Jakarta (ANTARA) -
Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan mekanisme proteksi Komisi HAM Antar Pemerintah ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights/AICHR) masih lemah.

"Proteksinya masih lemah artinya tidak ada wewenang menerima pengaduan individual bagi yang menderita pelanggaran hak mereka," ujar Hassan Wirajuda dalam Dialog Tingkat Tinggi tentang Hak Asasi Manusia ASEAN" di Jakarta, Kamis.

Selain itu, Komisi HAM Antar Pemerintah ASEAN tidak mempunyai wewenang untuk investigasi kunjungan negara , dan tidak ada pembahasan situasi negara.

"Ketika saya sebagai Menlu Indonesia pada 2009, saya katakan tidak mau jadi bagian konsensus pada mandat ini, karena ini timpang. Tapi atas pertimbangan karena ini masih baru, masih sensitif, nanti 5 tahun kemudian pada 2014 akan ditinjau kembali, dengan janji akan seimbang. Termasuk dimasukkannya fungsi aduan, tapi kenyataannya tidak. Maka saya sampaikan kekecewaan saya, janji negara-negara untuk membuat mandat komisi HAM ini seimbang tidak terjadi sampai sekarang," kata Hassan Wirajuda.

Disamping itu, Komisi juga tidak dapat menjatuhkan sanksi atas pelanggaran HAM yang terjadi di suatu negara dan pembahasan masalah HAM hanya dapat dilakukan dalam tingkat dialog.

"Jika negara tidak demokratis maka penegakan HAM tidak ada kemajuan. Untuk negara otoritarian mereka melihat HAM sebagai ancaman. Padahal jika kita membicarakan tentang hak sipil dan politik, itu perlu ada jaminan tentang hak kebebasan berkumpul, hak berserikat dan menyatakan pendapat," kata dia.

Di kawasan ASEAN, lanjut Hassan Wirajuda, negara demokratis hanya ada dua, sisanya bukan negara demokratis.

"Itu tantangan kita untuk merubah bagaimana mandat AICHR untuk perlindungan HAM di ASEAN. Hal itu tidak mudah dan itu perlu kepemimpinan. Dan Indonesia yang ditunjuk," ujar Hassan Wirajuda.