Warga muslim Desa Wakal Maluku Tengah peringati malam tujuh likur
30 Mei 2019 04:08 WIB
Tradisi Maasiri Rumah Sigit Warga Negeri Rohomoni, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, mengikuti tradisi Maasiri Rumah Sigit atau pergantian atap Masjid Tua Uli Hatuhaha, di Desa Rohomoni, Rabu (21/5). Tradisi pergantian atap Masjid yang dibangun pada abad 16 Masehi tersebut dilakukan setahun sekali sebagai simbol penyucian dan pembersihan diri menyambut bulan Ramadhan. (ANTARA FOTO/ Jimmy Ayal/ss/nz/14).
Ambon (ANTARA) - Warga muslim di Desa Wakal, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku pada Rabu (29/5) memperingati malam tujuh likur Ramadhan 1440 Hijriah dengan menyalakan ratusan lilin, pelita dan obor di berbagai kawasan.
Pantauan Antara, ibarat festival cahaya, peringatan malam tujuh likur di Desa Wakal diwarnai dengan cahaya dari ratusan lilin, pelita dan obor yang dinyalakan di teras-teras rumah penduduk, berbagai sudut jalan dan kawasan, termasuk di komplek pemakaman.
Ratusan lilin, pelita dan obor tersebut mulai dinyalakan oleh warga setempat selepas Maghrib dan baru akan dipadamkan saat fajar.
Peringatan malam tujuh likur di Wakal juga diramaikan oleh anak-anak dan remaja setempat yang berjalan keliling kampung membawa obor sambil bertakbir, dan menyanyikan lagu suka cita tentang Hari Raya Idul Fitri.
Aktivitas membawa obor keliling kampung tersebut dilaksanakan usai shalat Maghrib dan baru dihentikan saat memasuki waktu shalat Isya.
Berada di antara Desa Hitu Lama dan Hila, Wakal merupakan satu dari 12 kampung berpenduduk muslim sunni di Kecamatan Leihitu. Umat muslim di Wakal diketahui melaksanakan ibadah puasa 1 Ramadhan 1440 Hijriah pada 4 Mei 2019, dua hari lebih dulu dari yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI.
Sebagai desa adat, Wakal masih mempertahankan tradisi-tradisi yang dilaksanakan sejak masa leluhur mereka, termasuk menetapkan waktu pelaksanaan ibadah 1 puasa Ramadhan yang tidak hanya menggunakan metode perhitungan hisab secara rukyat, tetapi juga berpatokan pada kalender falakiah kuno yang tersimpan di Masjid Nurul Awal.
Memperingati malam tujuh likur dengan menyalakan banyak cahaya, juga merupakan salah satu tradisi yang telah dilaksanakan oleh warga Wakal secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu.
Menerangi kampung dengan banyak cahaya oleh warga Wakal dimaksudkan sebagai ungkapan syukur dan suka cita terhadap turunnya firman Alquran, yang juga dimaknai sebagai cahaya penerangan bagi umat muslim.
Baca juga: Sejumlah desa muslim di Maluku laksanakan ibadah puasa lebih dulu
Baca juga: Dispar Maluku Tenggara buka puasa bersama komunitas pariwisata Kei
Pantauan Antara, ibarat festival cahaya, peringatan malam tujuh likur di Desa Wakal diwarnai dengan cahaya dari ratusan lilin, pelita dan obor yang dinyalakan di teras-teras rumah penduduk, berbagai sudut jalan dan kawasan, termasuk di komplek pemakaman.
Ratusan lilin, pelita dan obor tersebut mulai dinyalakan oleh warga setempat selepas Maghrib dan baru akan dipadamkan saat fajar.
Peringatan malam tujuh likur di Wakal juga diramaikan oleh anak-anak dan remaja setempat yang berjalan keliling kampung membawa obor sambil bertakbir, dan menyanyikan lagu suka cita tentang Hari Raya Idul Fitri.
Aktivitas membawa obor keliling kampung tersebut dilaksanakan usai shalat Maghrib dan baru dihentikan saat memasuki waktu shalat Isya.
Berada di antara Desa Hitu Lama dan Hila, Wakal merupakan satu dari 12 kampung berpenduduk muslim sunni di Kecamatan Leihitu. Umat muslim di Wakal diketahui melaksanakan ibadah puasa 1 Ramadhan 1440 Hijriah pada 4 Mei 2019, dua hari lebih dulu dari yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI.
Sebagai desa adat, Wakal masih mempertahankan tradisi-tradisi yang dilaksanakan sejak masa leluhur mereka, termasuk menetapkan waktu pelaksanaan ibadah 1 puasa Ramadhan yang tidak hanya menggunakan metode perhitungan hisab secara rukyat, tetapi juga berpatokan pada kalender falakiah kuno yang tersimpan di Masjid Nurul Awal.
Memperingati malam tujuh likur dengan menyalakan banyak cahaya, juga merupakan salah satu tradisi yang telah dilaksanakan oleh warga Wakal secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu.
Menerangi kampung dengan banyak cahaya oleh warga Wakal dimaksudkan sebagai ungkapan syukur dan suka cita terhadap turunnya firman Alquran, yang juga dimaknai sebagai cahaya penerangan bagi umat muslim.
Baca juga: Sejumlah desa muslim di Maluku laksanakan ibadah puasa lebih dulu
Baca juga: Dispar Maluku Tenggara buka puasa bersama komunitas pariwisata Kei
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019
Tags: