Kemenristekdikti : kepemimpinan tentukan kualitas pendidikan tinggi
20 Mei 2019 17:20 WIB
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi H.Mohamad Nasir kepada wartawan di Medan, Senin, mengatakan kuliah secara "online" atau pembelajaran secara daring dapat meningkatkan kualitas pendidikan. (Antara Sumut/Foto Isimewa) (Antara Sumut/Foto Isimewa/)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ali Ghufron Mukti mengatakan kepemimpinan menentukan kualitas pendidikan tinggi di kampus itu.
"Peran pimpinan seperti rektor ataupun direktur menjadi kunci dalam keberhasilan suatu perguruan tinggi , sehingga apa yang dihasilkan baik riset, lulusan dan inovasi dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan," ujar Ghufron di Jakarta, Senin.
Untuk itu, perguruan tinggi hendaknya memiliki pemimpin yang memiliki kompetensi dalam memimpin. Ghufron menambahkan dari sebanyak 4.741 perguruan tinggi yang ada di Tanah Air, tidak semuanya memiliki pemimpin yang kuat. Padahal di sisi lain, pendidikan tinggi juga dihadapkan pada masalah akses, kualitas, pemerataan, dan keadilan.
"Peran pemimpin perguruan tinggi harus dilihat dari dua sudut pandang yakni dari pekerjaan dan administrasi," ujarnya.
Jika dilihat dari sudut pandang pekerjaan, maka tugas seorang rektor atau direktur tidak bisa dikatakan sebagai tugas tugas tambahan. Menjadi seorang rektor atau direktur harus memiliki komitmen penuh , termasuk berpikir dan bekerja keras demi perguruan tinggi yang dipimpin.
Kemudian, jika dilihat dari sudut pandang administrasi, para rektor sejatinya merupakan dosen yang memiliki tugas pokok dalam menjalankan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
"Seorang pemimpin perguruan tinggi, katakanlah profesor, ketika jadi rektor maka dia akan kehilangan tunjangan kehormatan guru besar. Sehingga kesannya, dari sisi administrasi Kemenpan RB menganggap bahwa tugas rektor merupakan tugas tambahan, tugas utamanya guru besar," papar dia.
Ghufron juga menambahkan bahwa pemimpin di perguruan tinggi harus mampu memobilisasi dan menggerakkan gerbong universitas yang dipimpinnya ke titik tujuan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki visi, misi dan program yang dijalankan.
Untuk itu, pihaknya akan kembali menyelenggarakan penghargaan "Academic Leader" 2019 yang bertujuan memberikan semangat kepada para pemimpin perguruan tinggi untuk terus berinovasi dan bersemangat. Untuk menjadi peserta maka calon penerima haruslah dosen dengan jabatan akademik profesor, satu perguruan tinggi satu calon penerima, belum pernah menerima penghargaan "Academic Leader" sebelumnya, dan hasil inovasi tidak didaftarkan dalam kegiatan lain.
Untuk pengumuman di situs sumberdaya.ristekdikti.go.id pada 20 Mei, kemudian batas pengiriman calon penerima pada 17 Juli dan penyerahan penghargaan pada 1 Oktober.
Baca juga: Menristekdikti: pendidikan tinggi belum tingkatkan kompetensi lulusan
Baca juga: Djarum ajak rektor siapkan pengajar kompeten
"Peran pimpinan seperti rektor ataupun direktur menjadi kunci dalam keberhasilan suatu perguruan tinggi , sehingga apa yang dihasilkan baik riset, lulusan dan inovasi dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan," ujar Ghufron di Jakarta, Senin.
Untuk itu, perguruan tinggi hendaknya memiliki pemimpin yang memiliki kompetensi dalam memimpin. Ghufron menambahkan dari sebanyak 4.741 perguruan tinggi yang ada di Tanah Air, tidak semuanya memiliki pemimpin yang kuat. Padahal di sisi lain, pendidikan tinggi juga dihadapkan pada masalah akses, kualitas, pemerataan, dan keadilan.
"Peran pemimpin perguruan tinggi harus dilihat dari dua sudut pandang yakni dari pekerjaan dan administrasi," ujarnya.
Jika dilihat dari sudut pandang pekerjaan, maka tugas seorang rektor atau direktur tidak bisa dikatakan sebagai tugas tugas tambahan. Menjadi seorang rektor atau direktur harus memiliki komitmen penuh , termasuk berpikir dan bekerja keras demi perguruan tinggi yang dipimpin.
Kemudian, jika dilihat dari sudut pandang administrasi, para rektor sejatinya merupakan dosen yang memiliki tugas pokok dalam menjalankan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
"Seorang pemimpin perguruan tinggi, katakanlah profesor, ketika jadi rektor maka dia akan kehilangan tunjangan kehormatan guru besar. Sehingga kesannya, dari sisi administrasi Kemenpan RB menganggap bahwa tugas rektor merupakan tugas tambahan, tugas utamanya guru besar," papar dia.
Ghufron juga menambahkan bahwa pemimpin di perguruan tinggi harus mampu memobilisasi dan menggerakkan gerbong universitas yang dipimpinnya ke titik tujuan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki visi, misi dan program yang dijalankan.
Untuk itu, pihaknya akan kembali menyelenggarakan penghargaan "Academic Leader" 2019 yang bertujuan memberikan semangat kepada para pemimpin perguruan tinggi untuk terus berinovasi dan bersemangat. Untuk menjadi peserta maka calon penerima haruslah dosen dengan jabatan akademik profesor, satu perguruan tinggi satu calon penerima, belum pernah menerima penghargaan "Academic Leader" sebelumnya, dan hasil inovasi tidak didaftarkan dalam kegiatan lain.
Untuk pengumuman di situs sumberdaya.ristekdikti.go.id pada 20 Mei, kemudian batas pengiriman calon penerima pada 17 Juli dan penyerahan penghargaan pada 1 Oktober.
Baca juga: Menristekdikti: pendidikan tinggi belum tingkatkan kompetensi lulusan
Baca juga: Djarum ajak rektor siapkan pengajar kompeten
Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: