Keluarga terduga teroris SL tidak terpapar radikalisme
7 Mei 2019 18:16 WIB
Dokumentasi pengendara melintas di depan toko yang terpasang garis polisi pasca penggerebekan terduga pelaku teroris, di kawasan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (5/5/2019). (ANTARA/Risky Andrianto).
Jakarta (ANTARA) - Keluarga terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) berinisial SL (34) yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, akhir pekan lalu, tidak terindikasi juga terpapar paham radikalisme.
"Sampai hari ini masih belum ada indikasi ke situ, soalnya SL ini masuk daftar pencarian orang (DPO) dari tahun 2014," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, di Gedung Markas Besar Kepolisian Indonesia, Jakarta, Selasa.
Kelompok teroris yang dipimpin SL sudah terlibat dalam berbagai macam aksi, di antaranya bom MH Thamrin pada 2016 serta kerusuhan di Mako Brimob pada 2017. Untuk 2019, kelompok itu disebut akan memanfaatkan unjuk rasa hasil pemilu.
Secara aktif SL membaca konstelasi dan dinamika yang terjadi di masyarakat sehingga terus bergerak dan berpindah-pindah tempat.
Ia mengatakan, kelompok itu dicurigai mencari momen memicu kerusuhan massa yang lebih besar, seperti yang terjadi di Suriah, Iran dan Malawi. "Menunggu kerusuhan massa dulu. Menunggu massa betul-betul kumpul dan ada ledakan konflik lebih besar baru mereka ambil alih," kata Prasetyo.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat tetap tenang dan apabila menemukan hal yang mencurigakan tidak mengambil langkah sendiri, melainkan menginformasikan kepada aparat kepolisian terdekat.
Kepolisian memiliki basis data yang kuat terkait dengan kelompok teroris agar dapat mengambil langkah yang tepat.
"Sampai hari ini masih belum ada indikasi ke situ, soalnya SL ini masuk daftar pencarian orang (DPO) dari tahun 2014," tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, di Gedung Markas Besar Kepolisian Indonesia, Jakarta, Selasa.
Kelompok teroris yang dipimpin SL sudah terlibat dalam berbagai macam aksi, di antaranya bom MH Thamrin pada 2016 serta kerusuhan di Mako Brimob pada 2017. Untuk 2019, kelompok itu disebut akan memanfaatkan unjuk rasa hasil pemilu.
Secara aktif SL membaca konstelasi dan dinamika yang terjadi di masyarakat sehingga terus bergerak dan berpindah-pindah tempat.
Ia mengatakan, kelompok itu dicurigai mencari momen memicu kerusuhan massa yang lebih besar, seperti yang terjadi di Suriah, Iran dan Malawi. "Menunggu kerusuhan massa dulu. Menunggu massa betul-betul kumpul dan ada ledakan konflik lebih besar baru mereka ambil alih," kata Prasetyo.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat tetap tenang dan apabila menemukan hal yang mencurigakan tidak mengambil langkah sendiri, melainkan menginformasikan kepada aparat kepolisian terdekat.
Kepolisian memiliki basis data yang kuat terkait dengan kelompok teroris agar dapat mengambil langkah yang tepat.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: