Jakarta (ANTARA) - Perwakilan saksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Agung Setiarso menyatakan pihaknya berpotensi membawa masalah temuan perbedaan data perolehan suara untuk kursi DPRD Provinsi DKI Jakarta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Silakan saja kalau, misalnya, KPUD di sini tidak mau menerima, kami lanjutkan ke MK," ujar Agung kepada wartawan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat sore.

Pernyataan tersebut menyusul aksi "walk out" dari rapat pleno rekapitulasi suara DKI Jakarta yang dilakukan oleh saksi PKS itu bersama dengan saksi dari tiga partai lainnya, yaitu Partai Hanura, PPP dan Partai Perindo.

Sebelumnya di dalam rapat pleno, Agung mengemukakan dugaan selisih perolehan suara untuk DPRD DKI Jakarta di daerah pemilihan 7 dan 8 Jakarta Selatan yang tercatat di formulir DB1 dengan yang dikumpulkan oleh pihak internal PKS.

Proses diskusi untuk menemukan mekanisme penyelesaian yang dilakukan oleh para saksi, KPU Jakarta Selatan dan Bawaslu berjalan alot hingga muncul keputusan pemimpin sidang untuk melanjutkan pleno.

Menurut Agung, KPU juga tidak mau membuka data untuk mencari titik ketimpangan perolehan suara yang dimaksud. Padahal di hari sebelumnya pihak KPU meminta dia untuk melakukan adu data.

“Jadi nanti kita akan laporkan, mungkin ke DKPP juga, komisi etik ya. Kami sedang konsultasi dengan bagian hukum kami,” ucap Agung.

Sementara itu, Komisioner KPU DKI Jakarta, Partono menyebutkan bahwa pihaknya berpegang pada regulasi dan saran Bawaslu bahwa perbaikan data semestinya dilakukan di tingkat di mana kesalahan itu ditemukan.

Partono juga mengaku sudah menjelaskan kepada yang bersangkutan bahwa selisih suara mungkin terjadi karena ada kesalahan hitung, namun mungkin juga sudah diperbaiki di tingkat kecamatan.

Menanggapi potensi pelaporan masalah ini ke MK dan DKPP, dia menghormati hal itu sebagai mekanisme penyelesaian yang mungkin dilakukan, asalkan pelapor bisa menunjukkan data valid.

"Kalau ke MK tentu hak setiap peserta pemilu kalau ada selisih, namanya perselisihan hasil pemilu. Terkait dengan DKPP itu ya hak mereka apakah kami ini melanggar kode etik yang sudah dibuat," ujar dia.