Makassar (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Sulsel akan menggugat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP di Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan pembekuan DPW Sulsel sebagaimana yang tertuang dalam SK DPP Nomor 043 DPP/W/XII/2007. Ketua DPW PPP Sulsel Jalaluddin di Makassar, Sabtu, mengatakan DPP telah berlaku zalim kepada DPW Sulsel karena beberapa alasan pembekuan DPW yang disebutkan DPP, dianggap tidak valid dan tidak memiliki dasar yang kuat. Dalam SK DPP PPP itu kata Jalaluddin, DPW dianggap gagal karena tidak berhasil memenangkan Pilkada gubernur Sulsel 2008-2013 dan gagal mendapatkan keuntungan materil, justru mengeluarkan uang sendiri, baik dari partai maupun masing-masing kader. "DPW memang gagal seperti itu, tetapi berhasil memperbaiki citra perpolitikan dan membentuk Koalisi Keumatan dan Kebangsaan (KKK) yang berhasil menawarkan calon alternatif. Kita juga memberikan pelajaran politik yang bersih kepada masyarakat bahwa PPP tidak mencari uang dari calon, tapi ikhlas berjuang," ujar anggota fraksi PPP DPRD Sulsel ini. Selain itu lanjut Jalaluddin, perbaikan citra yang selama ini dibentuk DPW terkait dengan pembelajaran politik yang bersih, kurang dihargai DPP, "Kami kan juga berhasil meraup suara hampir 22 persen. Perolehan suara ini, melebihi dari prediksi kami yang hanya menargetkan suara 10 persen," kata Jalaluddin. Jalaluddin juga membantah bila pihaknya dianggap gagal mengatasi konflik yang terjadi di Sulsel. Menurut dia, dalam berbagai penyelesaian konflik, DPW PPP Sulsel telah berupaya untuk menciptakan atau meredam berbagai persoalan partai yang muncul di daerah ini dengan cara melakukan klarifikasi dan rapat-rapat dalam membahas berbagai persoalan parpol. Yang pasti katanya, gugatan DPW ini akan segera dilayangkan secepatnya guna mendapatkan keadilan. "Kami punya bukti-bukti yang kuat atas ketidakbenaran alasan DPP yang telah membekukan DPW tertanggal 28 Desember 2007," ujarnya. Saat ini, DPW PPP Sulsel dipimpin caretaker Ketua DPW yakni Ali Hardi Ki Demak, Zainal T (sekretaris) dan Mursyida (bendahara). (*)