Pemprov Kaltim diharapkan perluas sekolah luar biasa hingga pedalaman
Arsip Mahasiswa memandu penyandang tunanetra belajar mengoperasikan Braille Embosser saat pelatihan bertema 'Workshop on Using Braille Embosser and Text Editor Software for the Blind and Visual Impairment Student' di Fakultas Teknologi Elektro (FTE) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/5/2019). Pelatihan yang diikuti 15 siswa-siswi tunanetra dari dua Sekolah Luar Biasa (SLB) di Surabaya itu mengajarkan kepada para penyandang tunanetra mengoperasikan komputer menggunakan 'Text Editor Software' serta mencetak dengan menggunakan Braille Embosser. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.)
Menurut Sandra kepada awak media di Samarinda, Selasa, untuk lingkungan kota seperti Samarinda, Balikpapan dan Bontang keberadaan sekolah luar biasa ini jumlahnya cukup banyak, ditambah menjamurnya sejumlah Lembaga Sosial yang membuka kelas bagi anak berkebutuhan khusus.
Namun untuk beberapa desa di Kaltim, dan khususnya di wilayah pedalaman seperti Mahulu, Kutai Barat, Kutai Timur, keberadaan sekolah seperti ini jumlahnya sangat sedikit, bahkan letaknya hanya di ibukota kabupaten saja.
Kondisi tersebut menyebabkan tidak semua anak berkebutuhan khusus bisa mengakses layanan pendidikan karena memang keterbatasan infrastruktur, sarana dan prasarana.
Sandra Puspa Dewi mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terkait persoalan yang ada di lapangan.
Ia berharap, anak-anak berkebutuhan khusus di wilayah pedalaman juga mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak seperti halnya di perkotaan.
"Anak-anak yang notabene membutuhkan layanan khusus di wilayah pedalaman juga merupakan tanggung jawab pemerintah dan wajib untuk diberikan porsi yang sama," ungkap Sandra.
Sandra menambahkan, pendidikan anak berkebutuhan khusus jangan sampai dilupakan karena bagaimanapun mereka memiliki hak yang sama dalam menuntut ilmu. Pendidikan tidak mengenal kondisi.
Tak hanya itu, para pendidik di sekolah-sekolah reguler juga perlu terus disadarkan untuk tidak membeda-bedakan siswa dalam layanan pendidikan.
”Mereka memiliki mimpi dan cita-cita yang sama dengan kita sebagai manusia normal. Hanya kondisi mereka yang membedakan, memang perlu penanganan khusus agar apa yang mereka impikan bisa kita bantu,” tegasnya.
Pewarta: Arumanto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019