Pemerintah tetap prioritaskan penyelesaian konflik agraria
12 Juni 2019 20:02 WIB
Sejumlah warga Suku Sakai kabupaten Siak korban konflik agraria yang tanahnya dicaplok oleh perusahaan sawit bertahan tinggal di bawah kolong jalan layang di Kota Pekanbaru, beberapa waktu lalu. ANTARA FOTO/FB Anggoro/aww/aa
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah tetap akan memprioritaskan penyelesaian ratusan konflik agraria melalui program reforma agraria yang menjadi prioritas Presiden sampai 2019 dan periode berikutnya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) dan Wakil Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) KSP Usep Setiawan di Jakarta, Rabu, mengatakan Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang menyepakati pembentukan Desk Penanganan Konflik Agraria Lintas Kementerian dan Lembaga, dengan KSP sebagai simpulnya juga menargetkan 167 kasus konflik agraria bisa ditangani dan diharapkan selesai di 2019.
TPPKA-KSP sejak 2016-2019 menerima laporan 666 kasus konflik agraria, seluas 1.457.084 hektare (ha) dan sedikitnya 176.132 kepala keluarga terdampak.
Berdasarkan profil pengaduan 666 kasus tersebut, terdapat 413 kasus yang memiliki informasi pendukung yang cukup sehingga dapat ditindaklanjuti.
Berdasarkan analisa TPPKA sedikitnya 167 kasus yang dapat diselesaikan dalam jangka pendek, 92 kasus diselesaikan dalam jangka menengah, dan 154 kasus yang penyelesaiannya membutuhkan waktu lebih lama.
Selanjutnya, 253 kasus belum memiliki informasi pendukung yang lengkap sehingga belum ditindaklanjuti.
“Sedang disusun penjadwalan. Agenda penanganan dan penyelesaian konflik ini merupakan agenda yang tak terpisahkan dari reforma agraria sebagai prioritas presiden sampai 2019, dan periode berikutnya sampai 2024,” kata Usep saat ditanya kisaran waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh konflik agraria tersebut.
TPPKA menerima pengaduan berupa surat, surat elektronik dan pengaduan langsung dari masyarakat yang sebagian besar terkait maladministrasi pelayanan pertanahan, tumpang tindih izin atau konsesi atas tanah dan sumber daya alam (SDA), proses pemberian ganti kerugian yang tidak adil, dan berlarutnya penyelesaian akibat pendekatan yang semata-mata legal formal, dan sebagainya.
Sebelumnya, dalam RTM yang dihadiri oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI, Kepala Staf Kepresidenan Jend (purn) Moeldoko mengatakan Pemerintah sedang berusaha mempercepat penyelesaian konflik agraria.
“Langkah yang ditempuh melalui koordinasi antarkementerian dan lembaga, serta membangun sinergi penanganan lintas-kementerian dan lembaga,” ujar dia.
Setiap kementerian-lembaga telah menunjuk pejabat penanggungjawab untuk koordinasi lintas-kementerian-lembaga tersebut.
Moeldoko mengatakan keadilan agraria menjadi perhatian serius Pemerintah, dan RTM ini merupakan langkah penting dalam percepatan penyelesaian konflik agraria tersebut.
Dalam RTM tersebut, KSP menyerahkan dokumen digital yang berisi daftar kasus beserta seluruh data-data pendukungnya kepada kementerian/lembaga terkait.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan koordinasi lintas kementerian/lembaga penting mengingat kewenangan kehutanan sudah tidak berada di level Pemerintah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Provinsi turut memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di area hutan.
“Melalui koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi penting untuk terlibat dalam inisiasi penyelesaian konflik agraria. Artikulasi teknis dalam desain koordinasi akan positif mendorong implementasi rencana penyelesaian konflik agraria,” ujar Siti.
Siti Nurbaya juga menyampaikan melalui koordinasi pula persoalan pengakuan wilayah masyarakat adat yang selama ini menjadi polemik akan potensial diselesaikan.
Sedangkan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyatakan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus agraria yang laporannya telah diterima oleh KSP. Beberapa konflik yang diterima memiliki kompleksitas tersendiri khususnya konflik agraria yang berkaitan dengan aset pemerintah.
Meski demikian, dengan jalan koordinasi antarkementerian dan lembaga ia mengaku optimistis komitmen penyelesaian konflik agraria tersebut akan dapat tercapai.
“Beberapa konflik, seperti di Teluk Jambe dan di Karawang berhasil diselesaikan. Memang masih ada beberapa konflik yang kompleks. Namun, inisiasi pola koordinasi antar kementerian-lembaga yang hari ini dibicarakan membawa langkah penyelesaian ke arah titik terang,” kata Sofyan.
Baca juga: Walhi sebut informasi HGU harusnya mudah diakses publik
Baca juga: Pemkab Kulon Progo minimalkan konflik agraria untuk proyek nasional
Baca juga: BIG: Kebijakan satu peta dorong penyelesaian konflik agraria
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) dan Wakil Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) KSP Usep Setiawan di Jakarta, Rabu, mengatakan Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang menyepakati pembentukan Desk Penanganan Konflik Agraria Lintas Kementerian dan Lembaga, dengan KSP sebagai simpulnya juga menargetkan 167 kasus konflik agraria bisa ditangani dan diharapkan selesai di 2019.
TPPKA-KSP sejak 2016-2019 menerima laporan 666 kasus konflik agraria, seluas 1.457.084 hektare (ha) dan sedikitnya 176.132 kepala keluarga terdampak.
Berdasarkan profil pengaduan 666 kasus tersebut, terdapat 413 kasus yang memiliki informasi pendukung yang cukup sehingga dapat ditindaklanjuti.
Berdasarkan analisa TPPKA sedikitnya 167 kasus yang dapat diselesaikan dalam jangka pendek, 92 kasus diselesaikan dalam jangka menengah, dan 154 kasus yang penyelesaiannya membutuhkan waktu lebih lama.
Selanjutnya, 253 kasus belum memiliki informasi pendukung yang lengkap sehingga belum ditindaklanjuti.
“Sedang disusun penjadwalan. Agenda penanganan dan penyelesaian konflik ini merupakan agenda yang tak terpisahkan dari reforma agraria sebagai prioritas presiden sampai 2019, dan periode berikutnya sampai 2024,” kata Usep saat ditanya kisaran waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh konflik agraria tersebut.
TPPKA menerima pengaduan berupa surat, surat elektronik dan pengaduan langsung dari masyarakat yang sebagian besar terkait maladministrasi pelayanan pertanahan, tumpang tindih izin atau konsesi atas tanah dan sumber daya alam (SDA), proses pemberian ganti kerugian yang tidak adil, dan berlarutnya penyelesaian akibat pendekatan yang semata-mata legal formal, dan sebagainya.
Sebelumnya, dalam RTM yang dihadiri oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI, Kepala Staf Kepresidenan Jend (purn) Moeldoko mengatakan Pemerintah sedang berusaha mempercepat penyelesaian konflik agraria.
“Langkah yang ditempuh melalui koordinasi antarkementerian dan lembaga, serta membangun sinergi penanganan lintas-kementerian dan lembaga,” ujar dia.
Setiap kementerian-lembaga telah menunjuk pejabat penanggungjawab untuk koordinasi lintas-kementerian-lembaga tersebut.
Moeldoko mengatakan keadilan agraria menjadi perhatian serius Pemerintah, dan RTM ini merupakan langkah penting dalam percepatan penyelesaian konflik agraria tersebut.
Dalam RTM tersebut, KSP menyerahkan dokumen digital yang berisi daftar kasus beserta seluruh data-data pendukungnya kepada kementerian/lembaga terkait.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan koordinasi lintas kementerian/lembaga penting mengingat kewenangan kehutanan sudah tidak berada di level Pemerintah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Provinsi turut memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di area hutan.
“Melalui koordinasi bersama Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi penting untuk terlibat dalam inisiasi penyelesaian konflik agraria. Artikulasi teknis dalam desain koordinasi akan positif mendorong implementasi rencana penyelesaian konflik agraria,” ujar Siti.
Siti Nurbaya juga menyampaikan melalui koordinasi pula persoalan pengakuan wilayah masyarakat adat yang selama ini menjadi polemik akan potensial diselesaikan.
Sedangkan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyatakan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus agraria yang laporannya telah diterima oleh KSP. Beberapa konflik yang diterima memiliki kompleksitas tersendiri khususnya konflik agraria yang berkaitan dengan aset pemerintah.
Meski demikian, dengan jalan koordinasi antarkementerian dan lembaga ia mengaku optimistis komitmen penyelesaian konflik agraria tersebut akan dapat tercapai.
“Beberapa konflik, seperti di Teluk Jambe dan di Karawang berhasil diselesaikan. Memang masih ada beberapa konflik yang kompleks. Namun, inisiasi pola koordinasi antar kementerian-lembaga yang hari ini dibicarakan membawa langkah penyelesaian ke arah titik terang,” kata Sofyan.
Baca juga: Walhi sebut informasi HGU harusnya mudah diakses publik
Baca juga: Pemkab Kulon Progo minimalkan konflik agraria untuk proyek nasional
Baca juga: BIG: Kebijakan satu peta dorong penyelesaian konflik agraria
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: