Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut), M.S. Kaban, optimistis skema pengurangan emisi dari penggundulan hutan dan degradasi(Reducing Emission from Deforestation and Degradation/REDD) di Indonesia bisa diterima negara-negara maju. REDD juga jadi langkah awal terealisasinya komitmen negara-negara anex I (utara) sebagai apresiasi terhadap pengelolaan hutan oleh masyarakat, kata Menhut MS Kaban usai melantik 3 pejabat eselon I Dephut, Jumat. "Pembahasan REDD positif apalagi George W Bush (AS) yang menolak Protokol Kyoto sudah datang dalam pertemuan F 11, itu punya makna politis yakni dukungan terhadap REDD yang akan menggantikan Protokol Kyoto 2012 nanti," kata Menhut. Menurut Menhut, REDD butuh sosialisasi sampai proses implementasinya nanti. "Jadi wajar kalau banyak yang menolak karena memang sosialisasinya masih berjalan. Saya optimis usaha ini bisa berhasil maksimal untuk memberikan nilai tambah bagi hutan di Indonesia," katanya. Kaban juga mengakui besaran dana yang bisa dihimpun dari REDD akan sangat besar tergantung apa yang ditawarkan serta negosiasi dengan negara atau lembaga donor yang akan terlibat nanti. Rencananya sudah ada sejumlah negara yang akan memanfaatkan REDD seperti Inggris, Australia, Jerman dan Bank Dunia. Namun Kaban mengaku belum bicara lebih jauh dengan negara-negara tersebut. "Belum ada angka berapa yang bisa didapat. Menunggu proyek percontohan yang datang dari daerah," katanya. Menneg Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar sebelumnya menyatakan RI bisa dapat Rp33 triliun dari REDD. Kaban menilai dana sebesar itu bisa didapat. "Mungkin bisa lebih besar. Kalaupun kita sudah bisa kelola hutan dengan baik lewat hutan konservasi misalnya, tapi nggak ada yang mau bayar ya nggak apa-apa kita nggak rugi juga kok, hutan malah bagus," katanya menambahkan. (*)