Batam (ANTARA News) - Kapal-kapal internasional yang lalu lalang di Selat Malaka harus bertanggungjawab atas kebersihan selat yang terletak di antara Indonesia, Singapura dan Malaysia itu. Ketua Ocean Policy Research Foundation Jepang, Masahiro Akiyama, mengatakan meski tiga negara Indonesia, Singapura dan Malaysia memiliki bibir pantai di Selat Malaka, kebersihan lingkungan tidak dapat hanya bergantung pada negara tertentu. "Satu negara saja tidak dapat menanganinya," katanya usai Dialog III Keamanan Maritim Indonesia-Jepang di Batam, Selasa. Ia mengatakan harus ada peraturan internasional yang mengatur agar kapal-kapal yang melewati Selat Malaka tidak membuang polusi selama berlayar. "Kami akan membuat diskusi khusus untuk membicarakan pembuangan polusi di Selat Malaka," katanya. Akiyama mengkhawatirkan limbah yang dibuang kapal saat melalui Selat Malaka merusak terumbu karang. "Apalagi, 75 persen jenis terumbu karang dunia ada di Indonesia," katanya. Setiap Musim Angin Utara, Nopember-Februari, pantai utara Batam kedatangan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) berupa sludge oil. Limbah tersebut datang ketika air laut pasang. Di beberapa pantai, limbah berceceran di air laut. Musim Angin Utara tahun lalu, ratusan karung berukuran 25 kg berisi limbah B3 terdampar di beberapa pantai Batam.(*)