Jakarta (ANTARA) - Produksi baterai mobil listrik secara global ternyata terkonsentrasi di Asia, melalui dominasi perusahaan China, Jepang, dan Korea Selatan yang tidak hanya memproduksi di Asia, namun juga di Eropa.

Namun Eropa juga ingin bersaing dalam produksi baterai mobil listrik, setelah Prancis dan Jerman membentuk aliansi pengembangan baterai generasi berikutnya guna menangkal dominasi Asia, demikian dilansir AFP, Jumat.

Baterai berjenis lithium-ion yang banyak diproduksi di Asia memang bukan komponen utama kendaraan listrik. Namun perusahaan-perusahaan Asia memberanikan diri membangun pabrik untuk jenis baterai itu, meskipun permintaannya masih terbatas.

China, tempat separuh mobil listrik dunia dijual saat ini, mengharuskan produsen mobil menggunakan baterai buatan lokal. Hal itu membuat industri mereka menguasai dua pertiga kapasitas produksi dunia untuk produk baterai lithium-ion.

Hanya perusahaan Asia yang masuk 10 besar industri itu. China's Contemporary Amperex Technology (CATL) menyumbang 23 persen dari produksi global tahun lalu, mengungguli Panasonic dari Jepang dengan 22 persen.

BYD China mengikuti dengan 13 persen produksi dan menjadi satu-satunya pabrikan mobil yang berhasil membuat baterai. BYD merupakan produsen kendaraan bus, truk hingga sedan yang populer di China.

LG Chem dari Korea Selatan menyumbang 10 persen, dan Samsung SDI 5,5 persen, menurut Pusat Riset Otomotif (CAR) yang berbasis di AS.

Sayangnya, Eropa cuma menyumbang satu persen dari produksi baterai global. Sedangkan Amerika Serikat masih merintis produksi baterai mobil listrik melalui kerja sama Tesla dan Panasonic pada pabrik Gigafactory.

Baca juga: Tanggapan Nissan Indonesia soal potensi Leaf jadi taksi listrik

Baca juga: Toyota Global siapkan 10 mobil listrik, siap masuk Indonesia?