Bangun tambang bawah tanah, RI tidak terima dividen Freeport dua tahun
4 Mei 2019 00:38 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan bersama Uskup Timika, Sekretaris Eksekutif LPMAK, Dirut Inalum, dan Dirut PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Kamis (2/5/2019). (ANTARA/Evarianus Supar)
Timika (ANTARA) - Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Sadikin mengatakan dalam dua tahun ke depan Pemerintah Indonesia tidak akan menerima dividen PT Freeport Indonesia lantaran anggarannya tersedot pembangunan infrastruktur tambang bawah tanah.
"Dua tahun ke depan ini merupakan masa transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah. Memang, tidak ada dividen yang diterima oleh negara karena uangnya digunakan untuk investasi tambang bawah tanah," katanya di sela mendampingi Menteri ESDM Ignasius Jonan meninjau lokasi tambang Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Jumat.
Budi menjelaskan salah satu infrastruktur yang akan dibangun yaitu jalan tambang bawah tanah sepanjang 1.000 kilometer guna mempermudah mobilisasi bijih tembaga, emas, dan perak ke lokasi pabrik pengolahan di Mile 74.
"Jalan tambang bawah tanah yang sudah ada sekarang sekitar 300 kilometer. Nanti akan diperpanjang sampai 700 kilometer hingga 1.000 kilometer, makanya membutuhkan uang banyak," jelasnya.
Menteri Jonan mengatakan sebelumnya telah menerima surat dari Dirut PT Freeport Indonesia Tony Wenas soal penegasan kepemilikan saham Freeport Mc Moran atas PT Freeport Indonesia sebesar 48,8 persen dan sisanya 51,2 persen dimiliki Pemerintah Indonesia yang diwakili Inalum dan Pemerintah Kabupaten Mimika serta Pemerintah Provinsi Papua.
Jonan mempertanyakan kebenaran informasi soal adanya perbedaan sikap antara Pemkab Mimika dan Pemprov Papua soal pembagian saham 10 persen untuk daerah.
"Kalau soal 10 persen saham untuk Papua itu sudah dibagi. Kabupaten Mimika selaku daerah penghasil mendapatkan 7 persen, lalu Pemprov Papua mendapatkan 3 persen. Kok sekarang belum sepakat, bagaimana ceritanya," kata mantan Menteri Perhubungan itu.
Jonan kembali meminta Inalum dan Freeport Indonesia benar-benar mempersiapkan putra-putri Indonesia, khususnya asli Papua agar bisa mengelola pertambangan yang rumit seperti tambang Freeport.
"Kami harapkan setelah 2041, Freeport Indonesia sudah dikelola sepenuhnya oleh anak bangsa. Makanya, dalam waktu 20 tahun ke depan ini kita harus bisa mengejar ketertinggalan penguasaan teknologi dan skill dalam pengelolaan tambang yang begitu rumit dan kompleks ini. Jangan sampai kita mau ambil alih sepenuhnya, tapi justru kita sendiri tidak siap atau tidak mampu mengelola itu," ujarnya.
"Dua tahun ke depan ini merupakan masa transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah. Memang, tidak ada dividen yang diterima oleh negara karena uangnya digunakan untuk investasi tambang bawah tanah," katanya di sela mendampingi Menteri ESDM Ignasius Jonan meninjau lokasi tambang Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Jumat.
Budi menjelaskan salah satu infrastruktur yang akan dibangun yaitu jalan tambang bawah tanah sepanjang 1.000 kilometer guna mempermudah mobilisasi bijih tembaga, emas, dan perak ke lokasi pabrik pengolahan di Mile 74.
"Jalan tambang bawah tanah yang sudah ada sekarang sekitar 300 kilometer. Nanti akan diperpanjang sampai 700 kilometer hingga 1.000 kilometer, makanya membutuhkan uang banyak," jelasnya.
Menteri Jonan mengatakan sebelumnya telah menerima surat dari Dirut PT Freeport Indonesia Tony Wenas soal penegasan kepemilikan saham Freeport Mc Moran atas PT Freeport Indonesia sebesar 48,8 persen dan sisanya 51,2 persen dimiliki Pemerintah Indonesia yang diwakili Inalum dan Pemerintah Kabupaten Mimika serta Pemerintah Provinsi Papua.
Jonan mempertanyakan kebenaran informasi soal adanya perbedaan sikap antara Pemkab Mimika dan Pemprov Papua soal pembagian saham 10 persen untuk daerah.
"Kalau soal 10 persen saham untuk Papua itu sudah dibagi. Kabupaten Mimika selaku daerah penghasil mendapatkan 7 persen, lalu Pemprov Papua mendapatkan 3 persen. Kok sekarang belum sepakat, bagaimana ceritanya," kata mantan Menteri Perhubungan itu.
Jonan kembali meminta Inalum dan Freeport Indonesia benar-benar mempersiapkan putra-putri Indonesia, khususnya asli Papua agar bisa mengelola pertambangan yang rumit seperti tambang Freeport.
"Kami harapkan setelah 2041, Freeport Indonesia sudah dikelola sepenuhnya oleh anak bangsa. Makanya, dalam waktu 20 tahun ke depan ini kita harus bisa mengejar ketertinggalan penguasaan teknologi dan skill dalam pengelolaan tambang yang begitu rumit dan kompleks ini. Jangan sampai kita mau ambil alih sepenuhnya, tapi justru kita sendiri tidak siap atau tidak mampu mengelola itu," ujarnya.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: