telah berbeda pendapat mengenai masalah tersebut selama satu pertemuan Kabinet.
"Saya tidak memiliki masalah dengan Bapak Rouhani ... Saya tidak tahu siapa yang memberi anggota Parlemen berita semacam itu," kata Zanganeh sebagaimana dikutip kantor berita Kementerian Perminyakan, SHANA.
"Saya takkan mundur," kata Zanganeh, dalam rujukan nyata kepada tekanan yang meningkat atas dia untuk mundur, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam.
Amerika Serikat memberlakukan kembali sanksi tahun lalu atas ekspor minyak Iran, setelah Presiden Donald Trump secara sepihak keluar dari kesepakatan 2015 antara Iran dan enam negara utama untuk mengekang program nuklir Iran.
Pada Mei, seorang lagi anggota Parlemen Iran mengatakan ia sedang mengumpulkan tandatangan di Parlemen untuk mendukung mosi guna mendepak Zanganeh karena kegagalannya menangkal sanksi AS atas penjualan minyak Iran. Ia sejauh ini telah gagal mengumpulkan cukup tandatangan untuk menggolkan mosi itu.
Pada Senin, Iran menyatakan Teheran akan melanggar pengekangan yang disepakati secara internasional atas simpanan uranium yang diperkaya dalam 10 hari, dalam tindakan yang tampaknya akan menambah buruk ketegangan yang sudah tinggi dengan Washington, meskipun Negara Persia tersebut mengatakan negara Eropa masih memiliki waktu untuk menyelamatkan kesepakatan itu.
Sumber: Reuters
Baca juga: Menteri Perminyakan: Iran tidak berencana hengkang dari OPEC
Saat sanksi diberlakukan, ekspor minyak Iran telah anjlok dari 2,5 juta barel per hari (bpd) pada April tahun lalu jadi sebanyak 400.000 bpd pada Mei.
Pekan lalu, seorang anggota Parlemen Iran mengatakan Zanganeh dan Rouhani telah berbeda pendapat mengenai masalah tersebut selama satu pertemuan Kabinet.
"Saya tidak memiliki masalah dengan Bapak Rouhani ... Saya tidak tahu siapa yang memberi anggota Parlemen berita semacam itu," kata Zanganeh sebagaimana dikutip kantor berita Kementerian Perminyakan, SHANA.
"Saya takkan mundur," kata Zanganeh, dalam rujukan nyata kepada tekanan yang meningkat atas dia untuk mundur, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam.
Amerika Serikat memberlakukan kembali sanksi tahun lalu atas ekspor minyak Iran, setelah Presiden Donald Trump secara sepihak keluar dari kesepakatan 2015 antara Iran dan enam negara utama untuk mengekang program nuklir Iran.
Pada Mei, seorang lagi anggota Parlemen Iran mengatakan ia sedang mengumpulkan tandatangan di Parlemen untuk mendukung mosi guna mendepak Zanganeh karena kegagalannya menangkal sanksi AS atas penjualan minyak Iran. Ia sejauh ini telah gagal mengumpulkan cukup tandatangan untuk menggolkan mosi itu.
Pada Senin, Iran menyatakan Teheran akan melanggar pengekangan yang disepakati secara internasional atas simpanan uranium yang diperkaya dalam 10 hari, dalam tindakan yang tampaknya akan menambah buruk ketegangan yang sudah tinggi dengan Washington, meskipun Negara Persia tersebut mengatakan negara Eropa masih memiliki waktu untuk menyelamatkan kesepakatan itu.
Sumber: Reuters
Baca juga: Menteri Perminyakan: Iran tidak berencana hengkang dari OPEC
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019
Tags: