Kehati: keragaman pangan lokal bentuk mitigasi perubahan iklim
20 Mei 2019 19:55 WIB
Sejumlah pelajar mengamati keadaan hutan lindung untuk melihat satwa liar dalam Asian Waterbird Census 2019 di Hutan Lindung Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta, Sabtu (19/01/2019). Kegiatan yang diadakan oleh Anak muda Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi tentang ekosistem dan makhluk hidup di hutan lindung Ibu Kota kepada para pelajar. ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Program Direktur Kehati Roni Megawanto mengatakan keragaman pangan lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia bisa menjadi salah satu bentuk mitigasi dari perubahan iklim.
Untuk itu, menurut dia sudah saatnya masyarakat Indonesia tidak hanya bergantung pada beras sebagai makan pokoknya, namun beralih ke pangan lokal yang sesuai dengan keadaan iklim wilayahnya.
"Penelitian BMKG dan FAO menyebutkan beras adalah salah satu komoditas yang rentan oleh perubahan iklim. Jika perubahan iklim semakin para maka produksi padi akan menurun, jadi kita harus cari komoditas yang cocok dengan lahan dan iklim wilayah sekitarnya," kata Roni saat ditemui di Jakarta, Senin.
Tak hanya dapat bentuk mitigasi, dengan semakin beragamnya panganan lokal tersebut juga dapat memperkuat kedaulatan pangan nasional, sehingga Indonesia tak perlu repot mencetak sawah atau pun mengimpor beras. Masyarakat sudah dapat memenuhi kebutuhan pangannya dari tingkat lokal.
Dia mengatakan di Indonesia ada sekitar 140 juta hektare lahan kering dan sekitar 20 juta hektare lahan gambut. Lahan-lahan tersebut kurang cocok ditanami oleh padi yang membutuhkan air banyak dan perawatan yang intens.
Dia mencontohkan untuk lahan kering, dapat di tanami dengan tumbuhan seperti sorgum dan juga umbi-umbian sementara itu untuk lahan gambut dapat ditanami sagu.
Tanaman seperti sorgum, umbi-umbian dan sagu jika ditanam di lahan yang semestinya, menurut Roni tidak membutuhkan perawatan yang rumit dan mahal, sehingga masyarakat tidak perlu kahwatir terjadi gagal panen.
Salah satu tantangan untuk pengembangan pangan lokal menurut Roni adalah, mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa mengonsumsi beras sebagai makanan pokok ke jenis-jenis panganan lain.
"Di Indonesia sudah sejak lama terjadi penyeragaman masyarakatnya untuk makan nasi sebagai panganan pokok. Oleh sebab perlu edukasi terus-menerus untuk dapat mengubah perilaku masyarakatnya," kata dia.
Baca juga: Kehati nilai ada perbaikan habitat di hutan lindung Angke Kapuk
Baca juga: Pegiat kehati lakukan sensus burung air
Untuk itu, menurut dia sudah saatnya masyarakat Indonesia tidak hanya bergantung pada beras sebagai makan pokoknya, namun beralih ke pangan lokal yang sesuai dengan keadaan iklim wilayahnya.
"Penelitian BMKG dan FAO menyebutkan beras adalah salah satu komoditas yang rentan oleh perubahan iklim. Jika perubahan iklim semakin para maka produksi padi akan menurun, jadi kita harus cari komoditas yang cocok dengan lahan dan iklim wilayah sekitarnya," kata Roni saat ditemui di Jakarta, Senin.
Tak hanya dapat bentuk mitigasi, dengan semakin beragamnya panganan lokal tersebut juga dapat memperkuat kedaulatan pangan nasional, sehingga Indonesia tak perlu repot mencetak sawah atau pun mengimpor beras. Masyarakat sudah dapat memenuhi kebutuhan pangannya dari tingkat lokal.
Dia mengatakan di Indonesia ada sekitar 140 juta hektare lahan kering dan sekitar 20 juta hektare lahan gambut. Lahan-lahan tersebut kurang cocok ditanami oleh padi yang membutuhkan air banyak dan perawatan yang intens.
Dia mencontohkan untuk lahan kering, dapat di tanami dengan tumbuhan seperti sorgum dan juga umbi-umbian sementara itu untuk lahan gambut dapat ditanami sagu.
Tanaman seperti sorgum, umbi-umbian dan sagu jika ditanam di lahan yang semestinya, menurut Roni tidak membutuhkan perawatan yang rumit dan mahal, sehingga masyarakat tidak perlu kahwatir terjadi gagal panen.
Salah satu tantangan untuk pengembangan pangan lokal menurut Roni adalah, mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa mengonsumsi beras sebagai makanan pokok ke jenis-jenis panganan lain.
"Di Indonesia sudah sejak lama terjadi penyeragaman masyarakatnya untuk makan nasi sebagai panganan pokok. Oleh sebab perlu edukasi terus-menerus untuk dapat mengubah perilaku masyarakatnya," kata dia.
Baca juga: Kehati nilai ada perbaikan habitat di hutan lindung Angke Kapuk
Baca juga: Pegiat kehati lakukan sensus burung air
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: