BEI mengaku khawatir IHSG terus turun, namun bukan alasan untuk panik
20 Mei 2019 12:11 WIB
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono Widodo memberikan keterangan kepada awak media di Main Hall BEI, Jakarta, Senin. (ANTARA/Citro Atmoko)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Perdagangan dan Pengaturan Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono Widodo mengatakan pihaknya khawatir dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus turun, namun kondisi tersebut dinilai masih dalam batas wajar.
"Apakah kami worry (khawatir)? Tentunya kami worry. Tapi apakah ini kejadian yang luar biasa? Saya rasa tidak. Jadi menurut saya this is usual, no reason to be panic. Tidak ada alasan untuk panik," ujar Laksono usai peluncuran fasilitas acuan kepemilikan sekuritas (AKSes) generasi terbaru atau disebut AKSes Next Generation (AKSes Next-G) di gedung BEI, Jakarta, Senin.
Menurut Laksono, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan IHSG, salah satunya yaitu kinerja emiten di kuartal pertama yang lebih rendah dari perkiraan analis dan juga data-data makro yang kurang positif seperti defisit neraca perdagangan.
Kemudian, lanjut dia, situasi politik yang walaupun tidak parah tapi tetap menimbulkan semacam kekhawatiran bagi para pelaku pasar.
"Semua orang tunggu tanggal 22 nanti, jadi kalau tanggal 22 nanti berjalan lancar, semua pihak bisa kendalikan diri, saya rasa itu sudah suatu nilai tambah buat kita," kata Laksono.
Baca juga: April defisit tertinggi, pemerintah diimbau fokus kendalikan impor
Selain itu faktor global yang sangat mempengaruhi pergerakan indeks adalah sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kini kembali memanas. Negosiasi kedua negara dengan ekonomi terbesar itu sempat diharapkan mencapai kata sepakat, namun kini justru saling mengancam dengan menaikkan tarif impor.
"Tidak bisa dihindari kenyataannya bahwa di dunia ini perang dagang masih jadi headline di mana-mana. Kalau AS masih batuk-batuk, seluruh dunia terkena, termasuk Indonesia," ujar Laksono.
Berdasarkan data RTI Infokom, dalam sepekan terakhir IHSG turun mencapai 4,42 persen dengan aksi jual investor asing sebesar Rp3,19 triliun. IHSG siang ini masih berada di bawah level 6.000 yaitu 5.864,25.
Laksono mengatakan untuk menghadapi kondisi penurunan IHSG sendiri, bursa telah mempersiapkan sejumlah protokol krisis. Pihaknya akan mulai mengawasi pasar apabila dalam sehari terdapat penurunan IHSG hingga dua persen.
"Kalau lebih dari lima persen, kita meeting dengan otoritas. Kalau turun sampai 10 persen, ada auto hold, which is kemarin Sabtu sudah kita coba dan berjalan dengan lancar. Jadi kita juga persiapkan itu," kata Laksono.
Ia mengakui dalam beberapa pekan terakhir memang terjadi arus modal keluar (capital outflow) di mana jumlah investor yang melakukan aksi jual lebih banyak daripada yang membeli, namun hal tersebut masih bisa ditolerir.
"Kita waspadai terus, tapi apakah ini kejadian luar biasa yang perlu kami lakukan tindakan luar biasa juga," kata Laksono.
Baca juga: Analis: IHSG akan lanjut pelemahan, investor tunggu pengumuman pilpres
Baca juga: Rupiah melemah tipis seiring aksi jual SBN oleh investor asing
"Apakah kami worry (khawatir)? Tentunya kami worry. Tapi apakah ini kejadian yang luar biasa? Saya rasa tidak. Jadi menurut saya this is usual, no reason to be panic. Tidak ada alasan untuk panik," ujar Laksono usai peluncuran fasilitas acuan kepemilikan sekuritas (AKSes) generasi terbaru atau disebut AKSes Next Generation (AKSes Next-G) di gedung BEI, Jakarta, Senin.
Menurut Laksono, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penurunan IHSG, salah satunya yaitu kinerja emiten di kuartal pertama yang lebih rendah dari perkiraan analis dan juga data-data makro yang kurang positif seperti defisit neraca perdagangan.
Kemudian, lanjut dia, situasi politik yang walaupun tidak parah tapi tetap menimbulkan semacam kekhawatiran bagi para pelaku pasar.
"Semua orang tunggu tanggal 22 nanti, jadi kalau tanggal 22 nanti berjalan lancar, semua pihak bisa kendalikan diri, saya rasa itu sudah suatu nilai tambah buat kita," kata Laksono.
Baca juga: April defisit tertinggi, pemerintah diimbau fokus kendalikan impor
Selain itu faktor global yang sangat mempengaruhi pergerakan indeks adalah sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kini kembali memanas. Negosiasi kedua negara dengan ekonomi terbesar itu sempat diharapkan mencapai kata sepakat, namun kini justru saling mengancam dengan menaikkan tarif impor.
"Tidak bisa dihindari kenyataannya bahwa di dunia ini perang dagang masih jadi headline di mana-mana. Kalau AS masih batuk-batuk, seluruh dunia terkena, termasuk Indonesia," ujar Laksono.
Berdasarkan data RTI Infokom, dalam sepekan terakhir IHSG turun mencapai 4,42 persen dengan aksi jual investor asing sebesar Rp3,19 triliun. IHSG siang ini masih berada di bawah level 6.000 yaitu 5.864,25.
Laksono mengatakan untuk menghadapi kondisi penurunan IHSG sendiri, bursa telah mempersiapkan sejumlah protokol krisis. Pihaknya akan mulai mengawasi pasar apabila dalam sehari terdapat penurunan IHSG hingga dua persen.
"Kalau lebih dari lima persen, kita meeting dengan otoritas. Kalau turun sampai 10 persen, ada auto hold, which is kemarin Sabtu sudah kita coba dan berjalan dengan lancar. Jadi kita juga persiapkan itu," kata Laksono.
Ia mengakui dalam beberapa pekan terakhir memang terjadi arus modal keluar (capital outflow) di mana jumlah investor yang melakukan aksi jual lebih banyak daripada yang membeli, namun hal tersebut masih bisa ditolerir.
"Kita waspadai terus, tapi apakah ini kejadian luar biasa yang perlu kami lakukan tindakan luar biasa juga," kata Laksono.
Baca juga: Analis: IHSG akan lanjut pelemahan, investor tunggu pengumuman pilpres
Baca juga: Rupiah melemah tipis seiring aksi jual SBN oleh investor asing
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: