Jakarta (ANTARA) - Aliansi baru untuk perikanan tuna Indonesia atau One-on-One Indonesia Tuna Alliance secara resmi telah diluncurkan pada acara Seafood Expo Global di Brussels, Belgia, yang merupakan pameran perdagangan makanan laut terbesar di dunia.

Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) MDPI Saut Tampubolon mengatakan bahwa aliansi yang diumumkan pada 9 Mei ini merupakan kesempatan yang baik untuk merangkul semua pemangku kepentingan untuk bekerja bersama dalam mencapai perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

"Pengumuman yang dilakukan pada pameran seafood terbesar di dunia ini menjadi tanda komitmen kami untuk menyelaraskan upaya kami dan menyatukan suara untuk meningkatkan kesempatan bagi para nelayan, pemerintah dan mitra LSM. Dukungan semua pihak mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan Aliansi, yaitu perikanan berkelanjutan. Saya pribadi berharap dapat bekerja sama dengan mitra kami, baik saat ini dan di masa depan," kata Saut Tampubolon, Kamis.

Aliansi ini digawangi oleh tiga organisasi yang berada di garda depan gerakan penangkapan ikan yang berkelanjutan, yaitu International Pole & Line Foundation (IPNLF), MDPI, dan Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia.

Aliansi tersebut bertujuan untuk mempromosikan perikanan yang legal dan mengembangkan perikanan yang berkelanjutan dan transparan dalam rantai pasok seafood "satu-per-satu" di Indonesia.

Indonesia sebagai produsen tuna terbesar di dunia memiliki pasokan tuna yang melimpah, namun penangkapan ikan secara ilegal atau IUU Fishing mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai 3 miliar dolar AS per tahun.

Dalam kurun empat tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia telah berupaya membenahi sektor perikanan; agar potensi perikanan Indonesia sebagai bangsa maritim terkemuka, dapat termanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Para anggota aliansi telah bekerja bersama di Indonesia selama lima tahun terakhir, untuk membawa transisi perikanan tuna di Indonesia menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Upaya konsolidasi melalui aliansi ini menandai adanya peluang yang berbeda untuk keberlanjutan dalam sektor perikanan tuna di Indonesia.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama-sama dengan Asosiasi Perikanan Pole & Line and Handline Indonesia (AP2HI) bersinergi untuk mempromosikan industri tuna Indonesia yang berkelanjutan ke berbagai forum tingkat internasional.

"Sebagai negara tuna terbesar di dunia, kami memiliki komitmen untuk mengembangkan industri ini dengan cara berkelanjutan dan praktik perikanan bertanggung jawab," kata Sekjen KKP Nilanto Perbowo.

Menurut Nilanto Perbowo, Indonesia saat ini telah memiliki kesuksesan dalam memberantas penangkapan perikanan secara ilegal.

Untuk itu, ujar dia, pihaknya sekarang bergerak maju dalam rangka mengembangkan industri perikanan tuna yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Sementara itu, Ketua AP2HI, Janti Djuari menyatakan bahwa lebih dari 30 anggota asosiasi tersebut telah menandatangani kode etik asosiasi untuk mengimplementasikan praktik berkelanjutan. "Mereka sangat aktif terlibat dalam program peningkatan perikanan dan bersiap untuk sertifikasi MSC (Marine Stewardship Council)," katanya.

Indonesia saat ini dinilai memiliki penangkapan ikan tuna terbesar di dunia dan menjadi pemimpin global one-by-one caught tuna. Volume ikan tuna cakalang dan sirip kuning yang di tangkap menggunakan metode pole-and-line dan handline diperkirakan lebih dari 100.000 ton setiap tahun.

Sedangkan untuk nilai ekspornya, pada tahun 2017 total nilai ekspor tuna siap saji dan tuna filet beku yang berasal dari Indonesia sebesar 425 juta dolar AS dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari 12.5 persen dibandingkan tahun 2016 dengan Eropa yang memiliki peringkat di antara konsumen terbesar produk tuna Indonesia.

Baca juga: Proposal Indonesia terkait labeling tuna disetujui ASEAN

Baca juga: Indonesia-AS bermitra perangi penangkapan ikan ilegal