Washington (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Libya, Abdel-Rahman Shalqam, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Condoleezza Rice, yang menjadi tuan rumah dalam kunjungan tingkat tinggi sekaligus bersejarah dari pejabat Libya ke Washington DC dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Pertemuan Shalqam dengan Rice di Departemen Luar Negeri AS itu, Kamis waktu setempat, bertujuan untuk memperdalam hubungan-hubungan di antara kedua negara, suatu kemajuan yang dicapai setelah Libya mengecam terorisme dan setuju untuk membongkar sistem persenjataan perusak massalnya pada 2003. AS sejak itu kemudian memulihkan hubungan dengan Libya, mencabut negara itu dari daftar negara sponsor terorisme dan pada 2006, AS mencabut sanksi ekonomi terakhirnya yang telah diberlakukan sejak awal tahun 1980-an. Hubungan AS-Libya telah melewati beberapa tahun belakangan ini, makin maju, bertambah baik, setelah kami membuat kemajuan dalam berbagai praktek berdasarkan berbagai masalah penting yang melibatkan hubungan AS-Libya, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Sean McCormack. Pertemuan itu terjadi pada hari yang sama Libya mulai menampilkan pejabat tinggi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan di New York, di mana dia mengambil alih posisi sebagai Ketua Dewan Keamanan (DK) PBB selama Januari 2008, di permulaan tugas dua tahunan badan pembuat keputusan terpenting di PBB. Rice telah dua kali bertemu dengan Menlu Libya di PBB, New York, namun pada saat itu Libya masih belum mempunyai pejabat tinggi di Washington sejak tahun 1970-an. Shalqam pada Rabu berkunjung ke Gedung Putih dan Kongres AS, serta bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi AS lainnya pada Kamis. Kunjungan itu tanpa adanya kontroversi apa pun. Keluarga korban pesawat Pan Am, yang dibom pada 1988 di atas Lockerbie, Skotlandia, memprotes pertemuan itu, karena pihak Tripoli, ibukota Libya, tidak memberikan pembayaran akhir kepada para keluarga korban. Agenda pembicaraan kedua menteri luar negeri antara lain termasuk keinginan AS agar Libya melakukan perubahan-perubahan dan mencapai kemajuan dalam pelaksanaan hak asasi manusia. (*)