Nakhoda pelayaran di Sanur-Bali diingatkan kondisi cuaca memburuk
4 Juni 2019 12:58 WIB
Pemudik dengan sepeda motor memadati lapangan parkir Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali (1/6/2019) Malam. PT ASDP memprediksi, puncak arus mudik dari Bali menuju Pulau Jawa melalui jalur penyeberangan pelabuhan Gilimanuk-Ketapang terjadi pada H-4 hingga H-2 Lebaran terutama saat sore dan malam hari. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/hp.
Denpasar (ANTARA) - Syahbandar Pantai Sanur di Denpasar, Bali, mengimbau nakhoda pelayaran di pantai setempat untuk berhati-hati, karena cuaca yang mulai memburuk sejak beberapa hari ini.
"Cuaca yang memburuk itu akan mempengaruhi kondisi gelombang air laut yang nantinya akan mengganggu kegiatan pelayaran, khususnya tujuan Sanur - Nusa Penida dan Nusa Lembongan," kata staf KSOP Benoa Wilayah Kerja Sanur, I Dewa Ketut Kontrol di Denpasar, Selasa.
Dengan peningkatan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara, pihak Syahbandar Pantai Sanur memberikan imbauan bagi para nakhoda yang akan berlayar dan juga memperketat perizinan berlayar.
"Cuaca buruk seperti ini, ya kalau di Bali percaya setelah Rahinan Purnama, pasti air laut pasang, untuk itu kita lakukan pengawasan dan pengecekan sebelum memulai pelayaran," katanya.
Ia mengatakan meningkatnya kunjungan wisatawan membuat Syahbandar Sanur dan juga Polisi Perairan wilayah Sanur memperketat pengawasan. Pengawasan dilakukan baik terhadap nakhodanya dan juga kondisi boat yang akan digunakan berlayar.
Pihak Syahbandar juga mengimbau kepada para Nakhoda untuk melengkapi bagian administrasi berupa Surat Persetujuan Berlayar (SPB) beserta pendaftaran dari jenis boat yang digunakan. Selain itu, kapal yang digunakan juga diwajibkan untuk tidak memiliki keterikatan dengan hutang piutang.
Untuk saat ini, keberangkatan wisatawan asing meningkat sekitar 10 hingga 15 persen yang didominasi warga asal Eropa, serta India dengan kepadatan sekitar pukul 10.00 Wita, dan kedatangan dengan tujuan Nusa Penida sekitar pukul 16.30 Wita.
"Harus melengkapi administrasi SPB, kalau ngga ada SPB ya sudah tentu ngga boleh berangkat, terus juga untuk kapasitas nya harus sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah, dan juga harus memiliki sertifikat keselamatan pengangkut kapal penumpang," katanya.
Sebelum memulai keberangkatan, para nakhoda akan diinstruksikan untuk menyiapkan dan mengecek kelengkapan berlayar. Diantaranya, seperti life Jacket yang akan selalu diinfokan kepada penumpang sebelum memulai pelayaran dan radio yang berfungsi untuk dapat mengetahui posisi nakhoda, serta perlengkapan penting lainnya. Pihak Syahbandar juga meyakini diatas pukul 17.00 Wita, tidak ada lagi kapal yang berlayar.
Ia menambahkan situasi cuaca saat ini tidak terlalu signifikan bentuknya, dan sementara masih bisa dilalui oleh para nakhkoda. Pihaknya juga menjalin kerja sama BMKG Daerah Bali untuk memperoleh informasi terkini tentang kondisi cuaca. Apabila cuaca ekstrem, pihak Syahbandar tidak akan menutup pelayaran melainkan menunda keberangkatan para nahkoda kapal.
Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar, Imam Faturahman menjelaskan terkait dengan kondisi angin kencang ini merupakan fenomena normal. Menurutnya, fenomena angin ini akan menambah suhu dingin dan terjadi pada peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau.
"Proses ini juga disebut peralihan angin ya, dari angin baratan yang akan dimulai dari Nusa Tenggara, Bali dan Jawa lalu wilayah kalimantan dan Sulawesi, hingga berakhir di bulan Agustus 2019 untuk wilayah Indonesia dan dominan lebih ke arah angin Timuran," katanya.
"Cuaca yang memburuk itu akan mempengaruhi kondisi gelombang air laut yang nantinya akan mengganggu kegiatan pelayaran, khususnya tujuan Sanur - Nusa Penida dan Nusa Lembongan," kata staf KSOP Benoa Wilayah Kerja Sanur, I Dewa Ketut Kontrol di Denpasar, Selasa.
Dengan peningkatan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara, pihak Syahbandar Pantai Sanur memberikan imbauan bagi para nakhoda yang akan berlayar dan juga memperketat perizinan berlayar.
"Cuaca buruk seperti ini, ya kalau di Bali percaya setelah Rahinan Purnama, pasti air laut pasang, untuk itu kita lakukan pengawasan dan pengecekan sebelum memulai pelayaran," katanya.
Ia mengatakan meningkatnya kunjungan wisatawan membuat Syahbandar Sanur dan juga Polisi Perairan wilayah Sanur memperketat pengawasan. Pengawasan dilakukan baik terhadap nakhodanya dan juga kondisi boat yang akan digunakan berlayar.
Pihak Syahbandar juga mengimbau kepada para Nakhoda untuk melengkapi bagian administrasi berupa Surat Persetujuan Berlayar (SPB) beserta pendaftaran dari jenis boat yang digunakan. Selain itu, kapal yang digunakan juga diwajibkan untuk tidak memiliki keterikatan dengan hutang piutang.
Untuk saat ini, keberangkatan wisatawan asing meningkat sekitar 10 hingga 15 persen yang didominasi warga asal Eropa, serta India dengan kepadatan sekitar pukul 10.00 Wita, dan kedatangan dengan tujuan Nusa Penida sekitar pukul 16.30 Wita.
"Harus melengkapi administrasi SPB, kalau ngga ada SPB ya sudah tentu ngga boleh berangkat, terus juga untuk kapasitas nya harus sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah, dan juga harus memiliki sertifikat keselamatan pengangkut kapal penumpang," katanya.
Sebelum memulai keberangkatan, para nakhoda akan diinstruksikan untuk menyiapkan dan mengecek kelengkapan berlayar. Diantaranya, seperti life Jacket yang akan selalu diinfokan kepada penumpang sebelum memulai pelayaran dan radio yang berfungsi untuk dapat mengetahui posisi nakhoda, serta perlengkapan penting lainnya. Pihak Syahbandar juga meyakini diatas pukul 17.00 Wita, tidak ada lagi kapal yang berlayar.
Ia menambahkan situasi cuaca saat ini tidak terlalu signifikan bentuknya, dan sementara masih bisa dilalui oleh para nakhkoda. Pihaknya juga menjalin kerja sama BMKG Daerah Bali untuk memperoleh informasi terkini tentang kondisi cuaca. Apabila cuaca ekstrem, pihak Syahbandar tidak akan menutup pelayaran melainkan menunda keberangkatan para nahkoda kapal.
Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar, Imam Faturahman menjelaskan terkait dengan kondisi angin kencang ini merupakan fenomena normal. Menurutnya, fenomena angin ini akan menambah suhu dingin dan terjadi pada peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau.
"Proses ini juga disebut peralihan angin ya, dari angin baratan yang akan dimulai dari Nusa Tenggara, Bali dan Jawa lalu wilayah kalimantan dan Sulawesi, hingga berakhir di bulan Agustus 2019 untuk wilayah Indonesia dan dominan lebih ke arah angin Timuran," katanya.
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019
Tags: