Coca-Cola kurangi 30 persen plastik dalam kemasan produk
13 Juni 2019 19:33 WIB
Public Affairs and Communication Director Coca-Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo (kiri), Regional Technical Director Gunawan Mangunsukarjo (kanan), dan pakar lingkungan ITB Prof Enri Damanhuri saat pencanangan Gerakan Plastic Reborn #BeraniMengubah di Jakarta, Kamis (13/6/2019) (ANTARA/Zuhdiar Laeis)
Jakarta (ANTARA) - Coca-Cola Indonesia berupaya mengurangi penggunaan material plastik sampai sekitar 25-30 persen dalam kemasan produknya sebagai langkah pengurangan limbah plastik.
"Dari desain, kami mencoba kurangi penggunaan materi plastik," kata Public Affairs and Communication Director Coca-Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo di Jakarta, Kamis.
Di sela diskusi yang menjadi rangkaian gerakan Plastic Reborn #BeraniMengubah yang diinisasi perusahaan itu, Trijono mencontohkan pengurangan material plastik itu mencakup di seluruh produk.
Ia mencontohkan produk air minum dalam kemasan Ades yang juga diproduksi Coca-Cola beratnya hanya berkisar 10 gram dengan pengurangan material plastik itu.
"Sementara di pasaran (produk sejenis) bisa 15-17 gram. Artinya, sudah sangat ringan. Di 'packaging' produk lain pun seperti itu," katanya.
Dengan semakin berkurangnya material plastik dalam kemasan produk, kata dia, sampah plastik yang dihasilkan masyarakat dari konsumsi produk itu juga berkurang.
Kedua, Trijono mengatakan Coca-Cola Indonesia juga berupaya mendorong sistem pengumpulan dan daur ulang sampah secara lebih masif.
"Kami ada target (pada) 2030 ingin meng-'collect' dan me-'recycle' sejumlah sama dengan apa yang kami produksi. Kami akan pelajari kondisi di Indonesia seperti apa, strategi ke depan seperti apa," jelasnya.
Regional Technical Director Coca-Cola Indonesia Gunawan Mangunsukarjo juga memastikan memastikan dukungan perusahaan terhadap konsep "circular economy" dengan membuat seluruh kemasan dapat didaur ulang pada 2025.
Coca-Cola Indonesia memproduksi berbagai merek minuman, seperti Coca-Cola, Sprite, Fanta, Diet Coke, Frestea, Minute Maid, Aquarius, hingga Ades.
Sementara itu, pakar pengelolaan udara dan limbah Institut Teknologi Bandung Prof Enri Damanhuri dalam kesempatan sama menyampaikan permasalahan sampah merupakan tanggung jawab seluruh pihak.
Namun, kata dia, penanganannya dapat dimulai dari masing-masing individu dengan mengelola sampah di sumbernya, mulai rumah, sekolah, maupun kantor.
"Faktor utama sampah tentu berasal dari perilaku masyarakat yang semakin konsumtif. Minimnya kesadaran dan pola pikir juga turut andil," kata Enri.
"Dari desain, kami mencoba kurangi penggunaan materi plastik," kata Public Affairs and Communication Director Coca-Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo di Jakarta, Kamis.
Di sela diskusi yang menjadi rangkaian gerakan Plastic Reborn #BeraniMengubah yang diinisasi perusahaan itu, Trijono mencontohkan pengurangan material plastik itu mencakup di seluruh produk.
Ia mencontohkan produk air minum dalam kemasan Ades yang juga diproduksi Coca-Cola beratnya hanya berkisar 10 gram dengan pengurangan material plastik itu.
"Sementara di pasaran (produk sejenis) bisa 15-17 gram. Artinya, sudah sangat ringan. Di 'packaging' produk lain pun seperti itu," katanya.
Dengan semakin berkurangnya material plastik dalam kemasan produk, kata dia, sampah plastik yang dihasilkan masyarakat dari konsumsi produk itu juga berkurang.
Kedua, Trijono mengatakan Coca-Cola Indonesia juga berupaya mendorong sistem pengumpulan dan daur ulang sampah secara lebih masif.
"Kami ada target (pada) 2030 ingin meng-'collect' dan me-'recycle' sejumlah sama dengan apa yang kami produksi. Kami akan pelajari kondisi di Indonesia seperti apa, strategi ke depan seperti apa," jelasnya.
Regional Technical Director Coca-Cola Indonesia Gunawan Mangunsukarjo juga memastikan memastikan dukungan perusahaan terhadap konsep "circular economy" dengan membuat seluruh kemasan dapat didaur ulang pada 2025.
Coca-Cola Indonesia memproduksi berbagai merek minuman, seperti Coca-Cola, Sprite, Fanta, Diet Coke, Frestea, Minute Maid, Aquarius, hingga Ades.
Sementara itu, pakar pengelolaan udara dan limbah Institut Teknologi Bandung Prof Enri Damanhuri dalam kesempatan sama menyampaikan permasalahan sampah merupakan tanggung jawab seluruh pihak.
Namun, kata dia, penanganannya dapat dimulai dari masing-masing individu dengan mengelola sampah di sumbernya, mulai rumah, sekolah, maupun kantor.
"Faktor utama sampah tentu berasal dari perilaku masyarakat yang semakin konsumtif. Minimnya kesadaran dan pola pikir juga turut andil," kata Enri.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: