Sigi (ANTARA) - Fungsi hutan secara umum sebagai paru-paru dunia, sumber ekonomi, habitat flora dan fauna, pengendali bencana, tempat penyimpanan air, dan untuk mengurangi polusi dan pencemaran udara. Pentingnya peranan hutan bagi kehidupan yang ada di dalamnya, maka sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikan hutan.
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan secara positif. Manfaat langsung yang diperoleh dari hutan adalah kayu serta hasil hutan lainnya sedangkan manfaat tidak langsung yang diperoleh dari hutan adalah pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, udara yang bersih, mencegah terjadinya banjir dan lain-lain.
Jangan lupa bahwa Tuhan menciptakan hutan dan alam yang indah ini, semata-mata untuk kepentingan umat manusia yang ada dimuka bumi.
Semua diciptakan Tuhan demi kelangsungan masa depan anak cucu kita. Tapi, kenyataannya hutan dan alam yang ada, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah dan khususnya di Kabupaten Sigi sudah mulai rusak oleh ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan membabat hutan mengambil kayu untuk bisa memenuhi kebutuhan jasmani.
Akibatnya, fungsi hutan yang seharusnya menyerap air, kini terus berkurang karena hutan telah dibabat. Hutan dan alam pun marah. Apalagi Tuhan yang menciptakannya.
Bencana alam tanah longsor dan banjirpun mulai mengancam keselamatan jiwa manusia. Di beberapa daerah di Tanah Air dilanda banjir dan longsor.
Termasuk di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah pada 28 April 2019 diterjang bencana alam banjir bandang yang mengakibatkan banyak warga kehilangan rumah dan harta benda.
Bencana itu juga menelan korban jiwa meninggal dunia akibat tertimbun lumpur menyusul banjir bandang yang melanda sejumlah desa di Kecamatan Gumbasa dan Kecamatan Dolo Selatan.
Dampak dari bencana alam yang terjadi menjelang bulan suci Ramadhan, telah memaksa ribuan warga di beberapa desa di dua kecamatan di Kabupaten Sigi tersebut harus menginap sementara di lokasi-lokasi penampungan pengungsi korban banjir bandang yang dibangun lembaga-lembaga kemanusiaan dari pemerintah daerah.
Padahal, saat Ramadhan seharusnya disambut sukacita oleh umat muslim.
Achrul Udaya, seorang pemerhati lingkungan di Kota Palu mengatakan melihat dari limbah-limbah kayu yang dibawa banjir, diduga kuat bahwa bencana alam banjir bandang yang baru saja menerjang sejumlah desa di Kabupaten Sigi pada 28/4-2019 bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi, tetapi hutan di hulu sungai sudah rusak sehingga perlu mendapat perhatian pemerintah dan semua pihak terakit yang ada di daerah itu.
Potongan-potongan berbagai jenis kayu yang dibawa banjir dan kini banyak berserakan di beberapa permukiman warga, terutama di Desa Tuva,Kecamatan Gumbasa membuktikan bahwa telah terjadi perambahan dan pembabatan hutan di hulu sungai.
"Tidak bisa dipungkiri lagi. Dari mana datangnya potongan-potongan kayu itu kalau bukan dari hutan yang sudah dirusak?," kata dia.
Menurut dia, banjir bandang yang terjadi dan telah menyengsarakan orang banyak di Kabupaten Sigi, perlu ditanggapi serius oleh semua pihak.
Bukan hanya pemerintah, tetapi semua, terutama masyarakat agar segera menghentikan penebangan/pembabatan hutan untuk kepentingan apapun juga.
Hentikan pembalakan
Belajarlah dari bencana alam yang telah terjadi. Bahwa apa yang dilakukan selama ini membuka hutan baik untuk kepentingan lahan kebun ataupun hanya untuk mengambil kayu untuk memenuhi kebutuhan perut adalah hal yang perlu segera dihentikan.
Jangan hanya karena desakan ekonomi, membuat banyak orang menderita, sengsara dan harus kehilangan nyawa dan harta benda serta mata pencaharian karena bencana alam banjir dan tanah longsor.
Pemerintah harus tegas menindak para pelaku pembalakan ilegal, sebab jika terus dibiarkan berlangsung, maka bencana alam dipastikan kan terjadi setiap saat.
Para pelaku harus ditangkap dan diproses hukum. Yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Selain itu, Achrul juga mengatakan pemerintah, swasta dan masyarakat perlu bersinergi untuk mencegah kerusakan hutan yang diakibatkan oleh desakan ekonomi dengan gencar melakukan sosialisasi yang diikuti pula dengan kegiatan pemberdayaan kepada masyarakat, khususnya yang berada di sekitar kawasan hutan, apakah itu kawasan hutan lindung, konservasi, taman nasional atau hutan produksi.
Masyarakat perlu mendapatkan pencerahan dan edukasi tentang hutan dan alam. Pemberdayaan melalui usaha-usaha kelompok masyarakat sangat dibutuhkan. Sebagian besar masyarakat yang bermukim di sekitar hutan, tingkat ekonomi mereka cukup memprihatinkan sehingga sangat memungkinkan bagi mereka untuk menggerus hutan demi memenuhi tuntutan ekonomi mereka.
Mereka mengambil kayu atau membuka lahan kebun, tanpa memikirkan dampak negatif seperti bencana alam banjir dan longsor. "Yang penting bagi mereka bisa mendapatkan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Achrul yang juga Ketua Bidang Perdagangan Kadin Provinsi Sulteng itu.
Hal senada juga disampaikan Ketua Relawan Orang Hilang dan Alam (ROA) Provinsi Sulteng, Subarkah. Dia menilai bukan waktunya saling salah menyalahkan, tetapi bagaimana merenungkan dan mengintropeksi bencana alam agar tidak lagi terjadi seperti yang baru saja melanda sejumlah desa di Kabupaten Sigi.
Menurut dia, banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Sigi hampir sama dengan banjir bandang yang terjadi beberapa tahun lalu di Kabupaten Parigi Moutong.
Pada musibah alam trersebut, terjadi tsunami kayu. Banyak sekali potongan-potongan kayu yang mendorong sebuah jembatan konstruksi baja hanyut dihantam banjir bandang.
Selain merengut korban jiwa, juga mengakibatkan ribuan rumah penduduk di Kecamatan Parigi Selatan tertimbun dan hanyut, merusak infrastruktur jalan, jembatan, irigasi, areal persawahan, perkebunan kakao, penerangan listrik dan telekomunikasi.
Banjir serupa juga yang terjadi di dua kecamatan di Sigi yakni Kecamatan Gumbasa dan Dolo Selatan. Terlihat banyak materi kayu yang dibawa banjir bandang dan kini berserakan di sepanjang jalur jalan provinsi antara Desa Saluki dan Tuva.
Bencana diharapkan menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan alam yang ada dan bukan sebaliknya merusaknya demi kebutuhan ekonomi sesaat.
Apalagi, kata dia, pemerintah pusat telah memberikan akses kepada masyarakat untuk mengelola hutan sosial dan hutan desa. Hutan sosial dan hutan desa dikelola dengan tidak mengabaikan prinsip dan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, masyarakat bisa mengolah hutan untuk meningkatkan taraf dan kesejahteraan hidup keluarga, namun perlu juga untuk tetap menanam kembali pohon agar bisa tetap lestari.
Melalui program-program pemberdayaan yang telah dilakukan berbagai pihak terkait, sangat diharapkan, selain ekonomi masyarakat semakin meningkat, juga tingkat kerusakan hutan dan alam semakin kecil.
Karenanya, Subarka berharap dari bencana alam banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Sigi dapat membuka mata semua agar mulai cinta dan sayangi hutan dan alam. Karena hutan dan alam adalah ciptaan Tuhan yang perlu dijaga kelestariannya.*
Artikel
Banjir bandang di Sigi karena hutan sudah rusak?
Oleh Anas Masa
6 Mei 2019 10:54 WIB
Kendaraan melintas di sisi kiri dan kanan jalan antara Desa Tuva-Saluki, Kabupaten Sigi terlihat bekas potongan-potongan kayu yang dibawa banjir bandang pada 28 April 2019. (ANTARA/Anas Masa)
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: