Penumpang perahu tujuan Pulau Penyengat tidak pakai pelampung
31 Mei 2019 18:33 WIB
Sejumlah warga menggunakan jasa perahu dari Pelabuhan Kuning, Tanjungpinang menuju Pulau Penyengat tanpa menggunakan jaket pelampung. (Foto: Nikolas Panama)
Tanjungpinang (ANTARA) - Penumpang perahu dari Pelabuhan Kuning, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau kembali tidak memakai jaket pelampung menuju Pulau Penyengat.
"Kami bukan tidak mau pakai, melainkan tidak diberi pelampung pada saat naik perahu," kata Sari, penumpang perahu, di Pulau Penyengat, Jumat.
Sejumlah nakhoda perahu mengatakan bahwa sejak peristiwa tenggelamnya perahu di perairan antara Pulau Penyengat dan Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang, penumpang kerap mengenakan jaket pelampung. Namun, itu tidak berlangsung lama.
Perahu tenggelam pada bulan Agustus 2016 menyebabkan belasan orang meninggal dunia. Berbagai pihak memberi bantuan jaket pelampung kepada pemilik perahu. Akan tetapi, hanya digunakan selama sekitar setengah tahun.
Ketua Komunitas Bakti Bangsa Dhika menegaskan bahwa penggunaan jaket keselamatan atau jaket pelampung merupakan hak penumpang, sementara pemilik perahu wajib menyediakannya untuk penumpang.
"Ada perahu yang tidak menyiapkan pelampung sesuai dengan jumlah maksimal penumpang. Ini seharusnya mendapat perhatian pihak berwenang agar perahu yang tidak memenuhi persyaratan berlayar, tidak diperkenankan berlayar," ujar Dhika.
Kapolres Tanjungpinang AKBP Ucok Lasdin Silalahi mengimbau seluruh pemilik jasa transportasi laut menyediakan pelampung atau jaket keselamatan sebagai upaya antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Keselamatan penumpang merupakan hal yang utama, yang harus diperhatikan.
"Kami tidak ingin musibah pada tahun 2016 terulang lagi. Oleh karena itu, kami mengimbau seluruh pemilik perahu ataupun kapal cepat menyediakan jaket pelampung untuk penumpang. Penumpang juga harus mengenakannya sebelum perahu berlayar," katanya.
"Kami bukan tidak mau pakai, melainkan tidak diberi pelampung pada saat naik perahu," kata Sari, penumpang perahu, di Pulau Penyengat, Jumat.
Sejumlah nakhoda perahu mengatakan bahwa sejak peristiwa tenggelamnya perahu di perairan antara Pulau Penyengat dan Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang, penumpang kerap mengenakan jaket pelampung. Namun, itu tidak berlangsung lama.
Perahu tenggelam pada bulan Agustus 2016 menyebabkan belasan orang meninggal dunia. Berbagai pihak memberi bantuan jaket pelampung kepada pemilik perahu. Akan tetapi, hanya digunakan selama sekitar setengah tahun.
Ketua Komunitas Bakti Bangsa Dhika menegaskan bahwa penggunaan jaket keselamatan atau jaket pelampung merupakan hak penumpang, sementara pemilik perahu wajib menyediakannya untuk penumpang.
"Ada perahu yang tidak menyiapkan pelampung sesuai dengan jumlah maksimal penumpang. Ini seharusnya mendapat perhatian pihak berwenang agar perahu yang tidak memenuhi persyaratan berlayar, tidak diperkenankan berlayar," ujar Dhika.
Kapolres Tanjungpinang AKBP Ucok Lasdin Silalahi mengimbau seluruh pemilik jasa transportasi laut menyediakan pelampung atau jaket keselamatan sebagai upaya antisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan. Keselamatan penumpang merupakan hal yang utama, yang harus diperhatikan.
"Kami tidak ingin musibah pada tahun 2016 terulang lagi. Oleh karena itu, kami mengimbau seluruh pemilik perahu ataupun kapal cepat menyediakan jaket pelampung untuk penumpang. Penumpang juga harus mengenakannya sebelum perahu berlayar," katanya.
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: