Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah Kamis pagi masih melanjutkan penguatannya hingga di bawah level Rp9.250 per dolar AS, karena pelaku masih membeli rupiah, setelah ada spekulasi bahwa The Fed akan segera menurunkan suku bunganya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS naik menjadi Rp9.243/9.248 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.250/9.287 per dolar AS atau naik tujuh poin. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, mengatakan rupiah diperkirakan akan terus menguat mendekati level Rp9.200 per dolar AS menjelang bank sentral AS (The Fed) mengumumkan penurunan suku bunganya pada pekan depan. Penguatan rupiah itu, karena sejumlah faktor juga ikut mendukung, seperti kenaikan harga saham di pasar regional dan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang masih bertahan pada level 8,25 persen, katanya. Menurut dia, The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 basis poin yang juga akan diikuti oleh BI menurunkan BI Rate 25 basis poin. Membaiknya laju inflasi Nopember 2007 merupakan faktor yang mendorong BI menurunkan suku bunga acuan setelah beberapa bulan lalu masih bertengger di level 8,25 persen, katanya. Ia mengatakan, penguatan rupiah merupakan langkah yang baik bagi Indonesia, karena biaya impor akan lebih murah, terutama untuk impor minyak mentah dan bahan baku impor lainnya. Namun kenaikan rupiah apakah akan bertahan lama, apabila harga minyak mentah dunia kembali bergejolak, setelah Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak untuk meningkatkan produksi, ucapnya. Kenaikan rupiah yang terus terjadi sudah diduga sebelumnya, meski pergerakannya agak lambat, karena tertahan oleh gejolak harga minyak mentah, meski dolar AS terhadap yen dan euro merosot tajam. Karena itu, rupiah dinilai merupakan mata uang anomali yang sulit diduga ada faktor positif, mata uang lokal itu terpuruk dan sebaliknya muncul faktor negatif rupiah sedikit menguat, tuturnya. Sementara itu, euro terhadap dolar AS naik menjadi 1,4614 dari sebelumnya 1,4592, sedangkan dolar AS mencapai 110,93 yen. (*)