IAIB: Penting melibatkan pengungsi selama pembangunan huntap
22 Mei 2019 21:58 WIB
Wakil Ketua I Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suprayoga Hadi (kiri) membeeikan pemaparan dalam kegiatan bedah buku di depan sejumlah akademisi di Aula Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako, Rabu (22/5). (Antaranews Sulteng/Muh. Arsyandi)
Palu (ANTARA) - Wakil Ketua I Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suprayoga Hadi menyatakan pentingnya melibatkan pengungsi korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala selama proses pembangunan hunian tetap (huntap) nanti.
Menurut dia, kurang tepat jika pembangunan huntap selama masa rehabilitasi hingga rekonstruksi hingga dua tahun ke depan mendatang hanya menunggu beres dan mengandalkan pengembang meski sama sekali tidak melanggar aturan yang ada.
"Huntap bisa tidak kayak di Yogyakarta? di Yogya itu 260 ribu huntap selesai dibangun dalam dua tahun. Kenapa bisa cepat ? karena sifatnya itu yang dinamakan dengan tri kompak," katanya dalam rapat dengan sejumlah akademisi di Aula Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako (Untad), Rabu (22/5).
Selain diyakini dapat rampung lebih cepat jika melibatkan seluruh pengungsi penerima bantuan huntap, Dia yakin kualitas huntap yang dibangun secara bersama-sama dengan pengungsi lainnya atau tri kompak jauh lebih baik dan tentunya tahan akan gempa.
Dia mencontohkan kualitas huntap yang dibangun secara tri kompak oleh pengungsi korban gempa bumi Yogyakarta 2006 silam menjadi bahan rujukan sejumlah ahli kebencanaan dari sejumlah negara di dunia.
"Alhamdulillah waktu gempa Imogiri setahun setelah huntap korban gempa di Yogya selesai dibuat, itu tidak ada yang roboh. Sejumlah negara belajar dengan kita. Kalau di Aceh yang bangun developer," ucapnya.
Meski begitu, Suprayoga mengakui tantangan yang dihadapi untuk menerapkan program tersebut yakni dari pengungsi itu sendiri. Tidak semua pengungsi bersedia mengikuti cara tersebut.
"Waktu saya ngobrol dengan Gubernur Sulawesi Tengah sampai mengenai itu, seorang gubernur saja tidak yakin itu bisa terwujud," ucapnya.
Olehnya dalam kesempatan itu, ia menyebut, peran akademisi dan berbagai disiplin ilmu di sejumlah fakultas di Untad seperti di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) penting untuk menyosialisasikan rencana aksi tersebut kepada seluruh pengungsi.
"Teman-teman di kampus harus mengeksplor sejauh mana pengungsi bisa terlibat dalam program tersebut. Bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana," katanya.
Menurut dia, kurang tepat jika pembangunan huntap selama masa rehabilitasi hingga rekonstruksi hingga dua tahun ke depan mendatang hanya menunggu beres dan mengandalkan pengembang meski sama sekali tidak melanggar aturan yang ada.
"Huntap bisa tidak kayak di Yogyakarta? di Yogya itu 260 ribu huntap selesai dibangun dalam dua tahun. Kenapa bisa cepat ? karena sifatnya itu yang dinamakan dengan tri kompak," katanya dalam rapat dengan sejumlah akademisi di Aula Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako (Untad), Rabu (22/5).
Selain diyakini dapat rampung lebih cepat jika melibatkan seluruh pengungsi penerima bantuan huntap, Dia yakin kualitas huntap yang dibangun secara bersama-sama dengan pengungsi lainnya atau tri kompak jauh lebih baik dan tentunya tahan akan gempa.
Dia mencontohkan kualitas huntap yang dibangun secara tri kompak oleh pengungsi korban gempa bumi Yogyakarta 2006 silam menjadi bahan rujukan sejumlah ahli kebencanaan dari sejumlah negara di dunia.
"Alhamdulillah waktu gempa Imogiri setahun setelah huntap korban gempa di Yogya selesai dibuat, itu tidak ada yang roboh. Sejumlah negara belajar dengan kita. Kalau di Aceh yang bangun developer," ucapnya.
Meski begitu, Suprayoga mengakui tantangan yang dihadapi untuk menerapkan program tersebut yakni dari pengungsi itu sendiri. Tidak semua pengungsi bersedia mengikuti cara tersebut.
"Waktu saya ngobrol dengan Gubernur Sulawesi Tengah sampai mengenai itu, seorang gubernur saja tidak yakin itu bisa terwujud," ucapnya.
Olehnya dalam kesempatan itu, ia menyebut, peran akademisi dan berbagai disiplin ilmu di sejumlah fakultas di Untad seperti di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) penting untuk menyosialisasikan rencana aksi tersebut kepada seluruh pengungsi.
"Teman-teman di kampus harus mengeksplor sejauh mana pengungsi bisa terlibat dalam program tersebut. Bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana," katanya.
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019
Tags: