Desa terdampak Bandara Yogyakarta diabadikan nama "gate" keberangkatan
17 Mei 2019 09:01 WIB
AP I mengabadikan lima desa terdampak pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo sebagai nama gate. (Foto ANTARA/Sutarmi)
Kulon Progo (ANTARA) - Nama lima desa terdampak pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menjadi nama gerbang keberangkatan (gate) sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat yang telah merelakan tanahnya untuk proyek strategis nasional ini.
Pimpinan Proyek Bandara Internasional Yogyakarta Angkasa Pura I (AP I) Taochid Purnama Hadi di Kulon Progo, Jumat, mengatakan Bandara Internasional Yogyakarta akan ada lima gate, yang nantinya akan dilengkapi dengan ornamen-ornamen yang khas.
Nama desa-desa terdampak pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta yang akan menjadi nama gate tersebut antara lain Glagah, Sindutan, Palihan, Kebonrejo, Jangkaran.
"Aktivitas kehidupan keseharian masyarakat dari lima desa terdampak itu akan ditampilkan pada lima gate yang ada di Bandara Internasional Yogyakarta. Bentuknya berupa panel relief diorama yang menggambarkan ciri khas masing-masing desa dan dinamika masyarakatnya," kata Taochid.
Arsitektur dan desain di dalam interior Bandara Internasional Yogyakarta dibangun menggunakan konsep kearifan lokal, menargetkan gold category green building. Di dindingnya akan penuh dengan ornamen khas Yogyakarta, bentuk bunga melati akan terlihat di area skylight, sehingga bila terkena cahaya matahari menimbulkan bayangan berbentuk bunga melati di lantai.
Konsep istana air Tamansari juga akan dibikin pada lantai dasar terminal kedatangan dan model pintu lawang papat dihadirkan pada gerbang penyambut penumpang. Demikian juga Malioboro nanti dihadirkan pada koridor penghubung gedung parkir dengan bangunan terminal.
"Di bagian atap juga ada ornamen berbentuk kawung, bentuk desain kawung ini bukan hanya untuk dilihat dari atas [udara]. Melainkan ada juga bagian di bangunan bawah, bisa terlihat dari terminal," ungkapnya.
Taochid mengatakan rencana induk pada tahap pertama (2018-2026), Bandara Internasional Yogyakarta yang terbangun dengan landasan pacu sepanjang 3.250 meter, 180.000 meter persegi terminal, 23 halaman parkir, mampu melayani 14 juta penumpang.
Pada tahap dua (2027-2036), penumpang yang bisa terlayani sebanyak 20 juta, terminal seluas 235.000 meter persegi dan sudah memiliki 31 halaman parkir. Pada tahap ketiga (2037-2046), landasan pacu menjadi total 3.600 meter, terminal 290.000 meter persegi, 37 stand parkir, mampu melayani penumpang sebanyak 25 juta penumpang.
Saat ini sudah sepenuhnya rampung untuk airside (fasilitas sisi udara). Sedangkan landside (fasilitas sisi darat) khususnya terminal saat ini sudah terbangun seluas 12.900 meter persegi atau sekitar 6 persen dari total keluasan 210.000 meter persegi yang akan dibangun. Hal itu terkait dengan penggunaan sebagian terminal pada operasi terbatas untuk penerbangan domestik yang sudah berjalan sejak 6 Mei 2019 lalu.
"Secara keseluruhan, pekerjaan sudah sekitar 49-50 persen. Pembangunan masih fokus di terminal, gedung penunjang, serta aksesibilitas juga. Kami mengejar untuk akhir tahun selesai dan bisa segera dioperasaikan secara penuh," kata Taochid.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Sementara (PTS) General Manager Bandara Internasional Yogyakarta Agus Pandu Purnama mengatakan beberapa komponen sarana dan prasarana yang ada di Bandara Internasional Yogyakarta merupakan produk dalam negeri, di antaranya, garbarata (aviobridge) sepanjang sekitar 45 meter adalah produk buatan Cileungsi.
"Kualitas garbarata tidak kalah dengan buatan luar negeri. Bahkan kami dapat melakukan efisiensi biaya impor," katanya.
Pimpinan Proyek Bandara Internasional Yogyakarta Angkasa Pura I (AP I) Taochid Purnama Hadi di Kulon Progo, Jumat, mengatakan Bandara Internasional Yogyakarta akan ada lima gate, yang nantinya akan dilengkapi dengan ornamen-ornamen yang khas.
Nama desa-desa terdampak pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta yang akan menjadi nama gate tersebut antara lain Glagah, Sindutan, Palihan, Kebonrejo, Jangkaran.
"Aktivitas kehidupan keseharian masyarakat dari lima desa terdampak itu akan ditampilkan pada lima gate yang ada di Bandara Internasional Yogyakarta. Bentuknya berupa panel relief diorama yang menggambarkan ciri khas masing-masing desa dan dinamika masyarakatnya," kata Taochid.
Arsitektur dan desain di dalam interior Bandara Internasional Yogyakarta dibangun menggunakan konsep kearifan lokal, menargetkan gold category green building. Di dindingnya akan penuh dengan ornamen khas Yogyakarta, bentuk bunga melati akan terlihat di area skylight, sehingga bila terkena cahaya matahari menimbulkan bayangan berbentuk bunga melati di lantai.
Konsep istana air Tamansari juga akan dibikin pada lantai dasar terminal kedatangan dan model pintu lawang papat dihadirkan pada gerbang penyambut penumpang. Demikian juga Malioboro nanti dihadirkan pada koridor penghubung gedung parkir dengan bangunan terminal.
"Di bagian atap juga ada ornamen berbentuk kawung, bentuk desain kawung ini bukan hanya untuk dilihat dari atas [udara]. Melainkan ada juga bagian di bangunan bawah, bisa terlihat dari terminal," ungkapnya.
Taochid mengatakan rencana induk pada tahap pertama (2018-2026), Bandara Internasional Yogyakarta yang terbangun dengan landasan pacu sepanjang 3.250 meter, 180.000 meter persegi terminal, 23 halaman parkir, mampu melayani 14 juta penumpang.
Pada tahap dua (2027-2036), penumpang yang bisa terlayani sebanyak 20 juta, terminal seluas 235.000 meter persegi dan sudah memiliki 31 halaman parkir. Pada tahap ketiga (2037-2046), landasan pacu menjadi total 3.600 meter, terminal 290.000 meter persegi, 37 stand parkir, mampu melayani penumpang sebanyak 25 juta penumpang.
Saat ini sudah sepenuhnya rampung untuk airside (fasilitas sisi udara). Sedangkan landside (fasilitas sisi darat) khususnya terminal saat ini sudah terbangun seluas 12.900 meter persegi atau sekitar 6 persen dari total keluasan 210.000 meter persegi yang akan dibangun. Hal itu terkait dengan penggunaan sebagian terminal pada operasi terbatas untuk penerbangan domestik yang sudah berjalan sejak 6 Mei 2019 lalu.
"Secara keseluruhan, pekerjaan sudah sekitar 49-50 persen. Pembangunan masih fokus di terminal, gedung penunjang, serta aksesibilitas juga. Kami mengejar untuk akhir tahun selesai dan bisa segera dioperasaikan secara penuh," kata Taochid.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Sementara (PTS) General Manager Bandara Internasional Yogyakarta Agus Pandu Purnama mengatakan beberapa komponen sarana dan prasarana yang ada di Bandara Internasional Yogyakarta merupakan produk dalam negeri, di antaranya, garbarata (aviobridge) sepanjang sekitar 45 meter adalah produk buatan Cileungsi.
"Kualitas garbarata tidak kalah dengan buatan luar negeri. Bahkan kami dapat melakukan efisiensi biaya impor," katanya.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: