PAN: Pertemuan Jokowi-AHY dalam konteks politik kebangsaan
3 Mei 2019 15:10 WIB
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima kunjungan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/5/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pri
Jakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Saleh Partaonan Daulay menilai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam konteks politik kebangsaan dan pembicaraannya tidak harus terkait politik praktis.
"Pembicaraannya tidak harus soal politik praktis, tetapi bisa juga soal politik kebangaan secara lebih luas. Saya melihat pertemuan itu dalam konteks politik kebangsaan yang lebih luas," kata Saleh di Jakarta, Jumat.
Saleh yang merupakan juru debat BPN Prabowo-Sandi itu mengatakan, pertemuan keduanya hanya komunikasi biasa saja, dan siapa pun presidennya tentu dituntut untuk bertemu dan berkomunikasi dengan banyak pihak.
Menurut dia, soal himbauan AHY untuk menghormati hasil pemilu, konteksnya adalah hasil pemilu yang dilaksanakan secara jujur dan adil (jurdil).
"Buktinya, sampai hari ini Partai Demokrat juga masih banyak yang melakukan pengaduan ke Bawaslu terkait berbagai kecurangan yang mereka alami. Mereka tentu meminta hal itu untuk diselesaikan secara baik," ujarnya.
Menurut dia, tidak mungkin AHY meminta menghormati hasil pemilu dimana partainya mengalami ketidakadilan, begitu juga ketidakadilan yang dihadapi koalisi pilpres yang didukung partainya.
Selain itu, dia menegaskan koalisi partai politik pendukung Prabowo-Sandiaga tetap solid dan tidak retak karena komunikasi lintas partai masih berjalan dengan baik.
"Komunikasi lintas parpol masih berjalan cukup baik. Semua masih berkomitmen untuk menunggu hasil akhir perhitungan manual," ujarnya.
Menurut dia, kalau ada yang menyebut koalisi Prabowo-Sandi retak, bisa jadi itu hanya keinginan pihak-pihak dari luar karena di internal tetap teduh dan rukun.
Karena itu, dia menilai, pihak yang mengatakan koalisi Prabowo-Sandi retak adalah yang memiliki kepentingan membuat koalisi tersebut retak.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerima kunjungan AHY di Istana Negara pada Kamis (2/4) sore.
"Pembicaraannya tidak harus soal politik praktis, tetapi bisa juga soal politik kebangaan secara lebih luas. Saya melihat pertemuan itu dalam konteks politik kebangsaan yang lebih luas," kata Saleh di Jakarta, Jumat.
Saleh yang merupakan juru debat BPN Prabowo-Sandi itu mengatakan, pertemuan keduanya hanya komunikasi biasa saja, dan siapa pun presidennya tentu dituntut untuk bertemu dan berkomunikasi dengan banyak pihak.
Menurut dia, soal himbauan AHY untuk menghormati hasil pemilu, konteksnya adalah hasil pemilu yang dilaksanakan secara jujur dan adil (jurdil).
"Buktinya, sampai hari ini Partai Demokrat juga masih banyak yang melakukan pengaduan ke Bawaslu terkait berbagai kecurangan yang mereka alami. Mereka tentu meminta hal itu untuk diselesaikan secara baik," ujarnya.
Menurut dia, tidak mungkin AHY meminta menghormati hasil pemilu dimana partainya mengalami ketidakadilan, begitu juga ketidakadilan yang dihadapi koalisi pilpres yang didukung partainya.
Selain itu, dia menegaskan koalisi partai politik pendukung Prabowo-Sandiaga tetap solid dan tidak retak karena komunikasi lintas partai masih berjalan dengan baik.
"Komunikasi lintas parpol masih berjalan cukup baik. Semua masih berkomitmen untuk menunggu hasil akhir perhitungan manual," ujarnya.
Menurut dia, kalau ada yang menyebut koalisi Prabowo-Sandi retak, bisa jadi itu hanya keinginan pihak-pihak dari luar karena di internal tetap teduh dan rukun.
Karena itu, dia menilai, pihak yang mengatakan koalisi Prabowo-Sandi retak adalah yang memiliki kepentingan membuat koalisi tersebut retak.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerima kunjungan AHY di Istana Negara pada Kamis (2/4) sore.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: