Rapat pleno Kabupaten Cianjur dilanjutkan setelah ricuh
4 Mei 2019 22:02 WIB
Situasi saat terjadi kericuhan antara bawaslu dan ppk kecamatan Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat, pada rapat pleno kabupaten Cianjur di ruang pertemuan Hotel Yasmin, Sabtu (4/5) (Ahmad Fikri)
Cianjur (ANTARA) - Pelaksanaan sidang pleno terbuka rekapitulasi suara tingkat Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang sempat diwarnai kericuhan antara petugas PPK dengan Bawaslu Cianjur, akhirnya kembali dilanjutkan setelah sempat ditunda.
Kericuhan yang terjadi pada hari ketiga tersebut, berawal ketika terjadi perdebatan antara Bawaslu dengan Ketua PPK Sukanagara, terkait Daftar Pemilih Khusus di kecamatan yang masuk ke dapil 4. Bahkan debat tersebut berujung dengan aksi saling pukul kedua penyelenggara yang tidak terima atas penjelasan yang diberikan.
"Sempat terjadi cekcok kemudian ada saling dorong dan saling pukul, sehingga memancing PPK lain yang berada di ruangan tersulut hingga ikut maju ke depan meja persidangan. Untungnya petugas langsung melerai keributan," kata saksi parpol Nasdem Deni Abdul Kholik pada wartawan, Sabtu.
Ia menjelaskan selama persidangan berlangsung perdebatan antara Bawaslu dan PPK, kerap kali terjadi mulai dari jumlah pemilih hingga hal teknis lainnya, meskipun saksi peserta pemilu tidak mempermasalahkan karena lebih fokus pada perolehan suara.
"Saya lebih fokus ke indikasi adanya penggelembungan suara, lebih tepatnya untuk memastikan tidak adanya penggelembungan suara yang dapat merugikan peserta pemilu. Sedangkan untuk hal yang diperdebatkan antara Bawaslu dan KPU, tidak dipermasalahkan saksi parpol," katanya.
Sementara Ketua Bawaslu Cianjur, Usep Agus Zawari mengatakan, ada perbedaan dalam penentuan DPK yang kerap dipertanyakan pihaknya. Menurut dia, yang dipermasalahkan terkait konsep DPK di salah satu kecamatan. Sehingga layak dipertanyakan apa dan seperti apa data yang disampaikan karena gagasan KPU dan PPK ada perbedaan.
"Apakah yang dicantumkan di DPK adalah orang/pemilih yang datang atau memang sudah terdaftar karena DPK terbagi dua yang sifatnya diproyeksikan maupun yang datang saat hari pencoblosan. Sehingga akhirnya ditemukan titik terang terkait salah satu TPS yang datanya dirasa belum pas," katanya.
Sehingga perlu dilakukan penyesuaian angka DPK dengan cara penghitungan ulang mulai dari form DA dan DAA serta ditelusuri sampai mendapatkan angka DPK yang tepat. Sedangkan terkait kemungkinan mundurnya jadwal rapat pleno, pihaknya tidak mengkhawatirkan hal tersebut.
"Yang terpenting adalah tetap terjaganya kualitas rapat, terlebih masih ada sisa waktu yang ditargetkan pusat hingga beberapa hari mendatang" katanya.
Ketua KPU Cianjur Hilman Wahyudi mengatakan, debat yang terjadi hanya merupakan insiden kecil, meskipun sempat terjadi kericuhan di dalam ruang rapat pleno tepatnya di ruang panel 1. Meskipun sempat ditunda, akhirnya kembali dilanjutkan.
“Berawal dari pertanyaan kritis dari Bawaslu mengenai konsep DPK. Tapi disampaikan dalam pandangan PPK dengan nada yang tinggi, sehingga terjadi kericuhan, namun sudah selesai secara musyawarah,” katanya.
Menurut Hilman, hal itu menyangkut tata cara penyampaian yang dianggap tidak begitu pas di tengah forum. Namun, secara substansi, tidak ada kesalahan yang terjadi.
Insiden tersebut, menurut Hilman menjadi salah satu alasan mundurnya jadwal pelaksanaan rapat pleno, meskipun jadwal sebenarnya tetap diperkirakan mundur sekalipun tidak terjadi insiden.
“Ditargetkan kita tambah lagi waktu sehari untuk menyelesaikan karena sejauh ini, baru sebagian kecamatan yang selesai. Tercatat hingga malam menjelang baru 20 kecamatan yang selesai dibacakan hasil pemilunya,” kata Hilman.
Kericuhan yang terjadi pada hari ketiga tersebut, berawal ketika terjadi perdebatan antara Bawaslu dengan Ketua PPK Sukanagara, terkait Daftar Pemilih Khusus di kecamatan yang masuk ke dapil 4. Bahkan debat tersebut berujung dengan aksi saling pukul kedua penyelenggara yang tidak terima atas penjelasan yang diberikan.
"Sempat terjadi cekcok kemudian ada saling dorong dan saling pukul, sehingga memancing PPK lain yang berada di ruangan tersulut hingga ikut maju ke depan meja persidangan. Untungnya petugas langsung melerai keributan," kata saksi parpol Nasdem Deni Abdul Kholik pada wartawan, Sabtu.
Ia menjelaskan selama persidangan berlangsung perdebatan antara Bawaslu dan PPK, kerap kali terjadi mulai dari jumlah pemilih hingga hal teknis lainnya, meskipun saksi peserta pemilu tidak mempermasalahkan karena lebih fokus pada perolehan suara.
"Saya lebih fokus ke indikasi adanya penggelembungan suara, lebih tepatnya untuk memastikan tidak adanya penggelembungan suara yang dapat merugikan peserta pemilu. Sedangkan untuk hal yang diperdebatkan antara Bawaslu dan KPU, tidak dipermasalahkan saksi parpol," katanya.
Sementara Ketua Bawaslu Cianjur, Usep Agus Zawari mengatakan, ada perbedaan dalam penentuan DPK yang kerap dipertanyakan pihaknya. Menurut dia, yang dipermasalahkan terkait konsep DPK di salah satu kecamatan. Sehingga layak dipertanyakan apa dan seperti apa data yang disampaikan karena gagasan KPU dan PPK ada perbedaan.
"Apakah yang dicantumkan di DPK adalah orang/pemilih yang datang atau memang sudah terdaftar karena DPK terbagi dua yang sifatnya diproyeksikan maupun yang datang saat hari pencoblosan. Sehingga akhirnya ditemukan titik terang terkait salah satu TPS yang datanya dirasa belum pas," katanya.
Sehingga perlu dilakukan penyesuaian angka DPK dengan cara penghitungan ulang mulai dari form DA dan DAA serta ditelusuri sampai mendapatkan angka DPK yang tepat. Sedangkan terkait kemungkinan mundurnya jadwal rapat pleno, pihaknya tidak mengkhawatirkan hal tersebut.
"Yang terpenting adalah tetap terjaganya kualitas rapat, terlebih masih ada sisa waktu yang ditargetkan pusat hingga beberapa hari mendatang" katanya.
Ketua KPU Cianjur Hilman Wahyudi mengatakan, debat yang terjadi hanya merupakan insiden kecil, meskipun sempat terjadi kericuhan di dalam ruang rapat pleno tepatnya di ruang panel 1. Meskipun sempat ditunda, akhirnya kembali dilanjutkan.
“Berawal dari pertanyaan kritis dari Bawaslu mengenai konsep DPK. Tapi disampaikan dalam pandangan PPK dengan nada yang tinggi, sehingga terjadi kericuhan, namun sudah selesai secara musyawarah,” katanya.
Menurut Hilman, hal itu menyangkut tata cara penyampaian yang dianggap tidak begitu pas di tengah forum. Namun, secara substansi, tidak ada kesalahan yang terjadi.
Insiden tersebut, menurut Hilman menjadi salah satu alasan mundurnya jadwal pelaksanaan rapat pleno, meskipun jadwal sebenarnya tetap diperkirakan mundur sekalipun tidak terjadi insiden.
“Ditargetkan kita tambah lagi waktu sehari untuk menyelesaikan karena sejauh ini, baru sebagian kecamatan yang selesai. Tercatat hingga malam menjelang baru 20 kecamatan yang selesai dibacakan hasil pemilunya,” kata Hilman.
Pewarta: Ahmad Fikri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: