RSUD Riau siap jadi rujukan tangani pasien cacar monyet
16 Mei 2019 12:13 WIB
Petugas memantau suhu badan penumpang yang melewati alat pemindai suhu tubuh di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (16/5/2019). Pemasangan alat pemindai suhu tubuh tersebut untuk pengawasan dan antisipasi penyebaran virus Monkeypox atau cacar monyet. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym/hp/pri
Pekanbaru (ANTARA) - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad menyatakan kesiapannya sebagai rumah sakit pusat rujukan apabila ditemukan terduga cacar monyet di Provinsi Riau.
“Sebagai RS Pusat Rujukan tentu kita harus mempersiapkan pelayanannya,” kata Direktur Utama RSUD Arifin Achmad, Dr. Nuzeli Husnedi di Pekanbaru, Kamis.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau menginstruksikan pengawasan di pelabuhan dan bandara diperketat terutama di rute dari Singapura dan Batam, untuk mencegah penularan virus cacar monyet (monkeypox). Hal ini disebabkan penderita penyakit menular tersebut sudah terdeteksi di Singapura.
Apabila ditemukan terduga di Riau, maka langsung dirujuk ke RSUD Arifin Achmad di Kota Pekanbaru.
Nuzeli menjelaskan kasus cacar monyet bisa menyerang anak dan orang dewasa. Karena itu, tim dokter utama yang menangani akan berasal dari dokter spesialis anak atau dokter spesialis penyakit dalam, dan bisa juga melibatkan dokter spesialis kulit jika gejala yang muncul di kulit (lesi) cukup berat.
“Kita punya 13 orang dokter spesialis anak, dan 15 orang dokter spesialis penyakit dalam,” katanya.
Terduga cacar monyet akan ditempatkan di ruangan khusus. Masing-masing ruang rawat anak dan penyakit dalam di RSUD milik Pemprov Riau itu sudah punya ruang isolasi sendiri.
“Saya minta ruang rawat anak dan ruang rawat penyakit dalam mempersiapkan ruangan isolasi jika nanti ada pasien yang membutuhkannya,” katanya.
Ia berharap kasus cacar monyet tidak sampai ke Pekanbaru, dan yang tidak kalah penting adalah upaya pencegahan dari masyarakat sendiri, seperti lebih memperhatikan kesehatan diri termasuk keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Mengenal gejala-gejala yang berhubungan dengan ‘monkeypox’ agar bisa diatasi secara dini, menghindari kontak dengan binatang yang terinfeksi atau orang yang terinfeksi,” kata Nuzeli.
Riau Masih Bebas
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Nazir, menyatakan hingga kini bisa dipastikan Riau bersih dari penyakit cacar monyet. Namun, instansi terkait harus tetap waspada melakukan pengawasan dan pencegahan. Sebabnya, banyak warga Riau yang kerap berpergian ke Singapura melalui Batam.
Karena itu, Dinas Kesehatan Provinsi Riau menginstruksikan pengawasan di pelabuhan dan bandara diperketat terutama di rute dari Singapura dan Batam untuk mencegah penularan virus cacar monyet.
“Dinas kesehatan telah meminta kepada kepala Kantor Kesehatan Pelabulan di Pekanbaru untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap para penumpang pesawat yang berasal dari Singapura dan penumpang yang berasal dari Batam, karena banyaknya masyarakat Riau yang berpergian ke Singapura melalui Batam,” kata Mimi Nazir.
Sementara itu, Executive General Manager Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II), Jaya Tahoma Sirait, mengatakan alat pemantau panas tubuh sudah diaktifkan di bandara sejak awal pekan ini, setelah mencuatnya kasus cacar monyet di Singapura.
Pengawasan penumpang tidak hanya fokus pada pesawat dengan rute penerbangan dari Singapura ke Pekanbaru, melainkan juga yang dari Malaysia.
“Karena Malaysia dan Pekanbaru relatif dekat, bisa dijangkau jalan darat. Jadi bisa saja penumpang dari Malaysia yang terjangkit monkeypox karena berkunjung ke Singapura lalu masuk ke Indonesia,” katanya.
Cacar monyet pertama kalinya muncul di Singapura yang virusnya menginfeksi seorang pria asal Nigeria pada April lalu. Sebelum tiba di Singapura, pria itu dikabarkan menghadiri pernikahan di Nigeria dan bisa jadi makan daging liar yang menjadi sumber transmisi virus. Daging yang dimaksud bisa jadi simpanse, gorila, kijang, burung, atau hewan pengerat.
