Palembang (ANTARA) - Kota Palembang, salah satu kota tertua di Indonesia konon sudah ada sejak 16 Juni 688 Masehi. Kota yang dibelah oleh Sungai Musi ini cukup dikenal karena diyakini menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya di masa silam.

Berbicara tentang Kota Palembang, maka kurang lengkap jika tidak membicarakan kulinernya. Jika menyebutkan empek-empek, maka dipastikan makanan ini sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia bahkan manca negara. Makanan asli Palembang berbahan baku ikan ini sangat mudah didapatkan, apalagi di era banjirnya toko pempek online.

Lantas, bagaimana dengan kue srikaya, yakni kue berwarna hijau beraroma daun pandan dengan tekstur sangat lembut dan legit. Tentunya, belum banyak yang mengetahui makanan lezat bercitarasa “wah” ini.

Terlepas dari mengapa srikaya tak sepopuler pempek, bahkan pindang ikan, yang jelas kue ini tetap eksis hingga kini meski diyakini sudah ada sejak zaman bingen (zaman dahulu kala).

Biasanya orang Palembang, makan kue ini dengan dicocol dengan ketan, bisa juga dengan roti tawar untuk mengurangi rasa legitnya. Tapi, siapa menduga, ada juga yang langsung melahapnya bulat-bulat.

Citarasa ‘mewah’ dari kue ini cukup dimaklumi karena sama sekali tidak menggunakan tepung dan bahan padat lain. Asal tahu saja, kue berwarna hijau mencolok ini pembuatannya hanya menggunakan gula, telur dan santan kental. Sekali lagi “wow” kenapa bisa, karena umumnya kue menggunakan tepung.

Saking manisnya, terkadang membuat seseorang hanya sanggup menyantap satu hingga dua mangkuk kecil srikaya mungil ini.

Pada bulan Ramadhan, kue ini sangat mudah ditemui, bahkan ada di pasar-pasar tradisional Palembang seperti di Pasar Kuto, Pasar Cinde, Pasar Perumnas, Pasar Lemabang, Pasar Plaju dan pasar-pasar lainnya. Ada juga di restoran-restoran pempek, dan tentunya pasar bedug dengan harga yang sangat terjangkau Rp3.000-Rp5.000 per mangkuk kecil.

Kue legit ini sangat mudah membuatnya, bahkan untuk kalangan pemula dipastikan bisa memasaknya.

Bahan yang disiapkan, telur ayam (1 gelas) yang biasanya terdiri atas 4 butir telur ayam atau bisa menggunakan telur bebek, gula pasir (1 gelas), santan kental (1 gelas), ekstrak sari pandan (5 lembar daun pandan +5 lembar daun suji).

Kemudian cara membuatnya, diawali dengan mencampur gula pasir dan telur lalu diaduk atau dikocok perlahan sampai gula larut tanpa perlu bahan mengembang. Lalu masukkan santan dan sari pandan dan diaduk sampai rata.

Tahapan berikutnya, siapkan kukusan atau dandang yang tutupnya dilapisi serbet supaya air uap panas tidak jatuh ke dalam bahan srikaya yang akan dikukus.

Lalu, masukkan adonan srikaya ke dalam cetakan srikaya kecil-kecil yakni bisa dari keramik bisa juga cetakan plastik. Perlu diperhatikan, pastikan dulu adonan diaduk setiap akan menuang ke cetakan supaya bahan tidak mengemulsi.

Setelah dikukus selama selama 10-15 menit, angkat srikaya dan dinginkan sebentar. Setelah itu kuliner ini siap dihidangkan.

Dari kue srikaya ini diketahui bahwa orang Palembang biasanya menggunakan santan glundu hasil pengentalan santan di atas api sampai berminyak. Jika akan menggunakan santan glundu, tambahkan lagi air supaya srikaya bagus.

Tapi jangan khawatir, bagi yang ingin menggunakan ekstrak santan yang sekarang banyak dijual di pasar tradisional, yang mana santannya sangat kental maka sebaiknya ditambah air lagi supaya adonan srikaya tidak memadat dan menggumpal.

Kemudian, dari kue ini diketahui juga bahwa masyarakat Palembang senang menggunakan bahan makanan alami karena menggunakan sari pandan asli.

Namun, disadari juga sekarang banyak yang membuat srikaya dengan menambahkan pasta pandan buatan yang banyak beredar di pasaran. Dari warna saja sebetulnya dapat diketahui apakah membuat srikaya dari pewarna buatan atau tidak.

Srikaya yang dibuat dari pandan asli dan daun suji warna hijaunya lebih teduh dan kalem juga lebih wangi. Sedangkan dari pasta pandan biasanya warnanya lebih “jreng”.

Budayawan Palembang Andi Syarifuddin mengatakan munculnya beraneka ragam makanan lezat dari Palembang karena adanya pengaruh budaya masyarakat setempat yang memuliakan tamu.

Pada masa silam, Kota Palembang tempat keberadaan Kesultanan Palembang, menjalankan kehidupan sosial masyarakat berdasarkan nilai-nilai Islami.

Dalam Islam, tamu merupakan sosok yang harus dihormati dan dimuliakan. Selain mematuhi ajaran agama, kehadiran tamu juga dinyakini bakal mendatangkan rejeki dan membangun silaturahmi antar-umat.

Kearifan lokal ini masih terlihat nyata dalam kehidupan masyarakat Kota Palembang hingga kini. Seperti diketahui, kudapan srikaya dijadikan makanan penutup pada prosesi “ngidang”.

Ngidang yakni suatu tata cara penyajian makanan saat ada acara sedekahan (kendurian) dan pernikahan, yang dilakukan secara lesehan dengan membagi setiap hidangan atau kelompok hanya terdiri atas delapan orang.

Hidangan digelar pada selembar kain dengan tempat nasi berupa nampan ditempatkan pada bagian tengah.

Sebagai penutup, biasanya yang empu rumah akan mengeluarkan kuliner khas Palembang berasa manis seperti kue srikaya hijau. Massa ini biasanya dimanfaatkan para undangan untuk saling bersenda gurau.