Jakarta (ANTARA) - Pengamat Tata Kota Universitas Trisaksi Nirwono Joga mengatakan Pemerintah Daerah harus bisa menciptakan pola urbanisasi berkelanjutan pasca lebaran sebagai bentuk antisipasi risiko masalah timbul dikemudian hari.

"Urbanisasi tidak dapat dihentikan dan dihindari, tapi harus dikelola dengan tepat agar dapat menyejahterakan rakyat," ujar Nirwono saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin.

Nirwono mengatakan, Jakarta merupakan kota terbuka dan siapa saja bisa masuk di dalamnya. Namun perlu dilakukan antisipasi dengan melakukan seleksi bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan dan sekedar "berjudi dengan nasib".

Beberapa dampak negatif dari pendatang yang tidak memiliki keterampilan dan tempat tinggal yang jelas di antaranya adalah menjamurnya permukiman kumuh, meningkatnya kemacetan lalu lintas, serta bertambahnya angka kriminalitas dan penyandang masalah sosial.

"Mengelola urbanisasi secara berkelanjutan bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan," kata dia.

Nirwono menyarankan Pemda DKI memiliki aturan yang jelas serta ketegasan terhadap para pendatang baru di Jakarta, agar masalah-masalah sosial tidak meningkat.

Menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi terpadat di Indonesia. Pada tahun 2018, jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10,4 juta jiwa.

Nirwono mengatakan Pemerintah DKI Jakarta harus memiliki strategi-strategi untuk mengatasi masalah urbanisasi. Beberapa cara tersebut seperti perencanaan tata kota yang didukung komitmen Pemda, pelibatan akademisi dan dunia usaha, kerja sama dengan daerah lain.

Pemerintah pusat juga berperan penting dalam mengatasi arus urbanisasi ke Jakarta. Daerah-daerah seperti Kota/Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota/Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota/Kabupaten Bekasi harus dikembangkan sebagai kota metropolitan penyangga Jakarta yang didukung pembangunan infrastruktur, properti, dan kawasan industri.

Tak hanya daerah penyangga, pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru juga harus dikembangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, yang merupakan provinsi penyumbang utama para pendatang urbanisasi ke Jakarta.

"Untuk meredam arus urbanisasi ke Jakarta, pemerintah harus konsisten membangun secara Indonesia-sentris dengan mendorong pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jakarta secara berlapis," kata dia.

Kemudian, pengembangan kepadatan di pusat-pusat kota dilakukan dengan mengoptimalkan intensifikasi tata guna lahan dan multifungsi kegiatan agar kota efisien dan efektif.

Pembangunan kawasan terpadu dan penyediaan hunian vertikal berkepadatan rendah-sedang diselenggarakan untuk meningkatkan jumlah hunian dan kesempatan kerja di dalam kota.

"Pengembangan kawasan terpadu di titik-titik strategis kota yang terintegrasi dengan jaringan transportasi massal," kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah DKI Jakarta memperkirakan jumlah pendatang baru di Jakarta setelah masa Idul Fitri akan mencapai 71.000 atau meningkat sebanyak 2.000 orang dibandingkan tahun lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meniadakan istilah operasi yustisi atau kependudukan karena ingin menjadikan Jakarta sebagai kota yang setara untuk semua golongan.

Anies menganggap operasi yustisi hanya menyasar kalangan bawah dan menengah. Anies hanya meminta pemudik yang akan membawa keluarganya ke Jakarta agar pastikan membawa surat-surat kependudukan yang lengkap. Kemudian memiliki kepesertaan BPJS, sehingga apabila mengalami masalah kesehatan, mudah tercover.

"Bawa keterampilan, bawa pengalaman, bawa kemampuan, sehingga di Jakarta ikut menggerakkan perekonomian di Ibukota. Dengan cara begitu, maka datang ke Jakarta, ikut berkontribusi kehidupan perekonomian di tempat kita," katanya.