Dewan Pers: perusahaan media justru perkosa kemerdekaan pers
3 Mei 2019 21:35 WIB
Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi dalam diskusi bertema "Kembali Merawat Kemerdekaan Pers" yang diadakan AJI Indonesia dalam rangka Hari Kemerdekaan Pers Dunia di Jakarta, Jumat (3/5/2019). (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi menilai kemerdekaan pers justru diperkosa oleh perusahaan media sendiri melalui berbagai tuntutan terhadap jurnalisnya dengan dalih untuk kepentingan bisnis.
"Contohnya, jurnalis diharuskan membuat judul-judul berita yang menarik untuk menjadi umpan khalayak untuk meng-klik tetapi tidak sesuai dengan isi berita," kata Imam dalam diskusi bertema "Kembali Merawat Kemerdekaan Pers" yang diadakan di Jakarta, Jumat.
Contoh lainnya adalah tuntutan perusahaan media kepada jurnalis untuk membuat berita sebanyak-banyaknya. Menurut Imam, kewajiban membuat tujuh berita per hari adalah suatu hal yang tidak masuk akal bahkan untuk media daring.
Pasalnya, setiap berita harus ada verifikasi dan klarifikasi. Bila jurnalis dituntut mengejar kuantitas berita, maka kualitas berita bisa ditinggalkan.
"Semua itu dilakukan dengan dalih agar bisnis media bisa tetap berjalan. Agar perusahaan media bisa tetap menggaji wartawannya," tuturnya.
Karena itu, Imam menyarankan kepada perusahaan media untuk memikirkan alternatif model bisnis lain tanpa harus mengorbankan profesionalisme jurnalis.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengadakan diskusi bertema "Kembali Merawat Kemerdekaan Pers" dalam rangka Hari Kemerdekaan Pers Dunia yang diperingati setiap 3 Mei.
Selain Imam, narasumber dalam diskusi tersebut adalah Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Ketua AJI Indonesia Abdul Manan dan Kepala Bidang Media Center Pusat Penerangan Markas Besar TNI Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto.
Baca juga: Tokoh pers nilai kebebasan pers Indonesia belum merata
Baca juga: Kebebasan pers diminta bukan untuk mencari untung, mementingkan rating
Baca juga: Upah Rendah Pengaruhi Kerja Wartawan
"Contohnya, jurnalis diharuskan membuat judul-judul berita yang menarik untuk menjadi umpan khalayak untuk meng-klik tetapi tidak sesuai dengan isi berita," kata Imam dalam diskusi bertema "Kembali Merawat Kemerdekaan Pers" yang diadakan di Jakarta, Jumat.
Contoh lainnya adalah tuntutan perusahaan media kepada jurnalis untuk membuat berita sebanyak-banyaknya. Menurut Imam, kewajiban membuat tujuh berita per hari adalah suatu hal yang tidak masuk akal bahkan untuk media daring.
Pasalnya, setiap berita harus ada verifikasi dan klarifikasi. Bila jurnalis dituntut mengejar kuantitas berita, maka kualitas berita bisa ditinggalkan.
"Semua itu dilakukan dengan dalih agar bisnis media bisa tetap berjalan. Agar perusahaan media bisa tetap menggaji wartawannya," tuturnya.
Karena itu, Imam menyarankan kepada perusahaan media untuk memikirkan alternatif model bisnis lain tanpa harus mengorbankan profesionalisme jurnalis.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengadakan diskusi bertema "Kembali Merawat Kemerdekaan Pers" dalam rangka Hari Kemerdekaan Pers Dunia yang diperingati setiap 3 Mei.
Selain Imam, narasumber dalam diskusi tersebut adalah Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Ketua AJI Indonesia Abdul Manan dan Kepala Bidang Media Center Pusat Penerangan Markas Besar TNI Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto.
Baca juga: Tokoh pers nilai kebebasan pers Indonesia belum merata
Baca juga: Kebebasan pers diminta bukan untuk mencari untung, mementingkan rating
Baca juga: Upah Rendah Pengaruhi Kerja Wartawan
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: