Surabaya (ANTARA News) - Selama 2007, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur (Kapolda Jatim), Irjen Pol. Herman S. Sumawiredja, dikenal memiliki komitmen memberantas korupsi di Polda Jatim. Komitmen itu diwujudkan dengan mengeluarkan sejumlah maklumat yang dipasang di titik-titik pelayanan masyarakat di seluruh Jatim, diantaranya di direktorat lalu lintas dan reserse. "Karena itu, saya kecewa dengan ranking TII, apalagi survai-nya juga dilakukan di Surabaya," katanya. TII yang dimaksudnya adalah Transparansi Internasional Indonesia yang melakukan cara peringkat (ranking) terhadap kasus korupsi di negeri ini. Menurut mantan Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) itu, hasil survai TII tersebut seolah-olah menggambarkan apa yang dilakukan kepolisian tidak ada hasilnya. Padahal, ia menilai, pada 2006 kepolisian berada pada peringkat ketiga Indeks Persepsi Korupsi (IPK) TII, tapi sekarang justru di peringkat pertama. Dalam publikasi hasil survai terbaru pada 6 Desember 2006, TII menyebut Polisi mendapat skor 4,2 atau menjadi lembaga paling korup di Indonesia, disusul peradilan (4,1), parlemen dan parpol (4,0). Penelitian itu melibatkan 1.010 responden di tiga kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Skor indeks korupsi ditetapkan dengan nilai 0 hingga 5. "Ranking itu hanya dihitung dari persepsi korupsi secara 'day to day', seperti polisi yang disuap masyarakat Rp20.000 atau Rp50.000 di jalan raya," ungkapnya. Kapolda Jatim sejak 2006 itu mengakui, perilaku anak buahnya itu menjengkelkan. "Tapi, pengacara yang membela BLBI itu korupsi miliaran," ucapnya. BLBI yang dimaksudnya adalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang kasusnya korupsinya hingga kini belum juga tuntas secara hukum. (*)