Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom dan Strategi Investasi Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengingatkan perbaikan struktural sangat penting untuk memperkecil defisit neraca transaksi berjalan pada 2019.

"Perbaikan struktural yang diperlukan ada tiga," kata Katarina dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Katarina mengatakan perbaikan struktural yang pertama adalah meningkatkan ekspor dari industri pengolahan prioritas dan tidak lagi bergantung dari ekspor komoditas. Sektor prioritas manufaktur tersebut, tambah dia, adalah otomotif, tekstil, elektronika, kimia serta makanan dan minuman.

Selain itu, terdapat sektor yang diuntungkan dari industrialisasi yang mulai didorong pemerintah antara lain perbankan, semen, properti, dan logam.

Kedua, meningkatkan rantai jaringan (supply chain) agar ekspor tersebut tidak mengalami kesulitan akses, terutama dari pusat-pusat manufaktur yang baru.

"Kebijakan tersebut harus mencakup hal-hal seperti peningkatan akses ke sarana listrik, sumber air, dan penyediaan insentif untuk produksi bahan
baku serta barang-barang setengah jadi," ujarnya.

Terakhir, meningkatkan penanaman modal asing secara berkelanjutan dengan memberikan insentif pajak yang efektif dan melakukan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).

"Dengan perbaikan ekonomi ke depan, pasar saham akan menikmati keuntungan dari meningkatnya laba korporasi," kata Katarina.

Saat ini, indikator ekonomi makro Indonesia dalam keadaan baik dengan pertumbuhan ekonomi pada 2018 tercatat 5,17 persen, investasi tumbuh 6,01 persen dan inflasi hingga April 2019 mencapai 2,83 persen (yoy).

Namun, defisit neraca berjalan melebar hingga 2,98 persen terhadap PDB pada 2018, yang dipengaruhi tingginya impor sejalan dengan kuatnya permintaan domestik serta kinerja ekspor yang terbatas.

Baca juga: BI waspadai sejumlah tantangan pengganggu stabilitas keuangan

Baca juga: BI sebut bauran kebijakan resep jaga stabilitas keuangan