Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agustina Situmorang mengatakan perundungan di dunia maya lebih memengaruhi remaja dibandingkan perundungan biasa.
Hal itu dikarenakan perundungan dunia maya (cyber bullying) dapat terjadi kapan saja dan di mana saja sepanjang pelaku atau korban memiliki akses terhadap internet.
"Berbeda dengan perundungan biasa, yang terjadi hanya di waktu dan tempat tertentu, misalnya di sekolah. Setelah anak pulang dari sekolah maka perundungan tidak terjadi lagi," kata Agustina.
Perundungan dunia maya juga menyebar lebih cepat, luas dan masif di kalangan teman sebaya korban atau pelaku, ujar dia.
Sering kali, lanjut dia, pelaku menggunakan nama samaran saat melakukan perundungan sehingga sulit dilacak dan diintervensi oleh orang dewasa.
Agustina mengatakan usia remaja merupakan usia rentan, karena mereka memasuki masa transisi dari anak menuju dewasa.
"Pada masa ini terjadi terlalu banyak perubahan di diri remaja. Mereka mengalami pubertas, kemudian secara psikologis dan sosial juga mengalami perubahan sehingga memberi dampak tidak nyaman dan kebingungan di dalam diri mereka," kata dia.
Karena ingin dianggap dewasa, remaja cenderung menjauh dari pengaruh orang tua dan lebih dekat dengan teman sebaya yang lebih mereka percayai.
Padahal remaja yang tidak memiliki hubungan emosional yang baik dengan orang tua akan lebih sering menjadi korban atau pelaku perundungan, kata Agustina.
Pengaruh globalisasi melalui kemajuan teknologi ternyata membuat komunikasi orang tua dan remaja menghadapi tantangan yang lebih besar, ujarnya lagi.
Orang tua diharapkan dapat lebih aktif dalam berinteraksi dengan remaja dan berusaha untuk mendengar meski pun adakalanya bertentangan dengan pandangan orang tua.
Baca juga: KPAI: anak harus dibekali keterampilan menghadapi perundungan
Baca juga: Praktisi pendidikan: Semua guru harus miliki wawasan perundungan
Peneliti sebut perundungan maya lebih pengaruhi remaja
15 Mei 2019 15:33 WIB
Ilustrasi perundungan (pixabay)
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: