LSM di Sulteng ajak masyarakat jaga kelestarian satwa endemik
26 Mei 2019 22:34 WIB
Salah satu satwa endemik Sulawsai burung Celepuk Sulawesi. Burung ini umum ditemukan di Taman Nasional Lore LIndu (TNLL) , dari dataran rendah sampai dataran tinggi, menghuni hutan primer dan sekunder yang tinggi, tepi hutan, lahan budidaya. ANTARA/Dok. LSM KOMIU/aa
Palu (ANTARA) - Lembaga Sawadaya Masyarakat Kelompok Muda Peduli Hutan (LSM KOMIU) Sulawesi Tengah mengajak masyarakat agar menjaga kelestarian satwa endemik yang masih berkembang biak di daerah tersebut.
Salah seorang pengamat burung LSM KOMIU Givents di Palu, Minggu, mengatakan, satwa endemik adalah salah satu aset daerah hidup di alam liar yang perlu dilestarikan agar tidak terancam punah.
"Perburuan liar jadi ancaman bagi satwa-satwa liar yang hidup di hutan. Kita sebagai mahluk hidup harus bijak, tidak merusak ekosisitem sebagai habitat satwa," ujarnya.
Dia menilai, selain perburuan dan perambahan hutan secara ilegal untuk kepentingan tertentu juga menjadi salah satu acaman serius bagi binatang-binatang yang hidup di hutan.
Justru aktivitas semacam itu merusak habitat satwa liar dan ekositem alam yang berdampak luas.
"Kita sudah diberikan anugerah, kekayaan alam kita melimpah termasuk hasil hutan. Jangan sampai habitat satwa-satwa ini menjadi korban kepentingan sesaat, " tambahnya.
Dia meminta agar pemerintah menyikapi secara serius dan bertindak tegas terhadap aktivitas perburuan satwa dilindungi termasuk perdagangannya.
"Sebagai mahluk sosial kita wajib menjaga kelestarian flora dan fauna. Jangan lagi ada perdagangan satwa dilindungi," harapnya.
Sebagai lembaga yang konsen terhadap ekologi, lanjutnya LSM KOMIU saat ini sedang melakukan riset dan pemantauan satwa endemik di alam liar.
Dia mengaku, sedikitnya sudah ada 19 jenis endemik Sulawesi khususunya burung yang teramati dan terdokumentasi oleh LSM KOMIU.
"Dari hasil pemantauan kami, terdapat satu spesies burung gagak Banggai terancam punah. Burung ini senang hidup di hutan bakau, kami sangat beruntung bisa mendokumentasikan pada awal Mei 2019 di Kabupaten Morowali karena burung ini sudah jarang dijumpai," ucap Givents dan menambahkan masih banyak burung endemik belum terpantau oleh pihaknya.
Menurut World Conservation Union, urainya spesies itu (gagak Banggai) sempat dinyatakan punah, namun saat survei di Pulau Peleng, Kabupaten Banggai Kepulauan antara 2007/2008 spesies tersebut ditemuhkan kembali.
Salah seorang pengamat burung LSM KOMIU Givents di Palu, Minggu, mengatakan, satwa endemik adalah salah satu aset daerah hidup di alam liar yang perlu dilestarikan agar tidak terancam punah.
"Perburuan liar jadi ancaman bagi satwa-satwa liar yang hidup di hutan. Kita sebagai mahluk hidup harus bijak, tidak merusak ekosisitem sebagai habitat satwa," ujarnya.
Dia menilai, selain perburuan dan perambahan hutan secara ilegal untuk kepentingan tertentu juga menjadi salah satu acaman serius bagi binatang-binatang yang hidup di hutan.
Justru aktivitas semacam itu merusak habitat satwa liar dan ekositem alam yang berdampak luas.
"Kita sudah diberikan anugerah, kekayaan alam kita melimpah termasuk hasil hutan. Jangan sampai habitat satwa-satwa ini menjadi korban kepentingan sesaat, " tambahnya.
Dia meminta agar pemerintah menyikapi secara serius dan bertindak tegas terhadap aktivitas perburuan satwa dilindungi termasuk perdagangannya.
"Sebagai mahluk sosial kita wajib menjaga kelestarian flora dan fauna. Jangan lagi ada perdagangan satwa dilindungi," harapnya.
Sebagai lembaga yang konsen terhadap ekologi, lanjutnya LSM KOMIU saat ini sedang melakukan riset dan pemantauan satwa endemik di alam liar.
Dia mengaku, sedikitnya sudah ada 19 jenis endemik Sulawesi khususunya burung yang teramati dan terdokumentasi oleh LSM KOMIU.
"Dari hasil pemantauan kami, terdapat satu spesies burung gagak Banggai terancam punah. Burung ini senang hidup di hutan bakau, kami sangat beruntung bisa mendokumentasikan pada awal Mei 2019 di Kabupaten Morowali karena burung ini sudah jarang dijumpai," ucap Givents dan menambahkan masih banyak burung endemik belum terpantau oleh pihaknya.
Menurut World Conservation Union, urainya spesies itu (gagak Banggai) sempat dinyatakan punah, namun saat survei di Pulau Peleng, Kabupaten Banggai Kepulauan antara 2007/2008 spesies tersebut ditemuhkan kembali.
Pewarta: Muhammad Arshandi/Ridwan
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: