Dengan nama yang sudah tidak asing dan posisi di jalur menuju Gunung Tangkuban Perahu, Desa Jayagiri yang luasnya sekitar 946 hektare dan mencakup persawahan, perkebunan dan hutan punya peluang untuk mengembangkan objek-objek wisata alam.
"Dulu kan terkenal kalau mau ke Tangkuban Perahu, hiking, pasti lewat hutan Jayagiri, kurang lebih delapan kilometer sampai ke kawah Tangkuban Perahu," kata Sekretaris Desa Jayagiri Deni Iskandar.
Warga dan aparat desa hasil pemekaran Desa Lembang tahun 1982 itu tidak menyia-nyiakan peluang di hadapan mereka. Bekerja sama dengan Perhutani, mereka mengembangkan area hutan desa menjadi destinasi wisata alam tanpa merusak ekosistemnya.
Deni menjelaskan warga mulai melihat dan memanfaatkan potensi pengembangan pariwisata desa tahun 2015. Ketika itu warga membuat kantung-kantung pariwisata seperti daerah perkemahan, area mancakrida, dan panggung-panggung seni di alam.
"Dari dulu juga sudah ada inisiatif masyarakat, hanya saja sekarang lebih banyak dan meluas," katanya.
Pemerintah mulai mengucurkan Dana Desa tahun 2015, dan pemerintah desa antara lain menggunakannya untuk membangun jalan yang lebih baik menuju tempat-tempat wisata.
Daerah-daerah wisata desa pun makin berkembang, sehingga kini setiap tahun ada sekitar 25 ribu wisatawan yang mengunjungi Jayagiri.
Wana Wisata Jayagiri
Desa Jayagiri merupakan jalur penghubung menuju Gunung Tangkuban Perahu, biasa dilewati para penyuka hiking dan camping yang hendak ke gunung dengan hamparan pohon pinus dan perkebunan teh itu.
Hutan Jayagiri masih lebat, rindang, dan asri dengan pepohonan pinus dan pohon-pohon besar lain. Hawanya sejuk. Di kawasan hutan itu sudah ada papan-papan petunjuk jalan bagi para pendaki, tempat berlindung, pos jaga, toilet, dan tempat sampah..
Wisatawan bisa berkemah, menggelar kegiatan pelatihan, bersepeda, hiking, atau sekedar menikmati alam di wana wisata Jayagiri yang konturnya bergelombang.
Sementara para penyuka sejarah bisa mampir ke taman yang dibangun untuk menandai penanaman pohon kina pertama di Indonesia oleh naturalis, doktor, ahli botani, ahli geologi dan pengarang berkebangsaan Jerman Franz Wilhelm Junghuhn.
Peneliti yang lahir 26 Oktober 1809 itu menjadikan Lembang sebagai rumah kedua, dan tinggal di Jayagiri hingga tutup usia pada 24 April 1864.
Para wisatawan yang menaiki mobil offroad menjajal trek offroad di Hutan Desa Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)
Inovasi Desa
Desa Jayagiri sejak zaman Belanda dilalui jalur yang menghubungkan tiga kecamatan yang berujung di daerah Cikole, Lembang. Sejak tahun 2000, penyuka olahraga offroad sering melintasi jalur itu.
Warga menangkap prospek ekonomi dari kegiatan olahraga ekstrem tersebut dengan membuka kios-kios di tengah hutan.
"Mungkin kan warga melihat prospek, karena wisatawan offroad butuh kawasan khusus untuk istirahat. Mereka kerja sama juga dengan Perhutani sebagai pengelola hutan," kata Deni.
Desa juga membuat peraturan untuk memastikan kegiatan olahraga offroad tidak sampai ke jalur permukiman.
"Masuknya itu dari Cikole, karena takut aksesnya kotor makanya semuanya melalui satu pintu," kata dia.
Tahun 2014 perusahaan-perusahaan penyedia jasa wisata menawarkan paket wisata offroad bagi wisatawan dari luar daerah, dan memesan makanan dari kios-kios tengah hutan milik warga Jayagiri.
Pada akhir pekan, penyedia jasa wisata bisa membawa 400 orang untuk merasakan pengalaman makan siang di hutan.
Bersamaan dengan perkembangan sektor pariwisata, tumbuh pula usaha untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, termasuk menyediakan kayu bakar dan pasokan kopi untuk kedai-kedai di sekitar Lembang.
Guna mencegah dampak buruk kegiatan wisata terhadap kondisi lingkungan, pendidikan mengenai pengelolaan hutan diberikan kepada warga.
Deni mengatakan warga desanya sering mendapat kesempatan mengikuti pelatihan kepariwisataan, antara lain dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung Barat.
"Terus kemarin juga ada penelitian dari perguruan tinggi ke Gunung Putri, mereka sampai camping di sana. Datanya akan masuk ke Pemkab nantinya akan ada tindak lanjut terkait pendidikan kepada masyarakat," katanya.
"Jadi tetap kita harus melestarikan alam itu walaupun penduduk bertambah," katanya.
Selain mampu mengembangkan wisata alam, Desa Jayagiri juga memiliki Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal dan Informal (PP-PAUDNI) Regional 1 Jayagiri Bandung, yang tahun 2016 menjadi percontohan bagi negara-negara di Asia Pasifik.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengakui keberadaan PAUD tersebut, yang menjalankan program Eco Kewirausahaan Ramah Pemuda dan Dewasa.
Kepala PP-PAUDNI Djajeng Baskoro menjelaskan keberhasilan itu tidak lepas dari upaya warga berinovasi dalam kegiatan wirausaha kreatif berbasis keunggulan lokal.
"Ada kerajinan tangan wayang, ukiran tangan, budidaya ikan tawar yang menggunakan dari limbah daur ulang sebagai bahan baku," kata Djajeng.
Pemerintah Desa Jayagiri mengembangkan potensi wisatanya dengan melibatkan warga. Penerapan model itu memang tepat, mengingat pengembangan desa wisata memang membutuhkan upaya berkesinambungan yang melibatkan seluruh komponen.
Selain itu model pengembangan desa wisata berbasis pemberdayaan masyarakat yang menitikberatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan menurut penelitian paling cocok untuk desa-desa yang mengembangkan pariwisata. (KR-GUS)
Baca juga:
Rambipuji berinovasi menuju desa wisata
Rempoah bersinergi mewujudkan desa mandiri