Batam (ANTARA News) - Mantan perdana menteri Singapura Lee Kuan Yew menyatakan bersedih karena mantan presiden Soeharto sampai menjelang akhir hidupnya tidak menerima penghargaan dan kemuliaan yang sepatutnya selaku pemimpin di masa lalu. "Saya sedih melihat sahabat lama yang dengannya saya pernah bekerja erat lebih dari 30 tahun, tidak sepenuhnya menerima itu," kata Lee kepada media Singapura setelah mengunjungi Soeharto, 86, yang sudah sepekan terbaring kritis di RS Pertamina, Jakarta, Minggu. Menurut Menteri Pembimbing Singapura itu, dalam 32 tahun pemerintahan Soeharto, betul terjadi korupsi dan pemberian sokongan kemudahan (favours) kepada keluarga dan teman-temannya, tetapi pada ketika itu pula terdapat pertumbuhan dan kemajuan yang nyata. Ketika banyak orang di dalam dan di luar negeri menyoroti Soeharto dari aspek korupsi, penyalaggunaan kekuasaan, dan pelanggaran hak asasi manusia, Lee mantan kepala negara pertama penjenguk Soeharto yang telah sepekan dirawat intensif, mengenang jasa mantan koleganya dari sudut pembangunan. Lee seperti dipublikasikan Channel News Asia menyatakan pula, "Ia mendidik rakyat. Ia membangun berbagai jalan dan infrastruktur." Hal tersebut berbeda dengan Jenderal Newin yang mengambil alih kekuasaan di Burma (Myanmar) di era 1960-an dan tenggang waktu kekuasaannya dengan Soeharto hampir sama. Jenderal Newin memilih jalan sendiri --sosialisme Burma-- sedangkan Jenderal Soeharto, menurut Lee, mempunya tim ekonomi sehingga membawa negerinya pada pertumbuhan dan kemajuan. Ia mengatakan, "Sangat sedikit orang seusia dia dan seumur saya yang masih ingat masa silam. Jika mereka bisa mengingat masa lalu, akan mengetahui bahwa pada tahun 1960-an, Indonesia berada dalam masa ekonomi yang sangat sulit, hyper-inflasi seperti Zimbabwe sekarang." Dewasa ini, menurut Lee, perekonomian Indonesia lebih baik, dan itu berkat kepemimpinan Soeharto. Soeharto, demikian Lee, menstabilkan hubungan internasional, bekerjasama dengan negara-negara anggota ASEAN dan membuat ASEAN lebih sukses ketimbang SARC (sekarang SAARC, Perhimpunan Asia Selatan untuk Kerjasama Kawasan) setelah ekses konfrontasi dan kebijakan luar negeri Soekarno. "Sekarang, kita memiliki Asia Tenggara yang stabil," katanya. Lee berpendapat, rakyat Indonesia beruntung. Mereka, katanya, mempunyai jenderal yang berkuasa, dengan tim penyelenggara (administrator pemerintahan) yang kompeten, termasuk tim ekonom yang sangat baik untuk membangun negeri.(*)