Pameran masjid kuno nusantara digelar di Masjid Gedhe Kauman
18 Mei 2019 19:20 WIB
Pameran Ngabuburit Cagar Budaya di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Sabtu (18/5/2019) di antaranya menampilkan foto masjid-masjid kuno nusantara (ANTARA/Eka Arifa Rusqiyati)
Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar pameran cagar budaya yang menampilkan sejarah tentang masjid-masjid kuno di nusantara di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta.
"Melalui pameran ini, kami ingin memperkenalkan bagaimana masjid-masjid di Indonesia ini memiliki peran yang begitu besar dalam kehidupan masyarakat. Pameran ini pun digelar setelah kami menerbitkan buku tentang masjid-masjid kuno di Indonesia,” kata Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Museum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Fitra Arda saat pembukaan pameran di serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Sabtu.
Dari pameran tersebut, ujar dia, masyarakat akan mengetahui bahwa masjid di masa lalu juga berfungsi untuk membangun sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi, hingga simbol atas ketahanan budaya.
Dari segi arsitektur bangunan, lanjut dia, masjid-masjid kuno di nusantara juga menggambarkan kondisi masyarakat yang aman dan damai.
"Tanpa kedamaian, tidak akan mungkin bisa terwujud bangunan yang sangat megah di zaman itu dengan arsitektur yang menggambarkan budaya masyarakat lokal,” katanya.
Selain foto Masjid Gedhe Kauman, dalam pameran tersebut ditampilkan foto beberapa masjid kuno di nusantara, di antaranya Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon, Masjid Jami Sumenep, Masjid Kabuyutan Trusmi, Masjid Ciptomulyo Boyolali, Masjid Al Aqsha Menara Kudus, dan Masjid Kasunyatan Banten Lama.
“Pameran ini juga menjadi rangkaian dari peringatan Hari Purbakala dan Hari Museum,” kata Fitra yang menyebut pameran serupa juga sudah digelar di Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia juga mengatakan, pameran foto dari berbagai masjid kuno nusantara itu sangat tepat digelar di bulan Ramadhan karena bisa dimanfaatkan masyarakat sembari ngabuburit, menunggu berbuka puasa.
Masyarakat bisa semakin memiliki pengetahuan bahwa masjid tidak hanya dimanfaatkan untuk ibadah saja, ujarnya.
Selain pameran foto masjid kuno nusantara, dalam kegiatan Ngabuburit Cagar Budaya tersebut juga digelar berbagai kegiatan tambahan di antaranya pertunjukan mural pesona cagar budaya Indonesia yang akan digelar di Titik Nol Kilometer pada Minggu (19/5) sore, peluncuran dan bedah buku “Yang Silam Jadi Suluh Jadi Suar, dan kompetisi desain kaos pesona cagar budaya Indonesia.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan Masjid Gedhe Kauman memiliki makna yang kuat dalam penyebaran Islam di Jawa.
"Dari masjid ini, muncul peradaban dan syiar agama yang tidak dapat dilepaskan dari peran KH Ahmad Dahlan sehingga Yogyakarta berkembang sebagai pusat syiar agama Islam dan juga pusat peradaban,” katanya.
Meskipun memiliki peran utama untuk syiar, Heroe menambahkan bahwa masjid juga memiliki fungsi lain di antaranya, pertumbuhan ekonomi, sosial bahkan budaya di masyarakat.
"Inilah mengapa Yogyakarta masuk sebagai kota toleran. Budaya yang dimiliki masyarakat sangat lentur terhadap berbagai perubahan peradaban tanpa harus kehilangan ciri khas,” katanya.
Ia pun berharap, masyarakat dapat meramaikan kegiatan pameran tersebut sehingga memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peran masjid yang harus terus dikembangkan.
Baca juga: Mimbar dan beduk jadi sisa sejarah di Masjid Jami Banjarmasin
Baca juga: Masjid Istiqlal direnovasi, Kementerian PUPR siapkan Rp465 miliar
Baca juga: Masjid Diyanet di AS menderita kerusakan besar
"Melalui pameran ini, kami ingin memperkenalkan bagaimana masjid-masjid di Indonesia ini memiliki peran yang begitu besar dalam kehidupan masyarakat. Pameran ini pun digelar setelah kami menerbitkan buku tentang masjid-masjid kuno di Indonesia,” kata Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Museum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Fitra Arda saat pembukaan pameran di serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Sabtu.
Dari pameran tersebut, ujar dia, masyarakat akan mengetahui bahwa masjid di masa lalu juga berfungsi untuk membangun sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi, hingga simbol atas ketahanan budaya.
Dari segi arsitektur bangunan, lanjut dia, masjid-masjid kuno di nusantara juga menggambarkan kondisi masyarakat yang aman dan damai.
"Tanpa kedamaian, tidak akan mungkin bisa terwujud bangunan yang sangat megah di zaman itu dengan arsitektur yang menggambarkan budaya masyarakat lokal,” katanya.
Selain foto Masjid Gedhe Kauman, dalam pameran tersebut ditampilkan foto beberapa masjid kuno di nusantara, di antaranya Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon, Masjid Jami Sumenep, Masjid Kabuyutan Trusmi, Masjid Ciptomulyo Boyolali, Masjid Al Aqsha Menara Kudus, dan Masjid Kasunyatan Banten Lama.
“Pameran ini juga menjadi rangkaian dari peringatan Hari Purbakala dan Hari Museum,” kata Fitra yang menyebut pameran serupa juga sudah digelar di Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia juga mengatakan, pameran foto dari berbagai masjid kuno nusantara itu sangat tepat digelar di bulan Ramadhan karena bisa dimanfaatkan masyarakat sembari ngabuburit, menunggu berbuka puasa.
Masyarakat bisa semakin memiliki pengetahuan bahwa masjid tidak hanya dimanfaatkan untuk ibadah saja, ujarnya.
Selain pameran foto masjid kuno nusantara, dalam kegiatan Ngabuburit Cagar Budaya tersebut juga digelar berbagai kegiatan tambahan di antaranya pertunjukan mural pesona cagar budaya Indonesia yang akan digelar di Titik Nol Kilometer pada Minggu (19/5) sore, peluncuran dan bedah buku “Yang Silam Jadi Suluh Jadi Suar, dan kompetisi desain kaos pesona cagar budaya Indonesia.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan Masjid Gedhe Kauman memiliki makna yang kuat dalam penyebaran Islam di Jawa.
"Dari masjid ini, muncul peradaban dan syiar agama yang tidak dapat dilepaskan dari peran KH Ahmad Dahlan sehingga Yogyakarta berkembang sebagai pusat syiar agama Islam dan juga pusat peradaban,” katanya.
Meskipun memiliki peran utama untuk syiar, Heroe menambahkan bahwa masjid juga memiliki fungsi lain di antaranya, pertumbuhan ekonomi, sosial bahkan budaya di masyarakat.
"Inilah mengapa Yogyakarta masuk sebagai kota toleran. Budaya yang dimiliki masyarakat sangat lentur terhadap berbagai perubahan peradaban tanpa harus kehilangan ciri khas,” katanya.
Ia pun berharap, masyarakat dapat meramaikan kegiatan pameran tersebut sehingga memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peran masjid yang harus terus dikembangkan.
Baca juga: Mimbar dan beduk jadi sisa sejarah di Masjid Jami Banjarmasin
Baca juga: Masjid Istiqlal direnovasi, Kementerian PUPR siapkan Rp465 miliar
Baca juga: Masjid Diyanet di AS menderita kerusakan besar
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: