Artikel
Air nira pilihan segar saat berbuka puasa
Oleh Mukhlis
11 Mei 2019 13:04 WIB
Pedagang air nira di Lhokseumawe sedang melayani pembeli, air nira yang telah diisi kedalam botol air mineral tersebut per botolnya dijual mulai Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu. Selama bulan Ramadhan, permintaan air nira meningkat dari hati-hari biasa, Jumat (10/5).(Antara/mukhlis)
Lhokseumawe, Aceh (ANTARA) - Rasanya yang manis dengan aroma khas, kesegaran dalam setiap tegukannya. Kesegaran alami yang keluar dari celah mata air pohon aren, menjadi salah satu pilihan di saat berbuka puasa bagi masyarakat di Kota Lhokseumawe.
Pohon aren yang tumbuh liar dan subur di wilayah perbukitan Lhokseumawe, menjadi ladang rejeki bagi masyarakat, terutama di bulan Ramadhan. Dimana, selain diambil airnya untuk pembuatan bahan baku gula merah, bijinya juga diambil untuk biji kolang-kaling.
Kembali ke air nira pada bulan Ramadhan, sejumlah pedagang air nira menjajakkan dagangannya di sebuah lokasi di sudut pasar Kota Lhokseumawe di antara jajanan kuliner Ramadhan lainnya. Air nira dalam botol dijual diletakkan dalam bakul kemudian ditempatkan di atas sadel sepeda motor dan puluhan botol air nira tersebut siap dijual kepada konsumen.
Seperti yang dilakukan oleh Samsul (36) salah seorang pedagang air nira asal Gampong Paloh Batee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, ia menjual air nira di pasar setempat, Sabtu. Ia mengisahkan bila permintaan air nira meningkat di bulan Ramadhan dibandingkan pada hari-hari biasa, karena air dari pohon aren tersebut, menjadi salah satu minuman pilihan untuk berbuka puasa.
“ Bila bulan Ramadhan, tentu saja air nira ini banyak laku dibandingkan pada hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan, karena minuman ini juga menjadi salah satu minuman favorit warga karena langsung diambil dari pohon masih alami,” katanya.
Karena tingginya permintaan pada bulan Ramadhan, dalam satu hari pedagang air nira ini mampu menjual sebanyak 10 hingga 12 jerigen ukuran 5 liter air nira setiap sorenya. Air nira yang dijual tersebut telah diisi ke dalam botol air mineral, sehingga lebih mudah dan praktis untuk dibawa pulang oleh konsumen.
“ Dalam satu hari jumlah yang laku sampai 12 jerigen. Air nira ini diisi dalam botol plastik air mineral. Untuk ukuran botol besar harganya Rp10 ribu / botol, sedangkan untuk botol ukuran sedang 600 ml harganya Rp 5.000 / botol. Jika pada hari-hari biasa tidak seramai ini permintaannya sehingga saya bernai membawa jumlah cukup banyak,” kata Samsul.
Samsul warga Paloh Batee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe ini mengaku, air nira yang dijualnya merupakan hasil dari pohon nira di kebun miliknya. Tempat tinggalnya berada di wilayah yang merupakan daerah perbukitan dan banyak terdapat pohon aren yang menjadi sumber air nira tersebut.
“Air nira ini masih segar karena langsung saya ambil dari kebun sendiri, setiap hari saya tampung untuk kemudian dijual ke pasar selama bulan Ramadhan ini,” katanya lagi.
Warga ini juga menjelaskan sedikit tentang proses pengambilan air nira tersebut. Samsul menceritakan bahwa air nira tersebut diperoleh melalui tandan nira yang sudah dipotong, kemudian pada ujungnya digantung benda sebagai wadah yang terbuat dari bambu yang dikenal dalam bahasa Aceh dengan istilah “ Pacok Trieng,” sebagai penampung tetesan air nira.
“ Pacok Trieng ini, dipasang pada sore hari dan keesokan harinya baru diambil dan sudah terisi air nira di dalamnya,” kata Samsul.
Lanjutnya lagi, setelah air nira dituangkan ke dalam wadah lain, Pacok Trieng tadi dilakukan pengasapan, untuk kemudian dipasang kembali pada pelepah batang nira untuk pengambilan airnya lagi.
“ Apabila dipasang Pacok Trieng pada sore hari, maka air akan diambil lagi pada pagi harinya dan siap dijual ke pasar,” ujar pedagang air nira itu lagi.
Mengkonsumsi air nira ternyata banyak manfaat, selain rasanya yang memang menyegarkan ditenggorokkan dengan rasa manis alami, juga dipercayakan menjadi obat dan membersihkan ginjal.
Seperti diungkapkan oleh Muhammad Syukri (50) salah seorang warga yang mengkonsumsi air nira. Sehingga tidak mengherankan, apabila dirinya tidak pernah absen mengkonsumsi air nira tersebut di bulan ramadhan.
“ Saya sering mengkonsumsi air nira ini, tidak hanya di bulan puasa saja, namun di waktu lain juga saya beli. Karena air nira dapat menjadi obat dan membersihkan buah pinggang kita,” katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yusri, salah seorang konsumen air nira lainnya, yang menambahkan, bahwa mengkonsumsi air nira di bulan Ramadhan ada rasa khas tersendiri dibalik kesegarannya.
Bahkan ungkap warga Lhokseumawe ini lagi, selain memang menyegarkan menikmati air nira saat berbuka, juga dapat mengobati masuk angin, pegal-pegal dan rasa capek diseluruh tubuh.
“ Pokoknya badan terasa enak jika mengkonsumsi air nira ini, seperti masuk angin, pegal-pegal dan juga bisa hilang,” kata warga itu.
Kembali kepada penjual air nira tadi, apabila ada air nira yang tertinggal tidak habis laku, maka dirinya tidak menjual lagi. Akan tetapi dibawa pulang untuk dimasak menjadi bahan manisan yakni seperti gula merah yang masih mencair berwarna merah pekat dan lengket.
“ Jika tidak habis laku, tidak saya jual lagi akan tetapi saya bawa pulang dan dimasak menjadi manisan,” kata Samsul menutup pembicaraan.
Baca juga: Produsen dawet-cincau Palembang habiskan satu ton bahan baku per hari
Baca juga: Serai Wangi, tumbuhan paling dicari saat Ramadhan
Pohon aren yang tumbuh liar dan subur di wilayah perbukitan Lhokseumawe, menjadi ladang rejeki bagi masyarakat, terutama di bulan Ramadhan. Dimana, selain diambil airnya untuk pembuatan bahan baku gula merah, bijinya juga diambil untuk biji kolang-kaling.
Kembali ke air nira pada bulan Ramadhan, sejumlah pedagang air nira menjajakkan dagangannya di sebuah lokasi di sudut pasar Kota Lhokseumawe di antara jajanan kuliner Ramadhan lainnya. Air nira dalam botol dijual diletakkan dalam bakul kemudian ditempatkan di atas sadel sepeda motor dan puluhan botol air nira tersebut siap dijual kepada konsumen.
Seperti yang dilakukan oleh Samsul (36) salah seorang pedagang air nira asal Gampong Paloh Batee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, ia menjual air nira di pasar setempat, Sabtu. Ia mengisahkan bila permintaan air nira meningkat di bulan Ramadhan dibandingkan pada hari-hari biasa, karena air dari pohon aren tersebut, menjadi salah satu minuman pilihan untuk berbuka puasa.
“ Bila bulan Ramadhan, tentu saja air nira ini banyak laku dibandingkan pada hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan, karena minuman ini juga menjadi salah satu minuman favorit warga karena langsung diambil dari pohon masih alami,” katanya.
Karena tingginya permintaan pada bulan Ramadhan, dalam satu hari pedagang air nira ini mampu menjual sebanyak 10 hingga 12 jerigen ukuran 5 liter air nira setiap sorenya. Air nira yang dijual tersebut telah diisi ke dalam botol air mineral, sehingga lebih mudah dan praktis untuk dibawa pulang oleh konsumen.
“ Dalam satu hari jumlah yang laku sampai 12 jerigen. Air nira ini diisi dalam botol plastik air mineral. Untuk ukuran botol besar harganya Rp10 ribu / botol, sedangkan untuk botol ukuran sedang 600 ml harganya Rp 5.000 / botol. Jika pada hari-hari biasa tidak seramai ini permintaannya sehingga saya bernai membawa jumlah cukup banyak,” kata Samsul.
Samsul warga Paloh Batee, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe ini mengaku, air nira yang dijualnya merupakan hasil dari pohon nira di kebun miliknya. Tempat tinggalnya berada di wilayah yang merupakan daerah perbukitan dan banyak terdapat pohon aren yang menjadi sumber air nira tersebut.
“Air nira ini masih segar karena langsung saya ambil dari kebun sendiri, setiap hari saya tampung untuk kemudian dijual ke pasar selama bulan Ramadhan ini,” katanya lagi.
Warga ini juga menjelaskan sedikit tentang proses pengambilan air nira tersebut. Samsul menceritakan bahwa air nira tersebut diperoleh melalui tandan nira yang sudah dipotong, kemudian pada ujungnya digantung benda sebagai wadah yang terbuat dari bambu yang dikenal dalam bahasa Aceh dengan istilah “ Pacok Trieng,” sebagai penampung tetesan air nira.
“ Pacok Trieng ini, dipasang pada sore hari dan keesokan harinya baru diambil dan sudah terisi air nira di dalamnya,” kata Samsul.
Lanjutnya lagi, setelah air nira dituangkan ke dalam wadah lain, Pacok Trieng tadi dilakukan pengasapan, untuk kemudian dipasang kembali pada pelepah batang nira untuk pengambilan airnya lagi.
“ Apabila dipasang Pacok Trieng pada sore hari, maka air akan diambil lagi pada pagi harinya dan siap dijual ke pasar,” ujar pedagang air nira itu lagi.
Mengkonsumsi air nira ternyata banyak manfaat, selain rasanya yang memang menyegarkan ditenggorokkan dengan rasa manis alami, juga dipercayakan menjadi obat dan membersihkan ginjal.
Seperti diungkapkan oleh Muhammad Syukri (50) salah seorang warga yang mengkonsumsi air nira. Sehingga tidak mengherankan, apabila dirinya tidak pernah absen mengkonsumsi air nira tersebut di bulan ramadhan.
“ Saya sering mengkonsumsi air nira ini, tidak hanya di bulan puasa saja, namun di waktu lain juga saya beli. Karena air nira dapat menjadi obat dan membersihkan buah pinggang kita,” katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yusri, salah seorang konsumen air nira lainnya, yang menambahkan, bahwa mengkonsumsi air nira di bulan Ramadhan ada rasa khas tersendiri dibalik kesegarannya.
Bahkan ungkap warga Lhokseumawe ini lagi, selain memang menyegarkan menikmati air nira saat berbuka, juga dapat mengobati masuk angin, pegal-pegal dan rasa capek diseluruh tubuh.
“ Pokoknya badan terasa enak jika mengkonsumsi air nira ini, seperti masuk angin, pegal-pegal dan juga bisa hilang,” kata warga itu.
Kembali kepada penjual air nira tadi, apabila ada air nira yang tertinggal tidak habis laku, maka dirinya tidak menjual lagi. Akan tetapi dibawa pulang untuk dimasak menjadi bahan manisan yakni seperti gula merah yang masih mencair berwarna merah pekat dan lengket.
“ Jika tidak habis laku, tidak saya jual lagi akan tetapi saya bawa pulang dan dimasak menjadi manisan,” kata Samsul menutup pembicaraan.
Baca juga: Produsen dawet-cincau Palembang habiskan satu ton bahan baku per hari
Baca juga: Serai Wangi, tumbuhan paling dicari saat Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: