Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi serangan hama Spodoptera frugiperda atau ulat grayak di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Barat.

Sebelumnya diberitakan, sejak bulan Maret 2019, hama spodoptera frugiperda atau Fall Armyworm (FWA) dilaporkan mulai ditemukan di Indonesia yakni di Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Edy Purnawan melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, menyatakan melalui hasil temuan tersebut pihaknya telah mengambil langkah-langkah antisipasi dari bahaya hama yang berasal dari Brasil tersebut.

"Kami sudah mengirimkan surat edaran kepada Dinas Pertanian dan BPTPH untuk Provinsi di seluruh Indonesia. Kami ingatkan, untuk meningkatkan kewaspadaan dari bahaya hama yang juga dikenal sebagai ulat grayak itu," kata Edy.

Dalam surat edaran tersebut, Kementan mengingatkan agar Pemprov melakukan pemantauan intensif, khususnya di daerah sentral produksi jagung. Selain itu Kementan juga mengirimkan bantuan pestisida ke lokasi-lokasi yang terindikasi terjadi serangan hama tersebut.

Langkah antisipasi lain, tambahnya, yakni melakukan gerakan pengendalian di daerah terjadinya serangan Spodoptera frugiperda.

"Sampai dengan saat ini, Spodoptera frugiperda telah dilaporkan oleh petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan), telah ada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung," katanya.

Diantara provinsi yang melaporkan bahaya serangan hama ulat grayak, Provinsi Sumatera Utara yang merupakan daerah dengan serangan yang cukup luas. Antisipasi lain dari Ditjen Tanaman Pangan, telah mengirimkan bantuan pestisida ke lokasi-lokasi terjadinya serangan

Ulat grayak atau Spodoptera frugiperda (Fall armyworm) merupakan hama ulat grayak yang berasal dari daratan Amerika. Pada tahun 2016, persebarannya telah sampai di Nigeria, dan tahun 2018 telah ditemukan di Thailand dan Sri Lanka. Indonesia sendiri baru masuk di awal tahun 2019.

Edy menjelaskan, hama ulat grayak tergolong hama baru di Indonesia, dan masih dinyatakan sebagai OPT Karantina. Oleh karena itu, teknologi pengendalian yang spesifik untuk mengendalikan hama tersebut, belum banyak ditemukan.

"Jadi, untuk mendapatkan masukan dari para pakar perlindungan tanaman pangan, telah dilaksanakan FGD yang dihadiri oleh para pakar dari Perguruan Tinggi, yaitu UGM, IPB dan UB Malang," katanya.

Melalui diskusi terbatas tersebut, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan, menghasilkan sejumlah rekomendasi langkah-langkah penanganan hama Spodoptera frugiperda.

Rekomendasi tersebut di antaranya, melakukan sosialisasi kepada petugas lapangan dan petani tentang hama Spodoptera frugiperda dan penanganannya, melakukan bimbingan teknis kepada petugas lapangan (POPT, Penyuluh) dan masyarakat/petani tentang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Spodoptera frugiperda.

Melakukan gerakan pengendalian di daerah-daerah yang terkena serangan Spodoptera frugiperda, mengusulkan penyediaan insektisida yang efektif mengendalikan Spodoptera frugiperda.

Melakukan perbanyakan agens pengendali hayati dengan mengoptimalkan peran PPAH (Pos Pelayanan Agens Hayati) serta berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk monitoring dan surveilans Spodoptera frugiperda.

Baca juga: Kementan diminta waspadai masuknya ulat grayak "Fall Armyworm"