Virus cacar monyet menular ke orang lain melalui kontak langsung. Masa inkubasi 5-7 hari baru terlihat gejalanya. Gejala cacar monyet sama dengan cacar lainnya, antara lain demam dan gangguan pernafasan.
“Sebagai RS Pusat Rujukan tentu kita harus mempersiapkan pelayanannya,” kata Direktur Utama RSUD Arifin Achmad, Dr. Nuzeli Husnedi di Pekanbaru, Kamis.
Dinas Kesehatan Provinsi Riau menginstruksikan pengawasan di pelabuhan dan bandara diperketat terutama di rute dari Singapura dan Batam, untuk mencegah penularan virus cacar monyet (monkeypox). Hal ini disebabkan penderita penyakit menular tersebut sudah terdeteksi di Singapura.
Apabila ditemukan terduga di Riau, maka langsung dirujuk ke RSUD Arifin Achmad di Kota Pekanbaru.
Nuzeli menjelaskan kasus cacar monyet bisa menyerang anak dan orang dewasa. Karena itu, tim dokter utama yang menangani akan berasal dari dokter spesialis anak atau dokter spesialis penyakit dalam, dan bisa juga melibatkan dokter spesialis kulit jika gejala yang muncul di kulit (lesi) cukup berat.
“Kita punya 13 orang dokter spesialis anak, dan 15 orang dokter spesialis penyakit dalam,” katanya.
Terduga cacar monyet akan ditempatkan di ruangan khusus. Masing-masing ruang rawat anak dan penyakit dalam di RSUD milik Pemprov Riau itu sudah punya ruang isolasi sendiri.
“Saya minta ruang rawat anak dan ruang rawat penyakit dalam mempersiapkan ruangan isolasi jika nanti ada pasien yang membutuhkannya,” katanya.
Ia berharap kasus cacar monyet tidak sampai ke Pekanbaru, dan yang tidak kalah penting adalah upaya pencegahan dari masyarakat sendiri, seperti lebih memperhatikan kesehatan diri termasuk keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Mengenal gejala-gejala yang berhubungan dengan ‘monkeypox’ agar bisa diatasi secara dini, menghindari kontak dengan binatang yang terinfeksi atau orang yang terinfeksi,” kata Nuzeli.
Riau Masih Bebas
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Nazir, menyatakan hingga kini bisa dipastikan Riau bersih dari penyakit cacar monyet. Namun, instansi terkait harus tetap waspada melakukan pengawasan dan pencegahan. Sebabnya, banyak warga Riau yang kerap berpergian ke Singapura melalui Batam.
Karena itu, Dinas Kesehatan Provinsi Riau menginstruksikan pengawasan di pelabuhan dan bandara diperketat terutama di rute dari Singapura dan Batam untuk mencegah penularan virus cacar monyet.
“Dinas kesehatan telah meminta kepada kepala Kantor Kesehatan Pelabulan di Pekanbaru untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap para penumpang pesawat yang berasal dari Singapura dan penumpang yang berasal dari Batam, karena banyaknya masyarakat Riau yang berpergian ke Singapura melalui Batam,” kata Mimi Nazir.
Sementara itu, Executive General Manager Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II), Jaya Tahoma Sirait, mengatakan alat pemantau panas tubuh sudah diaktifkan di bandara sejak awal pekan ini, setelah mencuatnya kasus cacar monyet di Singapura.
Pengawasan penumpang tidak hanya fokus pada pesawat dengan rute penerbangan dari Singapura ke Pekanbaru, melainkan juga yang dari Malaysia.
“Karena Malaysia dan Pekanbaru relatif dekat, bisa dijangkau jalan darat. Jadi bisa saja penumpang dari Malaysia yang terjangkit monkeypox karena berkunjung ke Singapura lalu masuk ke Indonesia,” katanya.
Cacar monyet pertama kalinya muncul di Singapura yang virusnya menginfeksi seorang pria asal Nigeria pada April lalu. Sebelum tiba di Singapura, pria itu dikabarkan menghadiri pernikahan di Nigeria dan bisa jadi makan daging liar yang menjadi sumber transmisi virus. Daging yang dimaksud bisa jadi simpanse, gorila, kijang, burung, atau hewan pengerat.
Virus cacar monyet menular ke orang lain melalui kontak langsung. Masa inkubasi 5-7 hari baru terlihat gejalanya. Gejala cacar monyet sama dengan cacar lainnya, antara lain demam dan gangguan pernafasan.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: