Jakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengajak masyarakat untuk mengumpulkan sampah elektronik karena bisa mencemari lingkungan jika dibuang sembarangan.

"Masyarakat harus mengetahui benda apa saja di rumah mereka yang termasuk sampah elektronik. Jangan sampai dibuang sembarangan karena kan termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)," kata Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Rosa Ambarsari di Jakarta, Senin (20/5).

Rosa mengatakan belum semua masyarakat tahu dan paham bahwa sampah elektronik tidak hanya berdampak terhadap pencemaran lingkungan namun bisa berdampak terhadap kesehatan jika tidak diolah dengan benar.

Selain mengedukasi masyarakat, DLH DKI Jakarta, yang sudah memulai program pengolahan limbah elektronik pada Maret 2017, kini telah menyediakan sarana untuk mengumpulkan sampah elektronik.

Sarana tersebut berupa pengumpulan melalui kotak sampah elektronik yang disebut drop box e-waste yang tersebar di 30 titik, pengumpulan melalui suku dinas lingkungan hidup dan layanan jemput.

"Drop box ada di 10 halte busway, Stasiun Kereta Api Juanda dan Cikini, balai kota, saat car free day di Bundaran HI, sekolah dan kantor. Kalau ada kantor yang minta drop box, juga bisa kita kasih,” kata Rosa.

"Layanan jemput untuk yang ukuran besar seperti TV dan mesin cuci yang berat, itu bisa isi form di website lalu buat perjanjian dan akan kita jemput," katanya.

Rosa mengatakan, sampah elektronik yang telah dikumpulkan akan disimpan sementara di gudang yang ada di DLH DKI Jakarta. Nantinya, limbah elektronik tersebut akan dikelola oleh pihak ketiga yang sudah diberi izin pengolahan sampah elektronik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Ini dilakukan untuk menghindari pengolahan e-waste ilegal dengan alat dan bahan pengolahan seadanya yang justru membahayakan orang tersebut," katanya.

Menurut data DLH DKI Jakarta, jumlah limbah elektronik yang paling banyak diterima berasal dari pengumpulan Suku Dinas Lingkungan Hidup. Pada 2017, Suku Dinas Lingkungan Hidup menyumbang sebanyak 12.722 sampah elektronik dan meningkat sebanyak 27.610 pada 2018.

Sedangkan menurut Rosa Ambarsari, jumlah sampah elektronik pada 2019 semakin meningkat karena gudang penyimpanan sudah melebihi kapasitas. Meski begitu, dia baru akan mengetahui angka pasti jumlah e-waste setelah dilakukan pengangkutan oleh pihak pengelola pada Juli mendatang.

Berdasarkan data dari Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP), masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton sampah elektronik pada 2016 dan terus meningkat tiga persen hingga empat persen setiap tahunnya. Diperkirakan pada 2021, jumlah sampah elektronik bisa mencapai 52 juta ton.

Baca juga:
Menteri LHK canangkan Medan "zero waste city"
Banjir gadget membuat sampah elektronik di Asia naik 63 persen