Sekolah Perempuan Ciliwung ingin menekan KDRT lewat pendidikan
19 Mei 2019 11:18 WIB
Suasana kegiatan belajar di Sekolah Perempuan Ciliwung di Kelurahan Rajawati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (20/5/2019). (ANTARA/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA) - Sekolah Perempuan Ciliwung di Kelurahan Rajawati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, ingin menekan angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) melalui program pendidikan yang mampu memberdayakan kaum perempuan.
"Saya berharap melalui pendidikan gender yang diajarkan di dalam Sekolah Perempuan Ciliwung Rawajati ini, dapat menekan tingkat KDRT yang setiap tahun bertambah," kata Ketua Sekolah Perempuan Ciliwung Musriyah saat ditemui di Jakarta, Sabtu (18/5).
Musriyah, yang pernah menjadi korban KDRT, mengatakan salah satu akar masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai peranan gender dalam rumah tangga.
"Sekolah ini sebagai wadah bagi para perempuan untuk belajar bersama memahami KDRT dan mencari solusi pemecahannya untuk membentuk kesetaraan gender di lingkungan mereka, terutama keluarga," katanya.
Di sekolah perempuan yang berlangsung sepekan sekali di Gang Pelangi, Kelurahan Rawajati, tersebut para perempuan bisa belajar tentang kesetaraan gender, peran perempuan, kesehatan reproduksi, dan cara komunikasi serta bersama-sama berusaha memahami masalah yang mereka hadapi dan menemukan solusinya.
Sekolah Perempuan Ciliwung terbentuk tahun 2003. Sekolah yang pembentukannya diinisiasi oleh Institut Kapal Perempuan itu kini anggotanya sudah tumbuh menjadi sekitar 100 perempuan.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2017 naik sampai 74 persen dari tahun sebelumnya menjadi 348.446 kasus.
Menurut data Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol selama kurun itu adalah kekerasan dalam ranah personal/kekerasan dalam rumah tangga (71 persen), disusul kekerasan di ranah komunitas/publik (26 persen) dan ranah negara (1,8 persen).
Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal/kekerasan dalam rumah tangga yang paling menonjol adalah kekerasan fisik (41 persen), diikuti kekerasan seksual (31 persen), kekerasan psikis (15 persen) dan kekerasan ekonomi dalam hal ekonomi (13 persen).
Baca juga: Kementerian PPPA minta pemda tangani KDRT dengan serius
"Saya berharap melalui pendidikan gender yang diajarkan di dalam Sekolah Perempuan Ciliwung Rawajati ini, dapat menekan tingkat KDRT yang setiap tahun bertambah," kata Ketua Sekolah Perempuan Ciliwung Musriyah saat ditemui di Jakarta, Sabtu (18/5).
Musriyah, yang pernah menjadi korban KDRT, mengatakan salah satu akar masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai peranan gender dalam rumah tangga.
"Sekolah ini sebagai wadah bagi para perempuan untuk belajar bersama memahami KDRT dan mencari solusi pemecahannya untuk membentuk kesetaraan gender di lingkungan mereka, terutama keluarga," katanya.
Di sekolah perempuan yang berlangsung sepekan sekali di Gang Pelangi, Kelurahan Rawajati, tersebut para perempuan bisa belajar tentang kesetaraan gender, peran perempuan, kesehatan reproduksi, dan cara komunikasi serta bersama-sama berusaha memahami masalah yang mereka hadapi dan menemukan solusinya.
Sekolah Perempuan Ciliwung terbentuk tahun 2003. Sekolah yang pembentukannya diinisiasi oleh Institut Kapal Perempuan itu kini anggotanya sudah tumbuh menjadi sekitar 100 perempuan.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2017 naik sampai 74 persen dari tahun sebelumnya menjadi 348.446 kasus.
Menurut data Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol selama kurun itu adalah kekerasan dalam ranah personal/kekerasan dalam rumah tangga (71 persen), disusul kekerasan di ranah komunitas/publik (26 persen) dan ranah negara (1,8 persen).
Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal/kekerasan dalam rumah tangga yang paling menonjol adalah kekerasan fisik (41 persen), diikuti kekerasan seksual (31 persen), kekerasan psikis (15 persen) dan kekerasan ekonomi dalam hal ekonomi (13 persen).
Baca juga: Kementerian PPPA minta pemda tangani KDRT dengan serius
Pewarta: Virna P Setyorini, Muhammad Adimaja
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: