Jakarta (ANTARA News)- Halla Puspita (11) tampak begitu serius di depan komputer laptopnya, seolah tenggelam dalam dunianya tanpa menghiraukan situasi di sekelilingnya. Satu jam kemudian, bocah perempuan berkacamata minus 3,5 murid kelas 5 program kelas unggulan SD Tugu Ibu, Depok, Jawa Barat, itu memanggil orangtuanya. Dia menunjukkan hasil karyanya yang membuat orangtuanya terheran-heran, yakni sebuah tulisan dongeng mengenai kucing pengelana yang disajikan dengan menggunakan program komputer "power point" di layar komputer. Rentetan "slide" dongeng si kucing pengelana disajikannya dengan kata-kata yang indah, dipadukan dengan gambar-gambar lucu serta efek-efek tampilan huruf dan suara yang menakjubkan. Hal yang membuat orangtuanya terkagum-kagum, karena Halla sebelumnya hanya diajarkan sekitar lima menit mengenai dasar-dasar program "power point" oleh orangtuanya, tapi dengan cepat bocah tersebut mampu mengembangkan sendiri pengetahuannya dan menciptakan sebuah karya yang orangtuanya sendiri belum tentu mampu membuatnya. Kemampuan tinggi dalam menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) pada anak-anak, seperti halnya pada Halla yang lahir tahun 1996, makin lama makin menjadi fenomena tersendiri pada anak-anak seusianya. Hal itu terutama terlihat pada anak-anak kelas menengah atas di kota-kota besar kelahiran tahun 2000 ke atas atau yang kini oleh banyak pakar psikologi dunia dijuluki sebagai "generasi platinum". Psikolog anak dari Universitas Paramadina, Alzena Masykouri kepada ANTARA mengatakan bahwa anak-anak generasi platinum memang memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan mengakomodir informasi sehingga mereka memiliki kesempatan lebih banyak dan terbuka untuk mengembangkan dirinya. "Generasi platinum yang lahir tahun 2000 ke atas atau abad- 21 merupakan hasil `produksi` orangtua yang lahir di tahun 1970-an, yaitu generasi yang sudah memiliki keinginan untuk mengoptimalkan potensinya," kata dia. Penelitian NPD Group Hasil penelitian lembaga riset pasar ritel dan konsumen global, NPD Group, yang berkedudukan di New York, AS, pada pertengahan 2007 --seperti dikutip situs Wireless World Forum (http://kr.w2forum.com) -- menyebutkan bahwa usia rata-rata anak-anak mulai menggunakan peralatan elektronik telah menurun dari 8,1 tahun pada 2005 menjadi 6,7 tahun pada tahun 2007. Jika dirata-rata, usia anak-anak mulai menggunakan peralatan elektronik adalah tujuh tahun dan hal itu membuktikan bahwa anak-anak yang lahir di abad ke-21 lebih mudah dan lebih cepat dalam mengadaptasi arus teknologi informasi yang berkembang cepat. "Inilah salah satu ciri-ciri khas anak-anak yang lahir pada Generasi Platinum," kata Alzena Masykouri menanggapi hal tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan televisi dan komputer adalah perangkat yang paling dini dikenal anak-anak, yaitu pada usia 4 atau 5 tahun. Sementara radio satelit dan alat pemutar musik digital portabel baru mereka gunakan pada usia sekitar 9 tahun. Hasil penelitian NPD menyebutkan bahwa sejak survei diluncurkan pada tahun 2005, usia awal penggunaan barang-barang elektronik makin menurun, terutama pada penggunaan alat pemutar DVD dan ponsel. Anak-anak menggunakan perangkat elektronik rata-rata tiga hari per minggu, sementara perangkat-perangkat yang paling banyak digunakan adalah televisi (5,8 hari per minggu), ponsel (4,3 hari per minggu) dan perekam video (4,1 hari per minggu). Data ini dikumpulkan melalui sebuah survei NPD di AS melalui internet yang diwakili orang dewasa usia 25 tahun atau lebih dan anak-anak berusia empat hingga empat belas tahun. Kendati survei tersebut hanya menjangkau responden warga AS, namun hasil ini nampaknya juga valid untuk menjadi rujukan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan meningkatnya fenomena kecepatan anak-anak dari keluarga kelas menengah atas di perkotaan dalam menyerap iptek sekaligus akrab dengan teknologi informasi. Dampak Negatif Teknologi Namun demikian, pengenalan teknologi yang begitu akrab kepada anak-anak juga belum tentu selamanya baik. Banyak aspek yang juga perlu dipertimbangkan orang tua, seperti halnya pada televisi. "Televisi memiliki dampak positif dan negatif bagi anak. Tetapi membiarkan anak menonton televisi sepanjang hari, pastinya akan menurunkan tingkat kecerdasan anak," kata dr Hardiono D Pusponegoro SpA (K), dokter spesialis anak konsultan neurology dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada sebuah seminar di Jakarta, akhir Nopember 2007. Dia mengatakan bahwa dengan terlalu lama menonton televisi, otak kehilangan kesempatan mendapat stimulasi dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam hubungan sosial dengan orang lain, bermain kreatif dan memecahkan masalah. Sementara situs portal berita www.arthazone.com pada sebuah artikel berjudul "Ajak Anak Bersahabat Dengan Teknologi" (11/07/2007) mengangkat kisah keterkejutan seorang wanita karir saat mengetahui putranya yang berusia sembilan tahun mengoleksi gambar-gambar kartun wanita berbusana nyaris bugil di ponselnya. Disebutkan bahwa kecemasan terhadap teknologi di kalangan orang tua tampaknya semakin melonjak karena informasi khusus dewasa bermuatan pornografi dari berbagai media teknologi kian bebas masuk dan mudah diakses, di antaranya melalui televisi, internet, dan ponsel. Bagaimana `kita` bisa menjaga agar keakraban anak-anak -- terutama generasi platinum yang memiliki kecerdasan tinggi ini -- dapat tetap berada di jalur yang benar? Barangkali ini menjadi tugas berat orang tua dan para guru. Lingkungan keluarga serta sekolah yang baik akan dapat melindungi generasi platinum dari berbagai dampak negatif teknologi sehingga diharapkan mereka dapat menjadi manusia-manusia unggul pemimpin bangsa di masa depan.(*)