Makassar (ANTARA) - Tiga orang petugas penyelengara adhoc, Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Makassar, Sulawesi Selatan dilaporkan meninggal dunia setelah sebelumnya menderita sakit akibat kelelahan saat proses pemungutan dan penghitungan suara Pemilu serentak 17 April 2019.

"Teman-teman badan penyelenggara adhoc (KPPS) kami sudah tiga orang yang gugur dalam mengawal proses pemilu di Makassar. Belum lagi yang keguguran, ada yang kena stroke, kecelakaan, bahkan masih ada dalam perawatan," sebut Komisioner KPU Makassar Endang Sri, di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.

Tiga orang tersebut yakni, Muh Amar meninggal pada Senin (6/5/2019) setelah di rawat di rumah sakit akibat sesak nafas setelah proses penghitungan suara di TPS setempat. Rumah duka jalan Maccini Tengah, lorong 04, Kelurahan Maccini Parang, Kecamatan Makassar.

Selanjutnya, Muhammad Alip Ukhda anggota KPPS bertugas di TPS 30 Kelurahan Karungrung, Kecamatan Rappocini meninggal pada Sabtu (4/5/2019). Almarhum juga mengalami kelelahan usai melaksanakan tugasnya dan sempat mendapat perawatan medis.

Dan, Radiansyah bertugas sebagai anggota KPPS di TPS 09, Kelurahan Bunga Eja Baru, Kecamatan Tallo meninggal pada Sabtu (27/4/2019) di rumah Sakit Pelamonia Makassar.

Almarhum berdomisili di jalan Tinumbu lorong 142 RT/RW 004/002 Kelurahan Bunga Ejaya Beru, Kecamatan Tallo, sempat mendapat perawatan medis akibat kelelahan dan menderita batuk serta radang tenggorokan.

KPU Kota Makassar berduka cita sedalam-dalamnya disela kegiatan rekap tingkat kota yang dilaksanakan di Hotel Harper Makassar.

"Pemilu ini adalah Pemilu paling memilukan. Pemilu kali ini sangat menguras energi khususnya teman-teman penyelenggara adhoc," sebutnya.

Selain itu, untuk proses penghitungan tingkat kota, lanjutnya, hari ini KPU Makassar telah menetapkan hasil rekap di sembilan kecamatan dari total 15 kecamatan se Kota Makassar.

"Kami terharu karena prosesnya lancar dan hampir tidak ada perdebatan yang berarti terkait hasil rekap tersebut," papar Endang.

Pihaknya sadar akan kondisi seperti ini dan itu adalah buah kerja keras dari teman-teman PPK, PPS dan KPPS telah mengawal suara rakyat yang berjibaku menunjukkan proses transparan dan akuntabel pada setiap jenjang mulai dari tingkat TPS.

"Teman-teman penyelenggara ad hoc adalah pahlawan demokrasi yang sebenarnya. Merekalah yang menjadi pondasi dasar dari pembangunan demokrasi kita. Mereka harus dikenang, dan sejarah tidak boleh melupakan jasa mereka," tuturnya.

Saat ini, tambah Endang, pihaknya tengah memproses serta mendata petugas penyelenggara ad hock yang mendapat musibah untuk dilaporkan secara berjenjang agar mereka bisa mendapat santunan.

"Kami berharap ke depannya desain sistem pemilu kita harus lebih baik lagi memperhatikan penyelenggara ad hoc khususnya terkait honorarium dan asuransi jiwa mereka," tambahnya.

Mengenai besaran santunan diberikan kepada petugas KPPS yang meninggal dunia sebesar Rp36 juta per orang. Angka tersebut sesuai dengan yang diajukan oleh KPU Pusat dan disetujui Kementerian Keuangan.