Kupang (ANTARA) -
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang, MSi mengatakan, dalam politik demokrasi diajarkan untuk selalu siap kalah dan siap menang.

"Dalam politik demokrasi diajarkan untuk selalu siap kalah dan siap menang, sehingga yang kalah kemudian menggunakan cara lain untuk menekan kekuasaan justru menjadi bahan tertawaan," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Kamis.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan sikap capres Prabowo Subianto yang menyatakan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan KPU.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno menyatakan menolak hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka menganggap telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif selama Pemilu 2019.

Menurut Atang, di dunia manapun demokrasi selalu menawarkan pilihan, karena diujung dari pilihan hanya ada dua alternatif, yakni menang atau kalah, sehingga sebagai seorang demokrat harus menerima apapun hasilnya.

Memang harus diakui bahwa adanya pertarungan di tingkat elite yang menimbulkan ketegangan struktural, namun pemerintah telah berhasil melakukan pengendalian sosial yang cerdas dengan mendekati PAN dan Demokrat, ucapnya.

Dia mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah ini merupakan strategi untuk melemahkan ketegangan.

Ahmad Atang menambahkan, secara konstitusional, negara telah memberikan ruang "clas action" bagi pihak yang merasa keberatan atas hasil pilpres yakni melalui jalur hukum.

Sebagai warga negara dan kaum elite yang baik tentu harus percaya terhadap instrumen negara hukum.

Jika melihat "trend" publik hari ini tidak masalah terhadap apapun hasil yang sedang dalam prosess, bahwa kemudian ada yang tidak setuju terhadap hasil akhir adalah hal yang wajar saja.

Karena itu jangan terlalu berlebihan merespon wacana yang berkembang seperti "people power" karena rakyat belum tentu merestuinya.

Biarkan saja kelompok tersebut menyebar wacana yang bisa jadi senjata makan tuan.