Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menargetkan verifikasi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang wafat dan sakit selama bertugas selama Pemilu 2019 selesai sebelum 22 Mei 2019.

"Kami upayakan selesai jauh sebelum tanggal 22 Mei," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman di Jakarta, Jumat.

Saat ini, kata Arief, KPU masih melakukan verifikasi, baik terhadap petugas yang meninggal maupun yang masih dirawat di rumah sakit.

Menurutnya, proses verifikasi dilakukan secara hati-hati agar tidak timbul kesalahan yang berpotensi mengakibatkan kesulitan bagi ahli waris di kemudian hari.

Dia mengatakan, verifikasi yang dilakukan dari ke pejabat kelurahan atau desa setempat dan keluarga ahli waris tersebut bertujuan untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar sebagai petugas KPPS serta apakah benar yang bersangkutan wafat atau sakit saat bertugas sebagai penyelenggara Pemilu.

"Selain itu, verifikasi juga akan dibantu oleh petugas KPU di tingkat kabupaten/kota agar prosesnya bisa berlangsung lebih cepat," kata Arief.

Untuk saat ini, kata dia, KPU menyalurkan secara tunai, tetapi selanjutnya proses penyaluran santunan akan dilakukan melalui pengiriman ke rekening bank ahli waris petugas yang wafat..

Oleh karena itu, lanjut Arief, KPU akan mendorong keluarga petugas yang terkena musibah untuk mempersiapkan rekening bank agar proses penyaluran bisa dilakukan lebih cepat.

Sementara itu, berdasarkan data terakhir KPU pada Kamis (2/5/2019) malam, sebanyak 412 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di beberapa daerah di Indonesia meninggal dunia karena kelelahan saat bertugas dalam Pemilu 2019, dan sekitar 3.500 orang jatuh sakit.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyetujui usulan KPU dalam pemberian santunan petugas yang meninggal sebesar Rp36 juta, cacat permanen sebesar Rp30 juta, luka berat sebesar Rp16,5 juta, dan luka sedang sebesar Rp8,25 juta.