Arus lalulintas kendaraan di jalur Kebun Kopi sudah normal
17 Juni 2019 10:10 WIB
Situasi arus lalulintas ruas Tawaeli-Toboli di sela kesibukan alat-alat berat mengerjakan proyek rekonstruksi bernilai Rp200 miliar di ruas yang lebih dikenal dengan Kebun Kopi itu. (ANTARA/Rolex Malaha)
Palu (ANTARA) - Arus lalulintas kendaraan barang maupun penumpang yang melintas di jalur "Kebun Kopi" pada ruas jalan Taweli-Toboli, Sulawesi Tengah, kini sudah kembali normal seperti biasanya, setelah selama arus mudik dan balik Lebaran terlihat padat dan merayap.
Pantauan Antara di posko polisi yang terletak di perbatasan dua kabupaten yakni Donggala dan Parigi Moutong, Senin, jalur Trans Sulawesi menuju Kota Palu itu tampak tidak ramai lagi seperti selama arus mudik dan balik.
Kendaraan yang lewatpun dalam beberapa hari ini sudah berkurang drastis, tetapi tetap ramai karena memang ruas jalan tersebut merupakan jalur utama dari dan menuju Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Kendaraan-kendaraan dari luar wilayah Sulteng seperti dari arah Manado (Sulawesi Utara) dan Gorontalo serta Toraja dan Makassar dari Sulawesi Selatan menuju Kota Palu harus melalui ruas jalan nasional "Kebun Kopi".
Baca juga: Arus balik Lebaran lewat jalur darat menurun
Ada jalan alternatif lain seperti poros Kasimbar-Tambu yang juga bisa dilalui menuju Palu, tetapi jarak tempuh lebih jauh, sehingga para pengendara lebih memilih untuk menggunakan jalur "Kebun Kopi" yang di sisi kiri dan kanan jalan pada beberapa titik terdapat rumah makan dan juga pedagang sayur-mayur.
Juga beberapa bulan terakhir ini, banyak tumbuh tempat-tempat wisata yang cukup menarik di sepanjang kawasan itu. Termasuk beberapa titik tempat monyet hitam (makaka) berkeliaran di jalan dan mereka sangat jinak.
Bahkan karena jinak, para pengendara biasa berhenti dan memberi makan kera-kera tersebut dengan pisang atau kue.
"Itu menjadi sesuatu yang sangat berbeda dan tidak dijumpai di tempat lainnya, kecuali di ruas alan "Kebun Kopi"," kata Junaidi, seorang pengendara sepeda motor.
Menurut dia, satwa-satwa yang dilindungi itu harus mendapat perhatian dari instansi berwenang agar keberadaan mereka tidak terusik dan bisa dijadikan obyek wisata.
Baca juga: Arus balik di jalur "Kebun Kopi" Sulteng masih minim
Karena itu, jangan sampai ada masyarakat yang menangkapnya untuk kepentingan apapun, sebab monyet hitam selain dilindungi, juga semakin langka dan tidak semua daerah memiliki satwa tersebut.
"Ya ini aset yang mahal dan langka dan perlu dilindungi semua pihak," kata dia.
Selama arus mudik dan balik Lebaran, jalur "Kebun Kopi" dibuka 1x24 jam kendaraan bebas untuk melintas. Namun sejak 15 Juni 2019, jalur tersebut kembali diberlakukan buka-tutup karena ada kegiatan peningkatan dan pelebaran jalan.
Program buka-tutup jalan kembali diberlakukan lagi semata-mata agar perusahaan yang mengejakan pelebaran jalan di kawasan itu bisa melaksanakan kegiatan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
Pantauan Antara di posko polisi yang terletak di perbatasan dua kabupaten yakni Donggala dan Parigi Moutong, Senin, jalur Trans Sulawesi menuju Kota Palu itu tampak tidak ramai lagi seperti selama arus mudik dan balik.
Kendaraan yang lewatpun dalam beberapa hari ini sudah berkurang drastis, tetapi tetap ramai karena memang ruas jalan tersebut merupakan jalur utama dari dan menuju Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah.
Kendaraan-kendaraan dari luar wilayah Sulteng seperti dari arah Manado (Sulawesi Utara) dan Gorontalo serta Toraja dan Makassar dari Sulawesi Selatan menuju Kota Palu harus melalui ruas jalan nasional "Kebun Kopi".
Baca juga: Arus balik Lebaran lewat jalur darat menurun
Ada jalan alternatif lain seperti poros Kasimbar-Tambu yang juga bisa dilalui menuju Palu, tetapi jarak tempuh lebih jauh, sehingga para pengendara lebih memilih untuk menggunakan jalur "Kebun Kopi" yang di sisi kiri dan kanan jalan pada beberapa titik terdapat rumah makan dan juga pedagang sayur-mayur.
Juga beberapa bulan terakhir ini, banyak tumbuh tempat-tempat wisata yang cukup menarik di sepanjang kawasan itu. Termasuk beberapa titik tempat monyet hitam (makaka) berkeliaran di jalan dan mereka sangat jinak.
Bahkan karena jinak, para pengendara biasa berhenti dan memberi makan kera-kera tersebut dengan pisang atau kue.
"Itu menjadi sesuatu yang sangat berbeda dan tidak dijumpai di tempat lainnya, kecuali di ruas alan "Kebun Kopi"," kata Junaidi, seorang pengendara sepeda motor.
Menurut dia, satwa-satwa yang dilindungi itu harus mendapat perhatian dari instansi berwenang agar keberadaan mereka tidak terusik dan bisa dijadikan obyek wisata.
Baca juga: Arus balik di jalur "Kebun Kopi" Sulteng masih minim
Karena itu, jangan sampai ada masyarakat yang menangkapnya untuk kepentingan apapun, sebab monyet hitam selain dilindungi, juga semakin langka dan tidak semua daerah memiliki satwa tersebut.
"Ya ini aset yang mahal dan langka dan perlu dilindungi semua pihak," kata dia.
Selama arus mudik dan balik Lebaran, jalur "Kebun Kopi" dibuka 1x24 jam kendaraan bebas untuk melintas. Namun sejak 15 Juni 2019, jalur tersebut kembali diberlakukan buka-tutup karena ada kegiatan peningkatan dan pelebaran jalan.
Program buka-tutup jalan kembali diberlakukan lagi semata-mata agar perusahaan yang mengejakan pelebaran jalan di kawasan itu bisa melaksanakan kegiatan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
Pewarta: Anas Masa
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: