Jakarta (ANTARA) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mengatakan pemilihan umum secara elektronik dapat mencegah pemilih fiktif karena identitas pemilih dapat dibaca dan dikonfirmasi dengan akurat lewat alat baca KTP elektronik (KTP-el reader).

"Keabsahan seorang pemilih bisa dipastikan karena identitas pemilih langsung terbaca oleh KTP-el reader kita," kata Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru di Jakarta, Jumat.

Dia menuturkan saat penyelenggaraan pemilihan kepala desa pada 2018 di suatu desa, ditemukan KTP tidak terbaca oleh alat baca KTP-el. Hal ini mengindikasikan kekhawatiran terkait dengan pemilih fiktif, yang mana KTP tersebut bisa saja palsu.

"Yang sangat penting itu diverifikasi ini bahwa pemilih itu harus valid karena kalau tidak valid itu ada sanksinya. Yang menyebabkan PSU (pemungutan suara ulang) juga adalah lebih dari satu ganda atau yang menggunakan hak pilih orang lain," katanya.

Untuk verifikasi pemilih, kata dia, pemilu elektronik menggunakan alat baca KTP-el yang dapat mencegah pemilih ganda, pemilih fiktif, dan merekam kecurangan hak pilih.

Ketika pemilih mencoba praktik memilih kedua kalinya pada pemungutan suara periode yang sama, maka alat baca KTP elektronik akan langsung menginformasikan bahwa pemilih sudah memilih sebelumnya, sehingga pemilu elektronik mencegah pemilih ganda.

"E-verifikasi (verifikasi elektronik) buktikan NIK (Nomor Induk Kependudukan) fiktif," ujarnya.

Untuk itu, pemilu elektronik mampu memverifikasi keabsahan pemilih sehingga menghindari adanya kecurangan dalam pemilu dengan munculnya pemilih fiktif.

Identitas pemilih tentunya sudah terekam secara digital dalam basis data kependudukan sehingga bisa diakses secara akurat oleh alat baca KTP-el dan tidak ada kemungkinan salah baca.

Jika ketika KTP dibaca, tidak ditemukan identitas yang sesuai atau bahkan identitaas tidak terbaca sama sekali maka pemilih tersebut tergolong fiktif.

Pemilih dapat diverifikasi dari KTP, Nomor Induk Kependudukan, foto atau gambar diri, dan sidik jari sehingga menghindarkan penipuan.

Pada pelaksanaan pemilu yang telah berlangsung selama ini, pemilih hanya membawa KTP dan dinilai sah untuk memilih, padahal kondisi ini sarat dengan kecurangan karena ada kemungkinan pemilih menyodorkan KTP palsu. Jika keabsahan pemilih lemah, maka pemilu berujung tidak akurat dan adil.

Untuk implementasi pemilu elektronik, maka harus sudah dipastikan data kependudukan dari setiap warga Indonesia yang menjadi pemilih terdata dengan baik, sehingga akan memunculkan identitas pemilih secara otomatis dan benar ketika KTP tersebut dibaca oleh KTP-el reader.